Oleh : Mujianah, S.Sos.I
Mediaoposisi.com-Di era digital seperti sekarang, siapa yang tak kenal internet. Internet seolah menjadi kebutuhan utama masyarakat dari anak-anak hingga orang tua. Mulai dari urusan sekolah, pekerjaan, hingga masak memasak bagi ibu-ibu rumah tangga semua mengandalkan internet. Masyarakat begitu dimanjakan dengan adanya layanan internet. Mereka dimudahkan mengakses apa saja yang dinginkan hanya dengan menggerakan jari tangannya. Mau berita dalam negeri atau luar negeri semua tinggal menggerakan jari. Duniapun seolah berada dalam genggaman.
Hadirnya internet di satu sisi memang berdampak positif. Informasi mudah didapat. Transaksipun semakin cepat. Namun di sisi lain tak jarang internet juga membawa dampak negatif. Mudahnya mengakses konten apa saja di internet membuat para pengguna internet termasuk anak-anak jadi tak terkontrol. Anak-anak dengan leluasa dapat mengakses situs-situs yang tak layak konsumsi. Hal itu tentu sangat berpengaruh pada pembentukan pola pikir dan pola sikap mereka.
Konten-konten pornografi yang berbahaya begitu mudah diakses. Belum lagi video yang menampilkan gaya hidup liberal dan hedonis semakin membuat miris. Ditambah tayangan mistis yang bisa mendangkalkan aqidah semakin laris manis.
Anak-anak yang masih dalam proses mencari jati diri akan begitu mudah meniru dan mengikutinya. Tak heran jika mereka akhirnya kehilangan jati dirinya karena apa yang mereka lihat tak memberi edukasi yang benar pada mereka. Tak hanya itu, iklan yang tiba-tiba muncul saat kita membuka sebuah situs bahkan dalam situs Islam sekalipun juga membawa pengaruh yang tak bisa diremehkan.
Berkaitan dengan hal ini, Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) menilai bahwa internet di Indonesia belum layak anak karena masih ada iklan rokok yang mudah diakses dan dilihat oleh anak-anak.
Pasalnya menurut Lenny N Rosalin, Deputi Tumbuh Kembang Anak Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, salah satu indikator Kabupaten/Kota Layak Anak adalah tidak ada iklan, promosi, dan sponsor rokok. Bila masih ada iklan rokok, berarti internet di Indonesia belum layak anak. Karenanya KPPPA mendukung pemblokiran iklan rokok sebagaimana diminta Menteri Kesehatan Nila F Moeloek kepada Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara.
Apa yang dilakukan oleh Menteri Kesehatan patut diapresiasi. Dan hal itu harus segera ditindaklanjuti oleh Menteri Komunikasi dan Informatika. Akan tetapi untuk mewujudkan internet layak anak sejatinya belum cukup hanya dengan memblokir iklan rokok. Harus ada batasan yang jelas terkait konten-konten yang diakses.
Jika hanya iklan rokok yang diblokir sementara pornografi pornoaksi masih berkeliaran di internet maka sejatinya internet ini juga belum layak anak. Belum lagi game online yang kian diminati anak-anak semakin manambah rasa khawatir para orang tua. Anak-anak bisa kehilangan kontrol diri dan cenderung menghalalkan segala cara jika sudah ketagihan game online. Maka hal ini juga harus menjadi perhatian serius pemerintah jika ingin mewujudkan internet layak anak.
Munculnya iklan dan konten di internet yang tak layak diakses anak-anak sangat dipengaruhi oleh paradigma berpikir kapitalis sekuler. Dalam pandangan kapitalis, manusia memang diciptakan oleh Sang Pencipta. Tapi dalam urusan kehidupan dunia manusia tidak terikat dengan aturan Pencipta. Lalu muncullah prinsip sekuler.
Dalam sistem sekuler agama dipisahkan dari kehidupan. Itu artinya aturan atau prinsip agama tidak boleh mengatur kehidupan. Alhasil, manusia diberi kebebasan untuk menetukan aturan sesuai keinginan dan kepentingannya masing-masing. Maka wajar dalam sistem kapitalis sekuler segala sesuatu diukur secara materi. Untung dan rugi.
Begitupun dalam pengelolaan layanan internet. Yang dipikirkan adalah keuntungan semata. Karenanya, untuk mewujudkan intrenet layak anak, harus dibarengi dengan perubahan paradigma berpikir para penyedia layanan internet dan pemegang kebijakan, agar tak sekedar untung dan rugi yang dipikirkan. Tapi juga nasib generasi ke depan. Jika tidak, maka internet layak anak akan sulit diwujudkan.
Maka dibutuhkan aturan yang komprehensif untuk menjaga masa depan generasi. Tidak sekedar mewujudkan internet layak anak tapi juga menjaga anak-anak dari pengaruh pemikiran, budaya, dan pergaulan asing yang merusak. Islam selain sebagai agama juga merupakan sistem hidup. Islam tidak memisahkan agama dengan kehidupan.
Islam memiliki aturan yang lengkap untuk mengatur dan menyelesaikan persoalan manusia. Mulai dari urusan manusia dengan Tuhanya, manusia dengan dirinya sendiri, sampai urusan manusia dengan sesamanya. Hal itu akan terealisasi jika Islam diterapkan secara kaffah dalam institusi negara. Sebagaimana yang diwajibakan Allah swt dalam firmanNya :
"Wahai orang-orang yang beriman. Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu ikuti langkah- langkah setan. Sungguh, ia musuh yang nyata bagimu". (TQS Al Baqarah : 208)
Jika Islam diterapkan, maka negara akan mengatur seluruh persoalan rakyat dengan aturan Islam. Termasuk dalam media informasi. Negara akan mengatur informasi sesuai ketentuan hukum syariah. Hal itu dalam rangka menjalankan kewajiban negara melayani kemaslahatan umat. Membangun masyarakat Islami yang kuat yang berpegang teguh pada tali agama Allah serta menyebarkan kebaikan ditengah masyarakat. (Struktur Negara Khilafah, bab Penerangan).
Dalam masyarakat Islami tidak akan dibiarkan konten-konten serta pemikiran asing yang merusak dan menyesatkan tumbuh subur. Karena yang menjadi ukuran dalam Islam bukanlah manfaat semata tapi halal dan haram. Masyarakat Islami akan membersihkan keburukan berbagai pemikiran yang bisa merusak generasi. Menjaga generasi dari pengaruh budaya asing serta senantiasa menjaga aqidah dengan banyak memuji Allah Swt.
Wallahu 'alam bisshowab. [MO/AS]