Oleh : Nasrudin Joha
Fokus Camera yang berkelindan di seputar artis yang bernyanyi, massa yang berkumpul, serta sorotan ruang tribun GBK akan menampilkan kesan 'wah' dan gegap gempita. Sementara kita tinggalkan urusan ini, soal peserta kampanye, jelas masa 02 jauh lebih besar, meriah, beradab dan menampakan aura harapan dan perubahan, ketimbang massa kampanye 01.
Penulis hendak fokus pada segmen dukungan yang berhimpun di barisan Jokowi. Salah satu segmen pendukung Jokowi adalah para banci. Bukan banci yang alamiah, sebagai Qadla yang ditetapkan Allah SWT karena adanya alat kelamin ganda. Tapi banci yang menentang syariah, menentang fitrah, mengubah karunia kelakiannya, meniru dan mempersepsikan dirinya sebagai perempuan.
Banci laki-laki melambai, yang ingin menukar jiwa kelakian yang Allah SWT telah karuniakan, menjadi perilaku melambai yang dikira mampu untuk menumbuhkan benih peradaban, untuk melanjutkan keturunan.
Padahal, Rasulullah SAW bersabda :
لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – الْمُتَشَبِّهِينَ مِنَ الرِّجَالِ بِالنِّسَاءِ ، وَالْمُتَشَبِّهَاتِ مِنَ النِّسَاءِ بِالرِّجَالِ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki” (HR. Bukhari no. 5885).
Dalam lafazh Musnad Imam Ahmad disebutkan,
لَعَنَ اللَّهُ الْمُتَشَبِّهِينَ مِنَ الرِّجَالِ بِالنِّسَاءِ ، وَالْمُتَشَبِّهَاتِ مِنَ النِّسَاءِ بِالرِّجَالِ
“Allah melaknat laki-laki yang menyerupai wanita, begitu pula wanita yang menyerupai laki-laki” (HR. Ahmad no. 3151, 5: 243. Sanad hadits ini shahih sesuai syarat Bukhari).
Jelas, Allah SWT melambat para waris, mengharamkan perilaku waria, tetapi Jokowi justru berhimpun berada bersama dukungan 500 waria yang hadir dalam kampanye di GBK. Jokowi, bukannya meluruskan fitrah waria agar kembali pada kelakiannya, menjadi putra bangsa yang akan meneruskan generasi, tetapi malah mengeksploitasi waria untuk dukungan Pilpres.
Bukan hanya waria, Jokowi juga pro LGBT, membiarkan penyimpangan fitrah yang akan merusak masa depan bangsa. Masa depan Indonesia, jelas akan suram jika penduduk negeri ini menyalurkan syahwat tidak sesuai dengan fitrahnya.
Apa mungkin ada putra Indonesia di masa depan yang akan lahir dari rahim waria ? Apa akan ada, para teknokrat, ulama dan negarawan yang lahir dari waria ?
Sebaiknya, para waria ini akan menjadi 'penyakit menular' yang merusak fitrah anak bangsa dengan karakter kelakiannya, menjadi melambai dan kewanita-wanitaan. Ini bahaya sekali !
Karena itu, sebelum mengambil keputusan pada 17 April nanti, perhatikanlah kebijakan, kecenderungan, teman dan orang yang ada di sekeliling calon. Membiarkan maksiat, bahkan berteman dan melindungi perilaku maksiat, jelas akan menjadi sebab masa depan suram bagi bangsa ini. [MO/vp].