-->

Gerakan Piara Satu Ayam, Atasi Stunting ?

Silahkan Bagikan Jika Bermanfaat
Advertisemen

Oleh : Ummu Farah (Ibu Rumah Tangga)
Mediaoposisi.com-Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko meyatakan bahwa permasalahan stunting pada anak bisa diatasi dengan setiap 1 keluarga memelihara 1 ayam, "Perlu setiap rumah ada ayam, sehingga telurnya itu bisa untuk anak-anaknya". Hal ini disampaikannya pada Jumat 15 November 2019 di Gedung Bina Graha.

Untuk mengawali pembahasan ini, sudah pasti kita harus memahami dulu apa yang dimaksud dengan stunting. Menurut Dr. dr. Dian Novita Chandra, M.Gizi (staf pengajar Departemen Ilmu Gizi FKUI) dalam artikel Kompas.com, 25 Januari 2019, stunting adalah kondisi dimana pertumbuhan anak terhambat sehingga perawakannya pendek atau tidak sesuai dengan kurva pertumbuhan standar berdasarkan umur dan jenis kelamin. Penyebabnya adalah kurangnya asupan nutrisi selama 1000 hari pertama kehidupan, termasuk sembilan bulan dalam kandungan dan masa pertumbuhan kritis hingga berusia dua tahun. Selain itu, kesehatan ibu selama kehamilan, pola asuh, kesehatan anak serta kondisi sosial, ekonomi dan lingkungan juga turut berpengaruh pada terjadinya stunting.


