Oleh : Mega
Mediaoposisi.com-Perguruan tinggi seyogyanya memiliki kesadaran kolektif mencetak intelektual, yang tidak hanya mencerdaskan otak, tapi juga watak. Mahfud merujuk contoh pada almarhum Presiden ketiga RI BJ Habibie, yang dinilainya sebagai sosok berilmu dan bertakwa. Namun saat ini Mahfud MD menyebutkan, dunia perguruan tinggi (PT) sedang menjadi “terdakwa” dari kekacauan tata kelola pemerintahan dan munculnya korupsi di mana-mana. Menurutnya, gugatan itu dilayangkan pada perguruan tinggi karena umumnya para pelaku korupsi adalah sarjana merupakan produk darin perguruan tinggi. Pelaku korupsi umumnya sarjana yang ”keahliannya bisa diperdagangkan sesuai pesanan”
Mahfud mengingatkan, “pendidikan dan pengajaran sebagaimana termaktub dalam konstitusi telah memiliki pohon dan akar yakni pancasila. Ibaratnya pohon itu memiliki ranting ilmu pengetahuan, semuanya bermuara pada akar pancasila”, ujar Mahfud. (VIVANews, 21/12/2019).
Begitupula pula halnya kisah Zulkarnain, tukang parkir di Duri yang ternyata pendidikan yang diembannya tidaklah rendah, karena dirinya berhasil menyandang status sarjana muda (D-III) dari sulitnya kehidupan yang dijalani ia lulus dari salah satu perguruan tinggi manajemen dan ilmu komputer di Dumai, Riau, tahun 2004.
Meski dengan kehidupan yang sulit beliau sangat sabar menjalani kehidupan dengan prinsip nmenjalani pekerjaan yang halal dibanding menggunakan jalur kiri yang kebanyakan pada umumnya orang kenal. (GoodNewFromIndonesia, 20/06/2019).
Sistem Pendidikan Kapitalis
Sungguh disayangkan, pada masa saat ini para intelektual yang memiliki latar belakang pendidikan sarjana namun kebanyakan tidak mencerminkan jati dirinya. Terlebih diera disrupsi RI 4.0 sebagaimana pemerintah menekankan pendidikan yang harus sesuai dengan tuntutan zaman yakni zaman revolusi industri lebih tertuju pada output harus diserap oleh pasar industri.
Menristek beralasan, banyak yang jadi tukang ojek karena dipergurusn tinggi mereka salah pilih jurusan yang tidak diminati. Berdasarkan data BPS dari 2018 ke 2019 , [lulusan yang bekerja tidak sesuai ilmuawan] mengalami penurunan. Tapi bagi saya kurang signifikan. Harusnya mampu 100 persen terserap industri. Maka pendidikan tinggi harus berkolaborasi dengan industri.
Dalam sistem kapitalisme proses produksi ada pemilik modal dan pekerja, kecenderungan ini membuat tenaga kerja harus cekatan dalam memilih pekerjaan atau menciptakan peluang kerja. Mahasiswa berperan penting menjadi tenaga kerja cadangan yang siap dipekerjakan, inilah sifat kontradiktif dari kapitalisme menciptakan tenaga kerja melimpah dan memperkerjakan kembali pekerja.
Hal ini juga terlihat dari pemikiran masyarakat untuk lebih menikmati barang-barang hasil dari ekonomi kapitalis yang memang rata-rata menyuguhkan suatu kemudahan alias serba instan dalam memenuhi kebutuhan pokoknya. Hal ini membuat peran pemain kapitalistik untuk berusaha meningkatkan produksinya yang dinikmati oleh masyarakat, ini menjadikan kesenjangan harga dalam memenuhi kebutuhan hingga membuat pekerja tidak lagi memperhatikan kelayakan skill yang ada pada dirinya, asalkan telah mendapatkan pekerjaan mereka akan melakoninya sebab biaya hidup diera kapitalisme saat ini yang semakin sulit.
Selayaknya pemerintah memberikan sarana dan prasarana dalam pembentukan karakter yang berahlak mulia, seperti tidak membungkam sikap kritis mahasiswa dan memfasilitasi pengembangan ilmu yang telah diperoleh didunia kampus untuk merealisasikannya dalam menciptakan peluang usahanya. Tidak menjadikan antek-antek penguasa asing dalam investasi modal hingga keluwesan swasta dalam mengelola sumber daya yang ada di negeri ini. Hal ini akan menjadikan peran pemuda untuk berusaha menggunakan fasilitas yang telah disediakan.
Namun, ketika hal ini tidak diberikan maka harapan kemandirian dan korupsi bahkan penyalahgunaan jabatan maka akan semakin banyak akibat ketidak sadaran akan aturan yang dibentuk dengan ahlak yang mulia.
Beda Sistem Pendidikan Islam
Dalam sistem Islam pendidikan lebih tertuju pada bagaimana terwujudnya kepribadian Islam yang dibentuk dengan ketakwaan dan ketaatan pada syariat Allah SWT. Hal-hal yang diperhatikan dalam pendidikan Islam pada pola pikir (aqliyah dan jiwa (nafsiyah) bagi ummat, yaitu dengan cara menanamkan tsaqofah Islam berupa akidah, pemikiran, dan perilaku Islami kedalam akal dan jiwa.
Pendidikan Islam pada dasarnya berusaha mewujudkan manusia yang baik, manusia yang sempurna sesuai dengan fitrahnya bukan pengembangan intelektual atas dasar manusia sebagai warga negara semata, namun lebih pada menjalankan perannya dengan misi sebagai hamba Allah dan sebagai khalifah di muka bumi (khalifah fi al-ardh).
Hal ini terrwujud dengan kurikulum yang dilaksanakan dengan penerapan aturan Islam untuk merealisasikan tujuan tersebut selanjutnya mempersiapkan anak-anak kaum muslim agar diantara mereka menjadi ulama-ulama yang ahli di setiap aspek kehidupan baik ilmu pada umumnya dan ilmu Islam.
Ulama dan para kaum intelektual yang ditempa atas dasar keimanan yang akan menjadi pemikir dan perubahan peradaban yang akan membawa pada kemuliaan bukan malah menjadi pengekor maupun agen pemikiran dan pekerja/tukang dari negara lain.
Dengan demikian sangat berbeda dengan sistem pendidikan sekuler dalam sistem kapitalis saat ini, yang dimana dalam sistem kapitalis menekankan output pendidikan yang bertujuan untuk mencetak para pekerja yang sangat jauh dari ulul albab.
Sementara dalam sistem pendidikan Islam yang akan mampu mencetak kaum intelektual yang berkepriabadian Islam yang mulia serta memiliki kemampuan dalam semua aspek kehidupan disegala bidang ilmu, yang tidak bermental pekerja semata melainkan dengan penguatan yang kuat karena dorongan ketakwaan kepada Allah SWT.
Wallahu a’lam bi as-showab[]