-->

Islam Dan Solusi Fundamental Industri 4.0

Silahkan Bagikan Jika Bermanfaat
Advertisemen

Oleh : Uswatun Hasanah al-Anjiry
Mahasiswi Pasca Sarjana ULM Banjarmasin
Mediaoposisi.com-Sejarah zaman industri baru sekitar 2 abad.  Namun dunia industri sudah mengalami empat kali revolusi.  Revolusi pertama tahun 1784 ketika ditemukan mesin uap, yang lalu secara luas menggantikan tenaga manusia atau hewan di pabrik-pabrik, pertambangan atau alat transportasi.

Revolusi kedua terjadi tahun 1870 ketika tenaga listrik mulai digunakan secara massif untuk membagi pekerjaan manufaktur dalam ban berjalan.  Revolusi ketiga terjadi tahun 1969 setelah semi konduktor membuat perlengkapan elektronik menjadi murah.  Dan kini, revolusi industri keempat sedang terjadi, yang ditandai tiga teknologi kunci: Internet of things (IoT), BigData, dan Artificial Intelegence (AI).

Akibat revolusi ini, dalam beberapa tahun mendatang akan terjadi pergeseran pekerjaan secara besar-besaran.  Perusahaan ojek-online yang baru tumbuh dan meraksasa, boleh jadi dalam beberapa tahun mendatang akan tergantikan dengan ojek tanpa driver menyusul kesuksesan taksi tanpa sopir.  Di masa lalu, mesin uap juga telah menggeser jutaan buruh.

Penerangan listrik menggeser jutaan petugas penyala obor penerangan jalan. Sentra Telepon Otomat menggeser jutaan petugas switching Telkom.  Maka kini IoT, BigData dan AI akan menggeser jutaan sekretaris, sopir, penerjemah, satpam, bahkan guru.

Hal ini tidak luput dari perhatian pihak Perguruan Tinggi di Indonesia. Menurut Menristek dikti M Nastsir ada tiga aspek yang menjadi fokus Kemenristekdikti dalam menghadapi revolusi industri 4.0. Pertama adalah berkaitan dengan literasi.

Literasi ini adalah literasi pada data, literasi pada teknologi dan literasi pada manusia atau human. Kedua, berkaitan dengan kejujuran sebagai insan akademis. Ketiga adalah persoalan narkoba. Dia menganggap bahwa inovasi di dunia kampus mulai diterima di dunia industri. (Kompas.com).

Sejumlah Perguruan Tinggi swasta di Kalimantan Selatan juga merespon era Revolusi Industri 4.0 ini, seperti Akademi Sekretaris dan Manjemen Indonesia (ASMI) memastikan lulusan mereka siap memenuhi kebutuhan dunia kerja di era revolusi industri 4.0.

Menurut Direktur ASMI Banjarmasin M Hasan Lubis, peserta didik ASMI Banjarmasin banyak dijejali keilmuan sesuai dengan kebutuhan era revolusi industri 4.0. ASMI Banjarmasin rutin melakukan kerjasama dengan instansi dan perusahaan di Kalsel. (kanalkalimantan.com)

Kemudian dari kampus UNISKA sudah mengusung tema pada saat wisuda yaitu “Uniska Hijrah Menuju Revolusi Industri 4.0”.

Dalam Hijrah menuju revolusi Industri 4.0 ini UNISKA menetapkan kebijakan strategis yang dituangkan dalam Renstra UNISKA MAB tahun 2017-2021, selanjutnya dijabarkan dalam bentuk program yang disusun berdasarkan beberapa isu strategis terutama pada sektor: Kualitas sumber daya manusia; kualitas manajemen; Kualitas kegiatan Kemahasiswaan; dan Kualitas penelitian dan publikasi ilmiah sebagaimana parameter yang digariskan oleh Kemristek Dikti. Ujar Rektor UNISKA MAB Abd. Malik, S.Pt., M.Si, Ph.D. (http://uniska-bjm.ac.id)

Sekolah Tinggi Manajemen dan Informatka (STMIK) Indonesia Banjarmasin juga merespon hal ini. Menurut Ketua Yayasan Pendidikan Bina Ilmu dr.H.M Zairullah Azhar mengatakan, alumni STMIK Indonesia siap menjawab tantangan revolusi industri 4.0, yang merupakan generasi ke empat perkembangan teknologi digital.