Menilik atas apa yang disampaikan oleh ahli gizi dari UI di atas, tampak bahwa permasalahan stunting tidak bisa diatasi hanya pada satu sisi saja, seperti yang disampaikan oleh staf kepresiden. Perbaikan asupan nutrisi saja dengan menyediakan telur dari seekor ayam yang dipelihara oleh satu keluarga, tidak hanya itu! Akan tetapi juga permasalahan sosial, ekonomi, lingkungan dll. bisa mempengaruhi kesehatan si anak.
Kalau secara logika, sebagian penderita stunting adalah anak-anak yang lahir dari kaum dhuafa. Artinya, kemiskinan adalah penyebab utama dari lahirnya anak-anak bergizi buruk. Jadi, permasalahan kemiskinan inilah yang sudah seharusnya diatasi oleh negara, dalam artian kondisi miskin inilah yang membuat kepala keluarga tidak mampu menyediakan sandang, pangan dan papan bagi keluarganya. Istri dan anak-anaknya, termasuk janin yang dikandung istrinya. Permasalahan sudah sangat kompleks. Naif kiranya kalau mengatasinya hanya dengan 'satu keluarga memelihara satu ayam'. 
Banyak sekali wilayah-wilayah negeri ini yang kondisi anak-anaknya memprihatinkan terutama di pedalaman seperti pedalaman Sumatera, Kalimantan, Papua, Maluku, NTT, NTB dan masih banyak lagi. Untuk kebutuhan sandang saja, kadang anak-anak ini masih belum terpenuhi. Seperti yang pernah penulis lihat sendiri di pedalaman Sumatera; anak-anak kecil sudah terbiasa main (kadang jauh dari rumah) dengan bertelanjang bulat atau memakai atasan tapi bagian pusar ke bawah tidak tertutupi. Kalau melihat ini saja, bagaimana kesehatan mereka bisa terjaga? Paling tidak, mereka bisa 'masuk angin' tiap hari. Kalau dibiarkan hal ini terus menerus, sudah pasti kondisi fisik mereka akan menurun.
Pemenuhan atas papan, juga setali tiga uang dengan pemenuhan sandang. Bisa kita lihat di YouTube channel-nya Asumsi, tidak perlu jauh-jauh melihat hal yang memprihatinkan masalah papan ini di luar kota atau bahkan luar pulau. Di DKI Jakarta saja, di Kecamatan Tambora, yang merupakan kecamatan terpadat di Ibukota satu rumah bisa dihuni 3 sampai 5 Kepala Keluarga (KK). Saking padatnya menurut pengakuan salah satu ketua RT setempat, masyarakat lebih memilih buang hajat di WC Umum daripada membuat WC sendiri di rumah.
Saking padatnya penghuni rumah dan 'kebutuhan perut' mereka berpikir mending membangun rumah kontrakan daripada membangun WC di rumah. Ternyata, kalaupun ada WC, bukannya bikin sepitank, tapi kotoran langsung diarahkan ke got yang diatasnya adalah papan kayu yang biasa mereka anggap sebagai jalan. Bisa dibayangkan bagaimana bau, kotor penuh kuman sudah bercampur jadi satu di wilayah tersebut. Bagaimana lingkungan seperti ini dapat menjamin kesehatan manusia yang menetap disana. Apakah anak-anak bisa terjaga kesehatannya dengan lingkungan kumuh penuh kuman penyakit tersebut? Sudah pasti kita tahu jawabannya, bukan.
Wilayah seperti kecamatan Tambora ini sudah pasti masih banyak. Kalau diungkap semuanya, sudah pasti akan butuh waktu lama untuk menyelesaikan tulisan ini. Inilah potret menyedihkan masyarakat kita.
Untuk wilayah yang masih luas tanahnya, masih bisa dimungkinkan usulan pak Moeldoko ini. Akan tetapi, coba dibayangkan, bagaimana wilayah yang padat penduduk seperti Tambora di atas, diminta untuk memelihara 1 ayam setiap KK; dimana ayam-ayam itu akan dipelihara? Memberi tempat layak untuk beristirahat yang layak bagi keluarganya saja, si kepala keluarga sudah tidak mampu, apalagi diharuskan memelihara 1 ayam di rumahnya. Sesuatu yang mustahil untuk diterapkan.
Sudah seharusnya kita belajar masalah mengatasi kemiskinan pada umumnya dan stunting, sebagai salah satu akibat dari kemiskinan tersebut, pada bagaimana Islam mengatasinya. Kisah yang sangat masyhur sudah pasti kisah Khalifah Umar bin Khattab dengan ibu pemasak batu. Dari kisah ini kita dapat membuktikan bahwa para pemimpin Islam adalah pemimpin yang amanah dan tidak pernah ingkar janji kepada rakyatnya. Dia menjadikan dirinya ra'in (laksana penggembala). Dalam sebuah hadits diriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda:
...الإِمَامُ رَاعٍ وَ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
“Imam itu adalah laksana penggembala, dan dia akan dimintai pertanggungjawaban akan rakyatnya (yang digembalakannya)” (HR. Imam Al Bukhari  dan Imam Ahmad dari sahabat Abdullah bin Umar r.a.).
Khalifah Umar bin Khattab turun tangan secara langsung membantu rakyatnya saat terjadi paceklik selama sembilan bulan di sebuah wilayah, beliau memerintahkan wilayah lain yang berkelebihan harta untuk berbagi kepada wilayah yang paceklik. Setelah bantuan datang beliau ikut mendisitribusikannya ke umat yang membutuhkan, beliau tinggal di wilayah itu menemani penduduk selama sembilan bulan dan setiap hari mengotori tangannya dengan roti dan minyak Samin untuk memberi makan mereka. 
Begitu luarbiasanya seorang pemimpin Islam, tidak pernah kita temui lagi tipe pemimpin seperti ini di masa-masa setelah Islam runtuh (3 Maret 1924). Islam mengajarkan bahwa negara adalah kekuatan terbesar mengatasi permasalahan umat. Kalau umat tengah menderita, penyelesaian masalah mereka tidak akan mereka tanggung sendiri atau hanya dilimpahkan kepada masyarakat yang ada di sekitarnya; tapi itu merupakan tanggung jawab negara.[MO/db]



Silahkan Bagikan Jika Bermanfaat

Disclaimer: Gambar, artikel ataupun video yang ada di web ini terkadang berasal dari berbagai sumber media lain. Hak Cipta sepenuhnya dipegang oleh sumber tersebut. Jika ada masalah terkait hal ini, Anda dapat menghubungi kami disini.
Related Posts
Disqus Comments
close