Muhammad Naufal Syafiq Nooruzzaman
(BKLDK Yogyakarta)
"KORBAN bernama Annisa (23), warga Dusun 1, Desa Dharma Sakti, Kecamatan Tuah Negeri, Kabupaten Musi Rawas, Sumatera Selatan. Dirinya adalah mahasiswa UPN Yogyakarta. Ia menjadi korban pembunuhan yang dilakukan oleh pacarnya sendiri yakni Sandra Saputra (28), seorang ojek online, di kamar kos pelaku di Gowok, Caturtunggal, Depok, Sleman, pada Kamis (21/2/2019) pukul 17.00 WIB."
Bahkan bukan hanya itu, ketika kita melakukan pencarian di mesin pencarian google mengenai berita kekerasan terhadap perempuan, sangat banyak terjadi dan rentan waktunya bisa dikatakan ada tiap harinya.
Terjadinya sebuah peristiwa pasti dilatarbelakangi oleh sesuatu hal. Mayoritas kekerasan dan bahkan hingga pembunuhan terhadap perempuan (mahasiswi maupun pelajar) biasanya diawali dari adanya pergaulan diluar pernikahan, katakanlah pacaran.
Sangat mudah ditebak, ketika laki-laki dan perempuan memiliki hubungan yang tidak halal, tidak berdasarkan mencari keridhaan Allah Ta'ala, maka ujung-ujungnya adalah sang perempuan akan disakiti. Bisa jadi batinnya, bisa pula raganya. Sudah sangat masyhur di kalangan masyarakat, bila hal itu terjadi dan sedang menimpa yang katanya generasi emas negeri ini.
Diluar sana justru para public figure berkoar-koar mengenai keringnya diri tanpa pacaran, berakting dalam ftv seolah pacaran membahagiakan. Padahal mereka lupa, itu hanyalah kenikmatan sesaat yang jelas-jelas akhirnya hanya sakit hati bahkan bisa juga sakit raga.
Mereka anggap pacaran sebagai lahan menjajaki pasangan, padahal justru itu menghilangkan kehormatan. Mereka bilang pacaran akan lebih menenangkan, tapi justru sebenarnya membauat diri akan semakin tertekan.
Mereka lagi-lagi mengesampingkan firman Allah Ta'ala "Dan janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya zina itu adalah perbuatan keji? dan seburuk-buruknya jalan"(TQS. Al Israa: 32).
Tidakkah itu menjadi penekanan yang sangat jelas bagi para pelaku pacaran? Dengan dalih apapun, tak ada pembenaran terhadap perilaku pacaran dan mendekati perzinahan.
Lalu, bagaimana solusi tuntas terhadap perilaku yang merusak ini?
Bukan hanya solusi kuratif, tapi perlunya juga solusi preventif.
Berbagai hal yang itu menimbulkan kemudharatan yang tinggi, sesuatu yang mendekatkan pada perzinahan, seharusnya dicegah agar tidak dikonsumsi masyarakat, baik itu pornografi, pornoaksi, narkoba, minuman keras, pengaruh media sosial yang buruk dan cenderung pada kemaksiatan.
Bukan hanya itu, pola pergaulan mahasiswa dan pelajar harus dikontrol agar pergaulan bebas tidak terjadi. Pola pikir masyarakat dan pemuda yang hanya bercokol pada individualisme, dan liberalisme, harus segera diamputasi dan diinstall pemikiran jernih dari Sang Khaliq, yakni pemikiran Islam. Allah berfirman "Tidak ada keraguan padanya(Al Quran), petunjuk bagi orang-orang yang bertaqwa,"(TQS Al Baqarah :2).
Upaya preventif lainnya adalah dengan diadakannya pembinaan Islam terhadap para pelajar dan mahasiswa. Mengapa pembinaan Islam? Karena di dalam Islam terdapat solusi individu dalam mencegah peluang-peluang perzinahan, yang bila dibina, para mahasiswa dan pelajar akan tertanam kecintaan akan Islam dan penerapannya dalam ranah Aqidah, Akhlaq, bahkan hingga aturan-aturannya.
Pembinaan juga akan membangun pemikiran dasar mereka akan pentingnya amal kebaikan, buruknya perbuatan dosa, dan tentunya akan menjawab tujuan dari kehidupan mereka di dunia. Disinilah mereka akan dipahamkan mengenai kewajiban dan larangan di dalam kehidupan, seperti wajibnya ghadul bashar (menundukkan pandangan) bagi laki-laki dan menutup aurat (dengan jilbab dan khimar) bagi perempuan.
Upaya preventif ini apabila tidak dibarengi upaya kuratif, juga tidak akan efektif. Upaya kuratif pun harus didudukkan dengan pemahaman kita sebagai ummat Islam. Harus kita pahami juga, bahwa apa saja yang berasal dari Allah itulah yang terbaik, termasuk hukuman pada pelaku perzinahan. Karena hal itu akan menjadi jawabir(penggugur dosa) dan zawajir (pembuat efek jera).
Namun, tetap upaya-upaya diatas akan kurang maksimal kecuali benar-benar didukung oleh komponen negara. Negara yang berasaskan terhadap aturan-aturan Allah-lah yang dapat membendung pergaulan bebas yang dapat menuju pada kekerasan terhadap perempuan. Karena memang dalam Islam, perempuan sangat dijunjung tinggi martabat, izzah, dan marwahnya. Hanya di sistem liberal sajalah perempuan selalu menjadi korban dan akan hilang martabatnya.[MO|ge]