Gambar: Ilustrasi |
Oleh: Rana Salsabila
(Member Pena Muslimah Cilacap)
Mediaoposisi.com-Mahalnya harga tiket pesawat menjadi masalah yang berlarut-larut. Apalagi di musim liburan sekolah seperti saat ini. Banyak para pengguna alat transportasi udara ini yang mengeluh akibat harga tiket yang semakin melejit. Namun, pemerintah justru membentangkan karpet-karpet merah kepada maskapai asing untuk menggarap rute domestik di Indonesia.
Dengan kondisi maskapai tanah air yang tengah ‘sekarat’, kebijakan pemerintah mendatangkan maskapai asing justru akan menjadi pukulan yang menyakitkan.
Pengamat penerbangan sekaligus KSAU, Chappy Hakim, menyebutkan bahwa mengundang maskapai asing bukanlah solusi yang tepat. “Apakah memang benar-benar dibuka kesempatan bagi maskapai asing, maka bisa terjadi bahwa ada maskapai asing yang melihat peluang besar untuk memperoleh keuntungan di Indonesia, karena Indonesia negara kepulauan. Apabila maskapai asing yang melirik opportunity yang begitu besar dan memiliki kapital kuat, dia bisa dengan mengambil alih semuanya. Tidak ada maskapai asing saja Merpati bangkrut, Garuda belum selesai dengan lilitan hutangnya. Bagaimana kalau maskapai asing dengan kapital yang besar bisa mengambil alih semuanya? Itu sangat berbahaya.” Tegas Chappy Hakim. (Merdeka.com, 15/06/2019).
Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Didik J. Rochbini, menegaskan, “Kita tidak mendapat kesempatan untuk membangun industri dan pelaku usaha yang sehat jika solusinya gegabah hanya dengan cara mengundang maskapai asing tapi melupakan akar masalahnya. Kerugian tersebut akan terlihat pada akumulasi pendapatan primer Indonesia yang akan lebih meningkatkan defisit jasa dan defisit neraca berjalan. Jika cara kebijakan ini dilakukan, maka pemerintah telah membangun fondasi ekonomi yang rapuh ke depan. Kerugian masa depan akan jauh lebih besar jika pemerintah menjalankan kebijakan instan yang gegabah seperti ini.” (RMOL.ID, 16/06/2019).
Kebijakan yang diambil oleh pemerintah dengan membentangkan karpet merah untuk maskapai
asing bukan merupakan solusi dari mahalnya tiket pesawat. Justru, akan membunuh secara
perlahan maskapai-maskapai tanah air. Kebijakan tersebut juga dapat membuka celah masuknya korporasi asing dalam pengelolaan sektor pelayanan publik. Dan, memberikan peluang bagi asing untuk menguasai dan mencengkeram negeri ini.
Pemerintah nampaknya lepas tangan dengan masalah melejitnya harga tiket pesawat. Ini
terlihat dari solusi yang diambil oleh pemerintah yang justru menyerahkan masalah ini kepada maskapai asing. Jelas ini menjadi bukti buruknya pengelolaan layanan publik dikarenakan menempatkan negara sebagai regulator. Bahkan, bertindak sebagai perusahaan yang menjadikan sektor ini sebagai lahan bisnis/industri.
Paradigma neolib-kapitalistik yang menjadi biang kerok permasalahan tersebut. Negara pun tidak memahami fungsi dan peran pengelolaan sektor pelayanan publik. Berbeda jika sistem Ekonom Islam diterapkan di negeri ini. Karena, Islam tidak hanya mengatur tapi juga memberikan solusi.
Dalam negara Khilafah (sistem Islam), layanan publik seperti transportasi, merupakan kepemilikan negara (state property). Milik negara adalah harta yang merupakan hak seluruh kaum Muslim, sementara pengelolaannya menjadi wewenang Khalifah. Ia bisa mengkhususkan sesuatu untuk sebagian kaum Muslim sesuai dengan apa yang menjadi pandangannya.
Pengelolaan oleh Khalifah ini menunjukkan adanya kekuasaan untuk mengelolanya. Inilah makna kepemilikan. Sebab, kepemilikan bermakna adanya kekuasaan pada diri seseorang atas harta yang dimilikinya. Atas dasar ini, setiap kepemilikan yang pengelolaannya bergantung pada pandangan dan ijtihad khalifah dianggap sebagai kepemilikan negara.
Pengelolaan harta milik negara wajib diserahkan kepada negara dan haram diserahkan kepada swasta, baik lokal apalagi swasta asing. Pengelolaan oleh negara bisa dilakukan secara langsung atau melalui Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha Milik Umum (BUMU). Jadi, negara dalam sistem ekonomi Islam akan terjun langsung sebagai aktor ekonomi, bukan hanya sebagai regulator.
Seorang Khalifah (pemimpin) akan menjalankan fungsinya dalam menjalankan ekonomi negara sesuai optimalisasi tiga peran negara. Fungsi tersebut diantaranya fungsi alokatif, fungsi distributif, dan fungsi stabilitatif sebagai berikut.
1. Fungsi Alokatif yaitu negara mengalokasikan anggaranya dengan tujuan menyediakan barang-barang (kepemilikan) publik kepada masyarakat secara memadai. Tanggung jawab penyediaan barang-barang publik diserahkan kepada negara karena sangat dibutuhkan publik. Negara harus menyelenggarakan manajemen yang baik termasuk mempersiapkan sumber daya manusia dan tenaga ahli di kalangan kaum Muslim yang cakap dalam memenuhi kebutuhan masyarakat.
2. Fungsi Distributif yaitu negara melakukan distribusi kekayaan di masyarakat yang diatur secara khas dan didasarkan pada prinsip-prinsip distribusi serta diatur dengan mekanisme distribusi. Negara berperan besar dalam distribusi kekayaan agar berjalan baik dan rakyat terpenuhi kebutuhan pokok, baik kebutuhan dasar individu maupun kebutuhan dasar masyarakat.
3. Fungsi Stabilitatif, negara melakukan tindakan-tindakan antisipasi terhadap instabilisasi
ekonomi. Ancaman dan intervensi asing tidak akan ditoleransi oleh negara.
Basis ideologi Islam yang menjadi ruh aktivitas rakyat Islam akan menjadikannya bergerak menentang segala upaya penguasaan asing atas negaranya. Dengan modal yang sedemikian tangguh, pemimpin negara tidak ragu untuk melindungi rakyatnya dari gangguan dan ancaman apapun. Pemimpin negara tidak akan lagi terbungkuk-bungkuk di hadapan negara lain karena terlalu besarnya beban hutang luar negeri yang harus ditanggung. Hal ini karena semua operasional negara bisa diatasi oleh sumber daya internal tanpa harus bergantung pada pihak asing.
Karena itulah, mempertahankan sistem ekonomi kapitalis sama dengan mempertahankan dan meningkatkan kerusakan, kemiskinan, dan penderitaan rakyat. Sudah saatnya umat mencampakkan sistem ekonomi kapitalis. Dan, menggantinya dengan sistem ekonomi Islam yang ditegakkan dalam institusi Daulah Khilafah Islamiyah. Wallahu a’lam bishshawab. [MO/ms]