Peran manusia secara bertahap diambilalih oleh mesin. Akibatnya, jumlah pengangguran semakin meningkat. Hal ini tentu saja akan menambah beban dan masalah, baik lokal maupun nasional Lulusan STMIK bisa menjawab tantangan era revolusi industri 4.0. Belum lulus sudah siap kerja dan mereka bisa mengisi kebutuhan dunia kerja,” kata Zairullah. (jejakrekam.com)

Universiitas Muhammadiyah Banjarmasin pada Rapat Koordinasi Nasional Bidang Akademik dan Riset Pimpinan Perguruan Tinggi Muhammadiyah dan Aisyah (PTMA) dengan tema “Penguatan Mutu dan Inovasi PTMA di Era Revolusi Industri 4.0). Dalam Rakornas dbahas tentang penelitian dan publikasi ilmiah dalam menghadapi persaingan perguruan tinggi d era RI 4.0 dan kebijakan pemerintah dalam Kemenritekdikti. (banjarmasin.tribunnews.com)


Neoimperialisme dibalik Revolusi Industri 4.0

Revousi Industri 4.0 dicanangkan sebagai agenda dunia pada Forum Ekonomi Dunia 2016. Saat ini, RI 4.0 menjadi arus politik di Indonesia sebagaimana halnya di berbagai penjuru dunia yang lain. Kemajuan teknologi RI 4.0 pada bidang fisika, digital dan biologi serta turunannya seperti Internet of Things, Artificial Intelligence, dan Cloud Computing, telah menyilaukan mata dari maksud terselubung agenda RI 4.0.

Hasilnya, Negara kafir penjajah pengendali Pendidikan Tinggi dan Riset sehingga semakin jauh dari fungsi yang seharusnya. Begitu pula dengan fungsi civitas academica.

Kemudian pemanfaatan teknologi RI 4.0 yang berlangsung di atas pentas sistem kehidupan sekuler-liberal serta sarat agenda hegemoni barat hngga semakin memperparah krisis multi dimensi. Mulai dari krisis ekonomi dan sosial yang ditandai oleh gelombang pengangguran, krisis nilai-nilai Islam yang ditandai lifestyle barat yang meluas, hingga krisis fungsi negara yang semakin parah.

Agenda RI 4.0 menjadikan asing kafir penjajah sangat berkepentingan terhadap pendidikan tinggi dan riset, berikut civitas academica tentunya.

Baik sebagai penghasil riset, penghasil tenaga kerja terdidik sekaligus pasar teknologi RI 4.0. Di saat bersamaan eksploitasi terhadap sumber daya alam berlangsung semakin massive. Sebab, bila ditelaah secara mendalam RI 4.0 sendiri merupakan agenda yang didesain barat bagi kesuksesan dan kepercepatan terwujudnya target-target politik barat.

Khususnya, agenda ekonomi pasar bebas Knowledge Based Economy (KBE). Yang pada agenda KBE ilmu didudukan sebatas faktor produksi untuk pertumbuhan ekonomi, dan World Class University sebagai pilarnya. Oleh karena itu sesungguhnya pengarusan agenda RI 4.0 pada pendidikan tinggi hanyalah demi percepatan pencapaian agenda hegemoni barat pada pendidikan tinggi dan riset.

Hal ini terlihat dari rekomendasi Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Kemenristekdikti 16-17 Januari di USU-Medan, dan press release bertajuk “Kebijakan Kemenristek DikTi Menghadapi Globalisasi Pendidikan dan Revolusi Industri 4.0.” Demikian pula tampak dari empat poin kebijakan baru pendidikan tinggi. Baik Pendidikan Jarak Jauh (PJJ)/kuliah daring, program studi baru, pendidikan vokasi maupun kehadiran perguruan tinggi luar negeri.

Walhasil, pengadopsian nilai dan standar barat pada pendidikan tinggi dan riset semakin deras. Berupa program World Class Professor (WCP), peningkatan riset dan publikasi berindeks Scopus dan WoS (Web Of Science). Demikian pula peningkatan kolaborasi neoliberal triple/ quadruple helix dan hilirisasi riset.

Di samping internasionalisasi berupa program pembukaan perguruan tinggi asing, program Online/Distance learning, pembukaan program studi baru sesuai kebutuhan industri, revitalisasi pendidan vokasi, dan peta riset yang mengacu pada agenda RI 4.0. Pelaksanaannya dikontrol oleh Global Competiveness Index, yang merupakan ukuran keberhasilan suatu negara menjalankan agenda RI 4.0, khususnya indikator “University-Industry Collaboration in Reasearch & Develompment.”

Secara khusus direkomendasikan kemeristekdikti memperbanyak riset grup, pengembangan program peningkatan produktifitas riset, regulasi operasional dan implementasi RIRN 2015-204 dan penyesuaian paradigma Tridharma Perguruan Tinggi dengan era industri 4.0.

Maka tidak heran seiring pengarusan agenda RI 4.0 kolaborasi dengan negara kafir penjajah pada aspek riset, pendidikan tinggi semakin menonjol.

Yakni, Amerika Serikat, dan negara Eropa seperti Inggris, Perancis, Jerman, Belanda, Belgia, Denmark, Swiss, dan Irlandia. Di samping itu juga dengan Australia dan negara penjajah dari Asia, yakni Jepang dan Cina.

