Oleh: Merli Ummu Khila
Mediaoposisi.com-Miris melihat sebuah video dimana seorang politisi milenial mengomentari sebuah komunitas Indonesia Tanpa pacaran yang gencar mengajak generasi muda untuk hijrah dengan menjauhi zina yaitu dengan gerakan tanpa pacaran. Dalam video politisi muda tersebut berkomentar bahwa, "Lo mau nggak pacaran, lo mau taaruf, kita ngehargain ya kan, tapi persoalan nya jangan ngelarang orang yang mau pacaran...."
Bagi kalangan muda yang liberal , tentu saja statement seperti itu sah-sah saja. Karena dalam kehidupan liberal, seseorang tidak mempunyai hak untuk mengatur perbuatan seseorang. Jadi seorang remaja bebas melakukan sesuatu termasuk pacaran.
Jadi jangan heran, 14 February sebagai hari valentine dijadikan moment dimana anak muda bebas mengumbar nafsu nya dengan pasangan yang sudah tentu bukan pasangan halal. Berbalut ungkapan hari kasih sayang yang di identik kan dengan memberikan coklat, bunga dan segala pernak-perniknya. Yang ujung-ujungnya berakhir pada aktivitas maksiat.
Padahal sejarah dibalik perayaan Valentine day datang dari seorang pendeta dari Roma bernama Valentine, yang memiliki akhir tragis. Legenda ini menceritakan bawah Valentine dipukuli dan berakhir dipancung pada tanggal 14 Februari 278 Masehi. Bentuk eksekusi ini merupakan sebuah hukuman karena pendeta Valentine dianggap menentang kebijakan seorang Kaisar bernama Claudius II. Hukuman ini menjadikan sebuah tanda sebagai peringatan atau perayaan yang dilakukan setiap tanggal 14 Februari.
Sejarah Valentine yang sebenarnya jauh dari tuntunan agama apalagi islam. Namun miris nya justru anak-anak remaja di negeri ini yang mayoritas islam justru latah merayakan nya dari anak muda yang masih bau kencur hingga pasangan dewasa yang bukan suami istri sah.
Pergaulan remaja muslim zaman sekarang sangat mengkhawatirkan, hampir tidak bisa di beda kan mana yang muslim dan non muslim, sebut saja cara mereka bergaul dengan lawan jenis, hampir tanpa batasan. Aktifitas pacaran sudah menjadi pemandangan sehari-hari. Belum lagi melihat di cafe-cafe, mall, bioskop hampir bisa di pasti kan terjadi ikhtilat atau campur baur entah itu pasangan muda-muda atau berkelompok.
Lihat saja saat mereka menonton konser musik bagaimana histeria mereka melihat idolanya di panggung. Jadi sangat wajar jika sering terjadi pemenuhan seksual, perkosaan, hamil diluar nikah, aborsi dan kenakalan remaja lainnya,
Hal itu semua tidak lepas dari peran penjajah yang mengusung paham sekularisme yaitu memisahkan agama dari kehidupan, bahkan melalui semua aspek kehidupan, remaja Indonesia secara tidak sadar sudah di cekoki budaya asing baik dalam hal berpakaian dan pergaulan. Dengan mengidolakan selebritis dunia yang dalam kehidupan nya jauh dari tuntunan agama.
Dalam islam seorang muslim diharamkan mendekati zina, Allah memberikan aturan untuk mengantisipasi seorang muslim terjebak zina yaitu dengan mengatur pergaulan dengan lawan jenis diatur, adanya pemisahan setiap interaksi dengan lawan jenis, Allah juga memberikan aturan bagaimana cara berpakaian maka jika kedua peraturan itu diterapkan maka dengan sendiri nya seorang muslim akan terhindar dari perbuatan zina.
Sayangnya hal ini tidak terbayangkan oleh generasi milenial saat ini. Jika berharap generasi muda bebas dari segala kenakalan remaja seperti sex bebas, maka harus ada seperangkat hukum yang mengatur nya yaitu islam. Dengan sistem islam maka masyarakat akan terkondisikan karena kelak semua aspek kehidupan bersendikan islam. Baik dalam cara berpakaian, pergaulan dan pendidikan.[MO/sr]