Oleh : Nasrudin Joha
Mediaoposisi.com-Saya termasuk yang tidak sependapat menilai karakter orang, baik atau tidaknya, jujur atau pembualnya, berkomitmen atau tukang ingkar, dari bentuk wajah dan raut muka. Saya sama sekali tidak sependapat, sebab bentuk muka dan raut wajah dari pipi yang tembem atau tidak, hidung pesek atau mancung, kulit putih atau hitam, mungkin juga kehitaman, adalah karunia Allah SWT yang diperoleh apa adanya.
Kita, diwajibkan beriman pada 'Qadar' yang telah ditetapkan Allah SWT atas apa yang ada pada diri kita, baik menurut pandangan umumnya manusia itu baik atau buruk. Misalnya saja, berwajah cantik itu umumnya dianggap baik, sementara berwajah buruk itu tidak baik. Semua wajib kita Imani, bawa Allah SWT yang menetapkan Qadar, ketentuan atas bentuk fisik manusia, yang setiap orang beriman wajib ridlo dengan apapun 'Qadar' yang berlaku atas dirinya.
Qadar itu, berupa wajah ganteng tau tidak, tidak menjadi pertimbangan hisab kelak di akherat. Hisab ditentukan berdasarkan amal, sedang amal itu terkait dengan niat, tindakan dan tujuan. Setiap tindakan yg terkategori amal shaleh, diniatkan dan ditujukan hanya untuk Allah SWT, itulah yang berpahala.
Sementara, tindakan (baik perkataan maupun perbuatan) yang dilakukan dengan niat mencari pujian manusia dan ditujukan untuk menunjukan betapa shalehnya seseorang, tidak terkategori amal sholeh. Ini hanya sum'ah, riya', pelakunya tidak mendapat pahala.
Baca Juga : Web Pendeteksi Hoax? Ah Bercanda Kamu Bong
Kembali ke soal wajah dan raut wajah, saya ingin membahas ekspresinya, mimiknya, respons wajah atas tindakan atau konfirmasi wajah atas suasanan hati. Ini berbeda dengan pembahasan yang pertama tentang Qadar.
Seseorang yang sedih, biasanya akan mengkonfirmasi dengan raut wajah dan mimik yang memelas, kusut, bahkan berderai air mata. Kondisi ini adalah ekspresi alami untuk merespons sebuah keadaan, atau mengkonfirmasi suasana batin. Setiap orang baik berwajah ganteng seperti saya, atau berwajah cantik seperti bidadari tentu akan mengalami hal yang sama. Ekspresi wajah atas duka bisa tampak dan terlihat.
Sama juga, ketika seseorang bahagia, gembira, maka wajahnya akan menyemburatkan kegembiraan dengan senyuman, wajah bersinar, bahkan hingga tertawa. Ini juga merupakan ekspresi alami untuk merespons sebuah keadaan, atau mengkonfirmasi suasana batin. Sekali lagi, setiap orang baik berwajah ganteng seperti saya, atau berwajah cantik seperti bidadari tentu akan mengalami hal yang sama. Ekspresi wajah atas kegembiraan atau kebahagiaan bisa tampak dan terlihat.
Namun ada juga yang mampu membuat ekspresi wajah yang tidak menggambarkan suasana batin, atau mengkonfirmasi keadaan diri. Ini biasanya pemain sinetron, pemain film, drama, mereka ini mampu bercucuran air mata hanya untuk sebuah peran yang mereka mainkan. Bahasan seperti ini kita keluarkan, karena kita hanya akan membatasi ekspresi wajah yang alami dan spontan yang merupakan ekspresi alami untuk merespons sebuah keadaan, atau mengkonfirmasi suasana batin.
Terkait Jokowi, wajahnya yang tampak 'ndeso' itu kita keluarkan dari pembahasan. Karena itu Qadar, sudah dari sononya. Tidak bisa untuk dijadikan parameter untuk menilai ekspresi alami untuk merespons sebuah keadaan, atau mengkonfirmasi suasana batin Jokowi.
Namun, ada ekspresi wajah Jokowi yang tertangkap kamera video saat debat atau saat hadir di berbagai forum pertemuan, juga diabadikan dalam bentuk poto maupun ribuan meme yang beredar di jejaring sosial media. Beberapa foto ekspresi wajah Jokowi, bisa menggambarkan beberapa keadaan, termasuk jika dikaitkan dengan berbagai pernyataan lisan yang dikeluarkan, diantaranya :
Pertama, Jokowi itu tipe acuh, tidak empatik, masa bodoh dan cenderung 'berdarah dingin'. Coba perhatian beberapa mimik wajahnya, yang kadang tertangkap kamera dengan ekspresi itu. Ini adalah ekspresi alami yang menggambarkan keadaan atau suasana batin yang bisa digunakan untuk menyimpulkan karakter Jokowi.
Karakter yang seperti ini, wajar jika terbiasa bohong, ingkar janji dan khianat. Karena karakter ini tidak memiliki empati atas nasib orang yg diingkari, dibohongi dan dikhianati. Ini wajib menjadi perhatian rakyat, juga kubu yang bermitra kepada Jokowi.
Rakyat saja mudah dan tega dibohongi, apalagi cuma mitra koalisi ? Lihat saja, ada 66 janji Jokowi kepada rakyat saat kampanye Pilpres 2014 yang hingga saat ini tidak jelas juntrungannya. Lihat saja, betapa 'sadisnya' Jokowi melepas papah Novanto sendirian, setelah sebelumnya berjibaku membawa gerbong Golkar ke kubu Jokowi. Padahal, Golkar sebelumnya dibawah kendali ichal cukup konsisten menjadi 'kritikus' Jokowi.
Kita juga bisa ketahui, PPP pecah juga di era Jokowi. Bagi Jokowi, yang penting posisinya aman terlepas harus mengorbankan pihak lainnya. Bahkan, seorang tokoh NU di Jatim menilai di era Jokowi inilah NU terpecah, setelah Jokowi tanpa 'pamit' mencomot Ma'ruf Amin sebagai cawapresnya.
Karena itu, wajar saja ketika terjadi penggusuran kampung akuarium Jokowi meneng-meneng bae. Padahal, saat kampanye Jokowi menjual kalimat 'digusur itu sakit' untuk menyihir para pemilik suara. Jokowi itu 'berdarah dingin'.
Baca Juga : Sengkarut Divestasi Freeport, Jokowi Vs Sudirman Said, Siapa Pengkhianat NKRI?
Saya khawatir Anda bosan membaca artikel ini. Karena itu, cukupkan bahasan pertama ini saja yang diuraikan. Bahasan kedua, ketiga, keempat, kita bahas di ulasan berikutnya. Tidak janji ya.
Yang jelas, coba perhatikan wajah Jokowi yang terlihat ndeso itu. Tidakkah Anda membaca semburat kekejaman ? Kebengisan ? Diktatorisme ? Anda musti belajar banyak ilmu psikologi untuk mengetahui hal ini.
Yang jelas, Anda bisa melihat ekspresi spontan Jokowi yang terlihat 'garang' menyerang lawan, dan merasa 'puas' dengan diungkapnya 'aib' lawan, dan terus menggoreng dengan gayanya yg 'melecehkan' untuk meminta pemilik lahan HGU mengembalikan kepada negara.
Padahal, taipan tanah itu mayoritas ada di group Jokowi. Apa bukan sama saja menampar wajah kawan sendiri ? Menampar muka Luhut ? Menampar muka Erik Tohir ? Ah sudahlah, Jokowi memang si raja tega. [MO/vp]