Adapun tujuan dari kolaborasi ini tidak lain dan tidak bukan adalah untuk memenuhi hegemoni kafir penjajah. Mulai dari kemudahan pembajakan potensi intelektual, hingga memfasilitasi penguasaan teknologi terkini oleh korporasi dan barat.

Hasil riset tentunya dapat di komersilkan sepert yang disampaikan oleh Menristekdikti, “Inovasi juga menjadi hal yang penting dalam pengembangan pendidikan tinggi.

Karena hasil riset berbagai ilmu harus diaplikasikan ke industri dan masyarakat, untuk dikomersialkan, serta harus memenuhi kebutuhan pasar dunia.” Hingga pada akhirnya mengutip pendapat Dr. Rini Syafri “Di balik kecanggihan teknologi RI 4.0, baik per bagian maupun keseluruhan agenda RI 4.0 pada pendidikan tinggi hanyalah menjadikan negara kafir penjajah sebagai pengendali pendidikan tinggi, riset dan teknologi.

Hegemoni dan eksploitasi terhadap potensi intelektual semakin leluasa. Penyimpangan fungsi pendidikan tinggi dan riset semakin memprihatinkan. Hak publik terhadap pendidikan tinggi gratis/murah dan berkualitas semakin jauh dari kenyataan. Ini satu hal, hal yang lain, sivitas akademi semakin terperangkap dalam kemuliaan semu”.


Revolusi Industri dalam Perspektip  Islam

Perkembangan teknologi ini mampu memberi konstruksi pengembangan dan pemanfaatan teknologi yang mampu mewujudkan peradaban gemilang. Dengan apakah peradaban itu bisa diwujudkan? Tidak lain adalah dengan ideologi Islam, yang menjadikannya sebagai qiyadah fikriyah (kepemimpinan berfikir) dalam memecahkan problematikan umat.

Islam mengajarkan bahwa segala aktivitas yang dilakukan adalah untuk beribadah kepada Allah, membuat sarana dalam mewujudkan kemaslahatan umat, dan meraih kebahagiaan dengan mendapat ridha Allah swt.

Menurut Prof. Dr.-Ing. H. Fahmi Amhar, peradaban Islam memiliki sesuatu yang unik, yaitu membawa nilai-nilai yang dituju oleh manusia (nilai material, nilai emosional, nilai sosial dan nilai spiritual) secara simultan, diajak maju dengan bermartabat, yang berketuhanan Maha Esa.

“Kita sebagai muslim, terutama rekan mahasiswa sebagai generasi muda harus berusaha untuk menguasai supaya bisa mengendalikan arah  revolusi industri ini, kalau tidak demikian maka kita akan menjadi korban.

Umat Islam kalau tidak menguasai teknologi, dia pasti akan terjajah. Sementara, teknologi termasuk revolusi industri keempat kalau tidak dikendalikan umat Islam maka ia akan menjajah. Hanya teknologi termasuk revolusi industri keempat yang dilandasi dengan semangat Islam, dikendalikan oleh orang–orang Islam itu akan membebaskan manusia dari penjajahan.”

Kegemilangan Teknologi di Masa Kejayaan Islam

Sejarah peradaban Islam pernah mengalami revolusi yang mempengaruhi produksi dan menggeser sejumlah profesi.

Revolusi itu adalah revolusi pertanian. Āḥmad ibn Dawūd Dīnawarī (828-896) menulis Kitâb al-nabât dan mendeskripsikan sedikitnya 637 tanaman sejak “lahir” hingga matinya, juga mengkaji aplikasi astronomi dan meteorologi untuk pertanian, seperti posisi matahari, angin, hujan, petir, sungai, mata air.

Dia juga mengkaji geografi dalam konteks pertanian, seperti tentang batuan, pasir dan tipe-tipe tanah yang lebih cocok untuk tanaman tertentu.  Abu Bakr Ahmed ibn 'Ali ibn Qays al-Wahsyiyah (sekitar 904 M) menulis Kitab al-falaha al-nabatiya yang mengandung 8 juz yang kelak merevolusi pertanian, antara lain tentang teknik mencari sumber air, menggalinya,  menaikkannya ke atas.  Di Barat teknik ini disebut “Nabatean Agriculture”.

Para insinyur muslim merintis berbagai teknologi terkait air, baik untuk irigasi atau menjalankan mesin giling.  Dengan mesin ini, setiap penggilingan di Baghdad abad 10 sudah mampu menghasilkan 10 ton gandum setiap hari.  Pada 1206 al-Jazari menemukan berbagai variasi mesin air yang bekerja otomatis.  Berbagai elemen mesin buatannya ini tetap aktual hingga sekarang, ketika mesin digerakkan dengan uap atau listrik.

