Oleh Isromiyah SH, pemerhati generasi
Mediaoposisi.com-Kota Balikpapan telah lama dikenal sebagai kota minyak karena kekayaan alamnya berupa minyak bumi. Sebutan ini memberikan gambaran kebutuhan warga Balikpapan akan minyak terpenuhi secara merata. Namun ada yang menarik dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi lll DPRD Kota Balikpapan dan PT Pertamina pada 6 Februari 2019.
“Ini kota minyak tapi ada antrean BBM, di Jawa itu jarang ada antrean di SPBU,” kata Mauliddin, anggota Komisi lll(Tribunkaltim.co,6/2/19). Yang dituding penyebab antrean panjang saat mengisi BBM adalah jadwal pengisian BBM khusus solar berubah. Dulu 24 jam menjadi hanya malam hari saja. Para anggota dewan mendapat informasi kuota BBM solar di beberapa SPBU dikurangi.
Aris Buana Humas Pertamina MOR VI Kalimantan meyatakan, Pertamina tidak melakukan pembatasan stok, baik itu premium, solar dan lainnya. “Kita menyesuaikan kebutuhan kuota Balikpapan. Kalau untuk antrean sejauh ini masih kami atasi, dan kami lihat bahwa tergantung kebutuhan. Kalau kebutuhnnya memang banyak pasti kita akan tambahkan stoknya. Baik itu subsidi maupun non Subsidi”(Tribunkaltim.co,7/2/19).
Menurutnya masyarakat Balikpapan cenderung mengeluh banyaknya antrean menutupi toko-toko dan usaha warga setempat. “Kami sudah berkoordinasi dengan Pemda setempat maupun pihak kepolisian juga Dinas Perhubungan untuk melakukan alternatif pengisian SPBU malam hari,” tambah Aris. Kebijakan itu sudah dilaksanakan dari akhir tahun kemarin.
Mengenai kuota, pertamina belum melakukan update data.karena sejauh ini permintaan premium menurun dan solar meningkat. “Untuk bahan bakar pertalite terus meningkat karena banyak orang sadar bahwa BBM berkualitas minimal round 90. Untuk solar juga banyak yang beralih ke Pertamina Dex Lite,” kata Aris. Benarkah masyarakat memenuhi kebutuhan BBM dengan memilih yang non subsidi yang jelas lebih mahal, padahal secara alami justru yang murah yang dicari?
Pada hakekatnya sumber daya alam yang terkandung di bumi adalah milik Allah Swt. Dalam Islam sumber daya alam seperti minyak termasuk dalam kepemilikan umum, maka pengelolaannya hanya dilakukan oleh negara tanpa ada campur tangan swasta, apalagi asing. Selanjutnnya bila negara tidak mampu, bisa mengambil pemasukan dari rakyat hanya untuk ongkos produksi semata, tanpa ada perhitungan keuntungan.
Selanjutnya semua pemasukan dari rakyat masuk dalam kas baitul mal, yang dikelola negara untuk menjamin kontinuitas ketersediaan BBM tersebut. Sementara pengelolaan ala kapitalistik, karena perusahaan asing telah menguasai lebih dari 80% usaha hulu minyak, maka minyak mentah yang diambil harus dikonversikan dulu dengan harga internasional. Selisih dari pemasukan itulah yang dinamakan subsidi BBM. Darimanakah negara menutupinya, tentu saja dari pajak.
Pada hakekatnya yang terjadi selama ini adalah rakyat mensubsidi kebutuhan mereka sendiri melalui pajak yang mereka bayarkan. Dengan perhitungan konversi ke harga internasional tersebut, mayoritas pendapatan akhirnya masuk ke kantong para kapitalis, penguasa industri hulu BBM, sehingga yang paling banyak diutungkan adalah perusahaan asing, bukan rakyat sendiri.
Sistem Islam mampu mengatasi kesenjangan antara kapasitas produksi dan konsumsi BBM. Pemasukan ke kas baitul mal juga berasal dari sektor lain yang mempengaruhi peningkatan kapasitas produksi BBM sekaligus medorong penurunan konsumsi BBM dalam negeri, seperti dari sektor kepemilikan inndividu, sektor kepemilikan umum selain BBM baik berupa gas, hasil tambang, mineral, batu bara, listrik, hutan dan sebagainya. Kemudian dari sektor kepemilikan negara yang dapat digunakan sepenuhnya oleh negara untuk kepentingan negara dan kemaslahatan umat.
Bahan bakar minyak adalah kebutuhan vital masyarakat. Pengelolaan BBM harusnya tidak hanya fokus pada hitung-hitungan produksi semata, namun juga melibatkan aspek lain yang menjamin kontinuitas ketersediannya ditengah masyarakat. Dengan dikelola oleh orang-orang yang amanah, pengelolaan BBM dan sumber daya alam lainnya dengan sistem yang benar tentu akan memberikan hasil yang lebih optimal.
wallahuA’lam.[MO/AS]