Oleh : Nasrudin Joha
Mediaoposisi.com-Saya sependapat dengan pernyataan Jendral TNI (Purn) Gatot Nurmantyo, yang menghimbau publik jangan mau dipecah belah oleh orang-orang yang haus kekuasaan.
Meski tidak eksplisit tunjuk hidung, rasanya himbauan ini jelas ditujukan pada manuver AM Hendropriyono yang mengunggah tudingan ideologi khilafah membonceng pada agenda Pilpres 2019. Pernyataan Hendro ini bisa dipahami sebagai tudingan serius kepada kubu 02.
Sebab, beberapa kali kubu TKN Jokowi menuding Prabowo didukung oleh kalangan radikalis dan juga pengusung ideologi khilafah. Pernyataan Hendro, implisit juga menuding kubu 02 diboncengi misi ideologi khilafah.
Target utama statement Hendro ini adalah agar rakyat tidak memilih kubu 02, agar rakyat takut melabuhkan pilihan politik kepada 02, setelah selama ini ditipu dan dizalimi rezim Jokowi. Rakyat, diminta untuk menerima dan pasrah dalam kezaliman dan jangan meninggalkan Jokowi, karena jika Jokowi kalah bangsa ini akan rusak binasa.
Nyanyian Hendro, secara eksplisit menuding dan menyerang khilafah sebagai ajaran Islam. Di ceritakan khilafah yang bertanggungjawab pada sejumlah pembantaian umat manusia di Suriah, Afghanistan, Irak, dan diberapa negara lain di timur tengah.
Padahal, persoalan utama di timur tengah adalah penjajahan barat dan Amerika, serta kezaliman penguasa antek terhadap rakyatnya. Di timur tengah, adalah bukti betapa jahatnya ideologi kapitalisme yang menjajah dan memecah-belah negeri kaum muslimin.
Secara implisit, nyanyian Hendro ini menuding kubu penantang, kubu Prabowo. Narasi yang dibangun, ingin menjauhkan publik pada pilihan politik untuk Prabowo. Pesan sederhananya, jangan pilih Prabowo yang didukung radikalis dan pendukung khilafah, nanti Indonesia akan di suriahkan.
Padahal, senyatanya negeri ini berada dibawah ancaman ideologi sosialisme komunis China. Beberapa indikasi itu tampak jelas :
Pertama, pada September 2014 sejumlah parpol melakukan pertemuan dengan Partai Komunis China. Partai NasDem menggelar pertemuan dengan Partai Komunis Tiongkok (PKT) atas inisiasi Kedutaan Tiongkok di Jakarta. Sebelum NasDem, rupanya sudah ada 5 parpol lain di Indonesia yang punya kerja sama baik dengan PKT yaitu Golkar, Gerindra, Demokrat, PDIP dan PPP.
"Kita sudah banyak jalin kerja sama di Indonesia, saya harap dengan NasDem juga bisa bekerja sama. Walau ini bukan kunjungan resmi dari partai, tapi sudah membuka lembaran baru untuk kerja sama ke depan," kata Deputy Director International Department of the Central Committee Communist Party of China, Zhang Xuyi (12/09/2014).
Kedua, beberapa petinggi kepolisian justru melakukan kunjungan dan pendidikan ke China. Pada September 2017, setidaknya 60 Calon Jenderal Polisi melakukan Kuliah Kerja Nyata di China.
Enam puluh calon Jenderal ini adalah peserta didik Sespimti Polri Dikreg 26 Tahun Ajaran 2017 yang melakukan Kuliah Kerja Nyata Luar Negeri (KKLN) di China. Selama di negeri tirai bambu itu, para calon jenderal tersebut berkunjung ke China coast guard hingga meninjau pabrik persenjataan.
Ketiga, persoalan membludaknya tenaga kerja China. Membludaknya pekerja asal China di Morowali Industrial Park, Sulawesi Tengah, menuut peneliti Associate INDEF Zulfikar Rakhmat, fenomena itu dinilai tidak mengherankan. Sebab hal itu merupakan bagian dari 'soft power' pemerintah China. (7/2/2019).
"Mengenai isu pekerja China membludak, menurut data Kemenaker (Kementerian Ketenagakerjaan) ada 26 ribu. Ini tidak mengherankan, China begitu adanya, China gunakan pekerjanya sendiri saat investasi di luar negeri," kata Zulfikar.
Bahkan belum lama ini akan ada Proyek One Belt One Road Cina di Indonesia senilai Rp 1.288 T. Terdiri dari dua kelompok proyek prioritas. Kelompok pertama mencakup empat koridor wilayah yakni Sumatera Utara (Sumut), Kaltara, Sulawesi Utara (Sulut), dan Bali. Sementara itu, kelompok kedua terdiri atas beberapa proyek di Sumatera Selatan (Sumsel), Riau, Jambi, dan Papua.
Menteri Koordinator (Menko) Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan tahap pertama proyek skala besar dari inisiatif One Belt One Road (OBOR) akan ditandatangi pada April 2019. Cina sudah menyiapkan rancangan kerangka perjanjian bersama untuk bekerja sama di Kuala Tanjung, sebagai proyek tahap pertama.
Padahal, Projek ini adalah Projek ambisius China untuk membangun kembali jalur sutera baru, mewujudkan mimpi lama China untuk menguasai peradaban Asia, sebagai bagian dari rantai ekonomi untuk menyerap produk sekaligus sebagai jaringan pasar untuk menyerap hasil industri di China.
China sendiri adalah negara yang mengadopsi ideologi sosialisme komunisme. Partai Komunis China, adalah partai berkuasa yang memegang kendali penuh pemerintahan di China.
Indonesia sendiri, pasca keluarnya TAP MPRS No. XXV/1966 tegas melarang ideologi sosialisme, komunisme, marxisme/leninisme.
Bahkan Pasal 107 e KUHP melarang segala bentuk hubungan dengan partai berhaluan komunis. Pasal 107 e tegas menyatakan “Pidana penjara paling lama 15 tahun dijatuhkan untuk mereka yang mendirikan organisasi yang diketahui atau diduga menganut ajaran komunisme/marxisme-leninisme dalam segala bentuk dan perwujudannya;
mereka yang mengadakan hubungan dengan atau memberikan bantuan kepada organisasi, baik di dalam maupun luar negeri, yang berasaskan komunisme/marxisme-leninisme atau dalam segala bentuknya, dengan maksud mengubah dasar negara atau menggulingkan pemerintah yang sah.”
Berbagai indikasi diatas wajib diwaspadai oleh segenap bangsa ini sebagai ancaman ideologi. Sosialisme Komunisme, tidak lagi mengadopsi cara kekerasan dan revolusi untuk menguasai suatu negara. Sosialisme komunisme, telah belajar dari kapitalisme barat yang melakukan penetrasi ideologi melalui jalur politik, kerjasama bisnis, pinjaman, dan infiltrasi pemerintahan.
Penulis menghimbau, kepada segenap rakyat indonesua, agar waspada atas ancaman ideologi sosialisme komunisme yang dibawa China.
Jangan sampai, nyanyian rezim yang memonsterisasi khilafah menjadi sebab bangsa ini lengah dari ancaman sesunggunya. Ideologi sosialisme komunisme China, telah, sedang dan akan terus melakukan penetrasi ideologi di negeri ini. Karena itu, waspadalah ! []