Oleh: Ekky Marita, S.Pd
(Pendidik)
Mediaoposisi.com-Kabar terbaru membelit musisi dengan segudang prestasi yaitu Ahmad Dhani. Kasus penyanyi ‘Laskar Cinta’ ini bukan sekedar gosip maupun sensasi, melainkan perkara ujaran kebencian yang ditujukan kepada penguasa.
Dikutip dari Liputan6.com “Jakarta – Terdakwa ujaran kebencian Idiot, Ahmad Dhani Prasetyo menjalani siding perdana dengan agenda pembacaan dakwaan di ruang Cakra Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Kamis (7/2/2019). Ahmad Dhani di dakwa melanggar pasal 27 ayat 3 UU ITE tahun 2016 tentang pencemaran nama baik dan divonis 1,5 tahun penjara."
Tampak dari kasus tersebut, pemerintah secepat kilat mengusut perkara ketika seseorang menyampaikan kritik secara lugas pada kebijakannya. Penguasa bagaikan pihak yang selalu tahu benar akan kondisi rakyatnya sehingga tak mempan untuk dikritik.
Ketika seseorang secara gamblang menyerang kebijakannya, maka konsekuensi yang akan dihadapi adalah sel tahanan menanti. Maka dia akan dicap sebagai pihak oposisi yang akan terus dibidik oleh rezim. Lalu bagaimana kondisi negeri jika rakyat tak bisa menyampaikan keluhan kepada penguasa ?
Rezim Anti Kritik
Sudah bukan rahasia, banyak pihak yang dijebloskan ke sel tahanan dengan mudah karena kasus ujaran kebencian yang dialamatkan kepada penguasa. Selain Ahmad Dhani, Jonru Ginting, Bahar bin Smith dan sebagainya terjerat kasus yang serupa akibat postingan atau kata – kata yang mengenai rezim kepada public.
Namun perlakuan rezim sangat berbeda pada kasus kawan sekubu seperti kasus Victor Laiskodat yang dilaporkan atas pidatonya yang menyebut sejumlah partai politik mendukung pro – khilafah dan intoleran. Aparat menanggapinya sebagai persoalan bahasa yang menyinggung pihak tertentu. (https://nasional.kompas.com/)
Contoh lain kasus Abu Janda menghina bendera tauhid sebagai bendera teroris dan Ade Armando menghina hadist nabi melalui postingannya. Namun aparat tak kunjung mengusutnya secara tuntas.
Dapat dilihat kawan pro rezim begitu lambat di proses dan tak ada kejelasan tindakan dari penegak hukum sehingga mereka melenggang bebas dan kebal hukum.
Sungguh keadilan sudah mati di tangan demokrasi. Inilah potret era rezim represif yang tak mampu dikritik kepemimpinannya. Jika ujaran itu menyinggung kepentingannya, mereka akan dibidik dan dibungkam suaranya. Maka kekuasaan menjadi alat untuk mematahkan lawan, menutup mulut para aktivis atau pihak – pihak yang menentang kedzaliman mereka.
Sikap anti kritik ini telah menghujam di dada partai rezim pengusung demokrasi. Mereka hanya peduli pada kepentingan pribadi maupun golongan tanpa mengurusi kebutuhan rakyat. Jika rezim terus berkuasa maka rakyat akan menjadi tumbal untuk melanggengkan tahta mereka. Bagaimana cara keluar dari rezim represif anti kritik yang mengabaikan urusan rakyat ?
Sistem Islam Mendatangkan Keberkahan
Islam dengan kesempurnaan aturannya mengatur segala aspek kehidupan termasuk perihal kepemimpinan. Kepemimpinan dalam Islam dilakukan untuk ketaatan dan menggapai ridho Allah yang dijalankan dengan amanah sebab seorang khalifah akan bertanggung jawab di hadapan Allah atas kepemimpinannya.
Seorang pemimpin dalam Islam berperan sebagai raain (pengurus) dan junnah (perisai). Sebagai raain, pemimpin akan mengurus segala pemenuhan kebutuhan rakyat secara adil dan merata dengan penerapan hukum – hukum Islam secara menyeluruh (kaaffah).
Control sosial juga diperlukan dalam mengawal pelaksanaan kepemimpinan Islam. Rakyat diberi ruang untuk melakukan muhasabah dan mengkritik segala kebijakan penguasa sesuai hukum syara’ sehingga tidak terjadi penyimpangan. Maka keadilan dapat terwujud dan keberkahan di dapatkan karena semua dilakukan dengan ketaqwaan.
Jadi rezim anti kritik memperlihatkan potret otoriter yang hanya mementingkan kekuasaan serta mengabaikan kepentingan rakyat. Maka dapat diambil sebagai peringatan hadist Rasulullah SAW :
“Siapa saja yang membenarkan kebohongan mereka dan membantu kedzaliman mereka, maka dia bukan golonganku, aku pun bukan golongannya dan dia tidak masuk dalam telagaku (di surga). Sebaliknya, siapa yang tidak membenarkan kebohongan mereka dan tidak membantu kedzaliman mereka, maka dia termasuk golonganku, aku pun termasuk golongannya dan dia akan masuk ke dalam telagaku (di surga) …." (HR. Ahmad, Al Hakim dan Baihaqi)
Maka apakah system demokrasi masih layak dipertahankan atau bersegera berjuang untuk mewujudkan system terbaik yaitu Islam ?[MO/sr]