Oleh : Nur Azizah
(Aktivis Muslimah Jakarta Utara)
Fadli Zon menjelaskan, dirinya menyampaikan hal tersebut berdasarkan adanya ratusan korban yang gugur selama proses pemilu 2019 berlangsung.
Dalam hal ini, adalah ratusan korban yang merupakan petugas KPPS, serta sejumlah orang yang meninggal saat terjadi kericuhan dalam aksi massa tolak hasil pilpres 2019 di depan kantor Bawaslu RI, pada 21 dan 22 Mei lalu.
"Kita menghadapi sebuah tragedi di dalam demokrasi kita. Sudah jatuh korban dari KPPS, lebih dari 600 orang meninggal yang tidak mendapatkan satu perhatian memadai, kemudian sekarang ada 8 orang, ada juga informasi yang menyebutkan 16 orang yang meninggal di dalam penanganan aksi demonstrasi 21-22 Mei," ujar Fadli Zon.
Atas banyaknya korban tersebut, Fadli menilai nyawa di Indonesia seperti tidak dihargai sepadan.
"Nyawa di Indonesia sepertinya murah dan sambil lalu saja. Kemudian dibahas kemudian tidak ada pertanggungjawaban," ungkap Fadli.
Ia lantas menyebutkan adanya sejumlah bukti yang memperlihatkan bahwa ada oknum aparat yang menyalahgunakan kekuasaan (abuse of power).
"Video-video yang beredar di media sosial juga banyak bukti-bukti yang melihat, mempertunjukkan bahwa begitu banyak abuse of power yang terjadi menurut saya dilakukan oleh oknum-oknum, termasuk juga aparat keamanan. Saya melihat itu," ujar Fadli.
Pemilu tahun ini memang dikatakan sangat berbeda dengan Pemilu tahun-tahun sebelumnya. Pasalnya pemilu kali ini sangat meresahkan warga.
Dikarenakan banyaknya nyawa petugas KPPS yang Melayang tanpa dimengerti secara rinci apa penyebabnya sampai ke masalah kecurangan yang terjadi di Pemilu tahun ini.
Dan tidak sampai disitu sisa-sisa pemilupun menyisakan kesemerawutan dan beragam permasalahan. Dimulai dari perdebadan yang sengit, demonstrasi massa yang baru saja terjadi bahkan sampai ke penghembusan isu people power.
Setelah berakhirnya perhitungan suara capres dan cawapres tahun 2019, yang dimana kemenangan berpihak kepada paslon nomor urut 01.
Namun tidak selesai disitu karena banyak masyarakat bahkan pengamat politik langsung beranggapan bahwa kemenangan itu sangat misterius, pasalnya banyak pihak yang dirugikan, kecurangan-kecurangan yang terjadi antara pro pada pertahanan dan menjadi fakta yang tidak terbantahkan.
Masyarakatpun beranggapan bahwa pemilu tahun ini banyak kecurangan, manipulasi data yang rentan dengan kebohongan. Sudah dipastikan negeri penganut sistem Demokrasi ini sudah tidak sehat dan mati.
Masyarakat yang turun ke Aksi 22 Mei pekan lalu mencoba untuk menyampaikan kebenaran namun nyatanya tidak diterima dan bahkan ada beberapa kejadian yang membuat kita mengerti tentang bagaimana bobroknya sitem pertahanan demokrasi yang buruk ini.
Sistem yang digadang-gadang sebagai landasan keberhasilan suatu negara ini tidak pernah membuahkan hasil yang baik untuk negara itu sendiri bahkan masyarakatnya.
Kezaliman terus mengalir, nyawa umat islam bagaikan ikan yang hendak dimakan. Padalah dalam islam dijelaskan di suatu Hadis bahwa satu Nyawa umat muslim itu lebih penting dari dunia seisinya.
“Musnahnya dunia lebih ringan di sisi Allah daripada terbunuhnya seorang muslim.” (HR. Muslim)
Dan Allah sampaikan juga di penggalan ayat berikut tentang hukuman bagi mereka yang membunuh seorang mukmin secara sengaja.
“Dan barang siapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannya ialah Jahanam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya.” (QS. An Nisa’: 93)
Faktanya sistem ini tidak menjadikan Negaranya adil dan jujur, melainkan kebalikannya. Membungkam semua yang ingin mengatakan kebenaran. Memberikan posisi bagi mereka yang mendukung Misinya.
Ketika ricuh 22 Mei pekan lalu jaringan media sosial di Nonaktifkan dengan tujuan untuk tidak tersebarnya berita-berita fakta, dan menggantikannya dengan pemberitaan yang tidak aktual. Padahal dengan langkah seperti itu sudah jelas bahwa penganut sistem Demokrasi tidaklah bisa dibiarkan kembali tegak di Indonesia.
Sayangnya demonstrasi massa yang dilakukan kemarin dianggap oleh pemerintah atau rezim ini adalah kesalahan yang disebabkan oleh Khilafah. Khilafahlah yang dianggap memboncengi kesemerawutan dan kekacuan pemilu di Tahun ini.
Sungguh pernyataan yang sangat menggelikan. Para pejuang Khilafah tidak pernah ikut berkontribusi didalam kisruhnya Pesta Demokrasi Jangankan untuk berkontribusi memilih didalamnya, untuk mencoblospun enggan. Maka dari itu Para pejuang Khilafah memilih untuk Golput daripada ikut nyemplung ke dalam pesta demokrasi.
Maka dari itu sudah saatnya menetapkan Sistem Islam ke dalam kehidupan. Karena hakikatnya islam tidak hanya mengatur ibadah spiritual belaka saja, tetapi mencakup segala hal dimulai dari bangun tidur hingga bangun negara.
Pemimpin yang menerapkan sistem Islam secara kaffahlah yang akan menjaga umatnya dari segala permasalahan, mengaturnya dengan sistem Islam. Menjadikan Islam sebagai landasannya.
Karena dengan Khilafahlah akan melahirkan pemimpin yang mau bertanggung jawab akan kebutuhan-kebutuhan umatnya serta senantiasa menerima saran dan kritik dari umatnya.
Tidak ada waktu lagi untuk berdiam diri hanya melihat dengan seksama dan menerima semuanya dengan lapang dada. Sudah saatnya kita mendakwahkan pentingnya Islam bagi seluruh aspek kehidupan dan tidak lagi memisahkan Agama dari kehidupan.[MO/ad]