Pada abad 13, Abu al-Abbas al-Nabati dari Andalusia mengembangkan metode ilmiah untuk botani, mengantar metode eksperimental dalam menguji, mendeskripsikan, dan mengidentifikasi berbagai materi hidup dan memisahkan laporan observasi yang tidak bisa diverifikasi. Ibnu al-Baitar (wafat 1248) mempublikasikan Kitab al-Jami fi al-Adwiya al-Mufrada, yang merupakan kompilasi botani terbesar selama berabad-abad.

Kitab itu memuat sedikitnya 1400 tanaman yang berbeda, makanan, dan obat, yang 300 di antaranya penemuannya sendiri.  Ibnu al-Baitar juga meneliti anatomi hewan dan merupakan bapak ilmu kedokteran hewan, sampai-sampai istilah Arab untuk ilmu ini menggunakan namanya.

Ilmuan Banua yaitu Syaikh Muhammad Arsyad Al-Banjary yang merupakan ilmuan ekologi dan ahli lingkungan, dalam kitab beliau Sabilal Muhtadin membahas tentang fiqh lingkungan perairan (lahan basah) dan kearifan lokal. Hal ini yang menjadi salah satu visi Unversitas Lambung Mangkurat dan STKIP PGRI Banjarmasin.

Ini adalah sedikit fakta yang terkait langsung dengan pertanian dalam arti sempit.  Namun revolusi pertanian yang sesungguhnya terjadi dengan berbagai penemuan lain. Alat-alat prediksi cuaca, peralatan mempersiapkan lahan, teknologi irigasi, pemupukan, pengendalian hama, pengolahan pasca panen, hingga manajemen perusahaan.

Kombinasi sinergik semua ini menghasilkan akselerasi dan pada moment tertentu layak untuk disebut “revolusi pertanian muslim”. Revolusi ini ditunjang berbagai hukum pertanahan Islam, sehingga orang yang memproduktifkan tanah mendapat insentif.  Tanah tidak lagi dimonopoli kaum feodal dan tak ada lagi petani yang merasa dizalimi sehingga malas-malasan mengolah tanah.  Negara juga menyebarkan informasi teknologi pertanian sampai ke para petani di pelosok-pelosok.

Dari sini kita belajar, bahwa revolusi produksi, termasuk revolusi industri, seharusnya bisa dikendalikan sehingga tidak menghancurkan lingkungan, tidak merusak tananan sosial, dan tidak menjajah bangsa lain.
Melimpahnya produksi dan berkurangnya kebutuhan tenaga manusia, seharusnya digunakan manusia untuk melakukan hal-hal lain yang lebih bermakna.  Mereka bisa melakukan hal-hal yang tidak bisa diwakilkan ke mesin, robot atau komputer, semisal lebih banyak ibadah, menghafal Qur’an, berdakwah, rekreasi dengan keluarga, mengasuh anak, hingga merawat orang tua.

Manusia mendapat tugas utama untuk ibadah dan seorang mukmin memiliki misi untuk menyebarkan rahmat ke seluruh alam.  Tentu saja, ibadah semisal sholat, tidak bisa diwakilkan.

Tidak boleh juga tugas seorang imam atau khatib dibebankan pada robot, sekalipun hafal Qur’an dan bacaannya merdu.  Berbagai pekerjaan kreatif yang melibatkan emosi seperti seni, inovasi teknologi dan ijtihad fiqih juga tidak bisa dilakukan oleh komputer.  Komputer hanya menjadi alat pendukung saja.

Namun semua ini hanya bisa dilakukan jika umat Islam menjadi umat terbaik di dunia.  Hanya dengan terbaik itu mereka lebih berwibawa untuk menyuruh yang makruf dan mencegah yang mungkar serta [mengajak] beriman kepada Allah.

Tanpa berkualitas terbaik, revolusi industri 4.0 akan terlepas dari tangan umat Islam seperti revolusi industri sebelumnya. Untuk itu, hendaklah tetap berpegang teguh pada metode yang dicontohkan oleh Rasulullah.

Inilah warisan unggul yang diperlukan untuk menghadapi RI 4.0 yang suka tak suka sudah memasuki rumah-rumah kita. Teknologi jika tidak di tangan umat Islam, cenderung menjajah.  Umat Islam tanpa teknologi cenderung terjajah.  Namun, jika teknologi dikembangkan dan dikendalikan oleh umat Islam, akan membebaskan dunia dari penjajahan.[MO/vp]

Silahkan Bagikan Jika Bermanfaat

Disclaimer: Gambar, artikel ataupun video yang ada di web ini terkadang berasal dari berbagai sumber media lain. Hak Cipta sepenuhnya dipegang oleh sumber tersebut. Jika ada masalah terkait hal ini, Anda dapat menghubungi kami disini.
Related Posts
Disqus Comments
close