Oleh: Dwi Daswati Rijki, S.Sos
(Ibu Rumah Tangga)
Ketua Asosiasi Logistik Indonesia, Zaldy Ilham Masita, telah meminta PT Jasa Marga untuk menurunkan tarif tol Trans Jawa. Pasalnya untuk truk yang menggunakan tol dari Jakarta ke Surabaya tarifnya bisa mencapai jutaan rupiah. “Kan truk itu totalnnya sampai Rp. 1,5 juta itu ke Surabaya, kalau ukuran truknya makin besar lagi bisa sampai Rp 2 juta, mahal bener itu”. Zaldy pun telah meminta dan menyarankan tarif truk masuk tol Trans Jawa. Menurutnya, tarif untuk truk maksimal Rp 800 ribu (detikFinance, 28/1/2019).
Selain tarif yang tinggi, tol Trans Jawa juga menjadi bahan kampanye Pilpres 2019 bagi pasangan Joko Widodo-Ma’ruf Amin. Walikota Semarang, Hendrar Prihadi, mengajak masyarakat untuk mendukung pasangan Joko Widodo-Ma’ruf Amin di Pilpres 2019. Hendrar bahkan meminta masyarakat tak menggunakan jalan tol bila tak mau mendukung pasangan nomor 01 itu. Hal tersebut disampaikan Hendrar saat menghadiri silaturahmi Jokowi dengan Paguyuban Pengusaha Jawa Tengah (cnnindonesia.com, 02/02/2019).
Hal tersebut tidak pantas diucapkan oleh seorang pelayan rakyat, karena jalan tol merupakan layanan publik dan keberadaannya harus disediakan oleh negara. Apalagi hal ini menjadi bahan kampanye Pilpres. Terlihat sudah bagaimana rezim ini menjalankan fungsinya. Bukan untuk mensejahterakan rakyat apalagi mendahulukan kepentingan rakyat. Tetapi justru membuat rakyat kesusahan.
Beginilah jadinya ketika sistem ekonomi kapitalistik diterapkan, hanya akan merugikan rakyat, karena didalamnya sang penguasa hanya sibuk memikirkan berapa besar keuntungan yang akan diterima dari aset negara yang dimiliki. Tidak lagi memikirkan bagaimana cara untuk mensejahterakan kepentingan rakyat. Maka sudah bisa dipastikan bagaimana bobroknya sistem demokrasi.
Sesungguhnya demokrasi yang mereka agung-agungkan justru mereka pula yang melanggar asas dari demokrasi itu sendiri. Bukankah demokrasi itu dari rakyat, untuk rakyat dan oleh rakyat? Bukankah pemilihan presiden (pemimpin) dalam sistem demokrasi itu bersifat bebas dan rahasia? Lalu kenapa ada ancaman bagi rakyat yang tidak memilih pasangan nomor 01?
Sungguh, hukum yang ditegakkan disuatu negeri selain hukum Islam, maka hanya akan membawa kehancuran. Karena hukum yang dibuat manusia hanya akan membawa perselisihan, pertentaangan, dan hanya kelompok-kelompok yang berkuasa yang diuntungkan didalamnya. Jauh berbeda dengan sistem Islam (Khilafah), seorang pemimpin (khalifah) akan menyediakan layanan publik semata karena itu merupakan kewajibannya terhadap rakyatnya, terlebih kepada Sang Khalik yang memerintahkannya.
Bukan untuk mencari keuntungan atau ajang untuk melancarkan hubungan diplomatik dengan negara lain. Selain itu, khilafah mempunyai sumber kekayaan yang cukup untuk membiayai penyelaggaraan negara, tidak sampai meminjam dari negara lain, karena kekayaan milik umum dan kekayaan milik negara dikelola oleh negara.
Tidak mungkin didalamnya seorang khalifah akan mencari keuntungan untuk dirinya maupun orang-orang yang berkepentingan dengannya. Bahkan sudah terbukti berabad-abad yang lalu, pembangunan infrastruktur dalam sistem Islam (Khilafah) telah berjalan dengan baik. Misalnya pada tahun 950, jalan-jalan di Cordoba sudah diperkeras, secara tertaur dibersihkan dari kotoran dan malamnya diterangi lampu minyak.
Dengan demikian jelas sudah, hanya dalam bingkai Khilafah yang dicontohkan Rasulullah SAW., para khulafaur rasyidin hingga khilafah utsmaniyah, yang akan menjamin kepentingan rakyat, termasuk didalamnya pembangunan infratsruktur negara bagi rakyantnya. Tidak akan ada tarif tinggi, apalagi pembangunan infrastruktur yang menjadi bahan kampanye Pilpres.[MO/sr]