Gambar: Ilustrasi |
Oleh : Zahratun Nahdah
(Suara Muslimah Pemerhati Perempuan dan Generasi)
ada beberapa isu yang disampaikan kepada publik yang datanya tidak valid.
Bila itu data dibawa ke meja sidang skripsi, ditampilkan sedetil mungkin dengan seabrek wacana yang telah disusun bagus, lalu dipasang kamera dengan sudut pandang yang pas. Ternyata diketahui bahwa fakta yang terjadi dilapangan bertolak belakang 180 derajat dengan data yang disajikan Jokowi pada saat sidang. Akibatnya, sidang skripsi Jokowi terancam gagal. Begitu logikanya.
Mengapa demikian? Mari kita tinjau kembali data-data prestasi yang disampaikan Jokowi selama 4 setengah tahun menjabat sebagai Presiden Indonesia.
Data pertama, Jokowi menyebut selama tiga tahun terakhir ini tidak terjadi kebakaran hutan. Pernyataan ini disampaikan ketika menanggapi isu lingkungan. Faktanya, Greenpeace Indonesia menyatakan bahwa sejak tragedi kebakaran hutan terhebat tahun 2015, setiap tahun Indonesia mengalami kebakaran hutan dan lahan hingga saat ini. Satu hal yang paling mengesankan bahwa Jokowi lupa kalau dia pernah selfie di area kebakaran hutan.
Dikutip Kompas, Data PKHL Kemenlingdup dan Kehutanan tahun 2016, ada 14.604,84 Ha area lahan terbakar. Tahun 2017 ada 11.127,49 Ha area lahan hutan terbakar. Tahun 2018, ada 4.666,39 Ha area lahan hutan terbakar. Maka, terbantahlah data yang disajikan Jokowi di meja sidang. Oleh karena itu, para penguji dan pimpinan sidang (rakyat) akan berpikir ulang untuk meloloskan Jokowi dua periode.
Data kedua, Jokowi mengakui tidak ada konflik untuk pembebasan lahan insfrastruktur. Dengan bangga jokowi menyebut pemerintah memberi “ganti untung lahan yang harusnya disebut ganti rugi”. Seketika riuh rendah sorak cebong bersaut-sautan bangga pada pangeran kodok. Tapi itu hanya euforia sesaat.
Menurut Jawa Pos, ada sebanyak 659 kasus konflik lahan pada tahun 2017. Diantaranya pembangunan jalan tol Kualanamu, PLTA Waduk Cirata, Pembangkit Listrik Tenaga Bumi Daratei Mataloko, perluasan lahan Bandara Sultan Hasanuddin, Bandara Dominique Edward Osok, dll.
Data ketiga terkait isu pangan. Tahun 2018, Jokowi bilang Indonesia impor jagung hanya
180.000 ton. Jokowi juga mengklaim ada produksi 3,3 juta ton yang dilakukan petani, sebagai sebuah prestasi besar. Aduh! bangganya dia.
Sekali lagi data Jokowi tidak relevan! faktanya data BPS menunjukkan bahwa impor jagung sepanjang tahun 2018 mencapai 737,22 ribu ton dengan nilai US$ 150,54 juta. Luar biasa perbandingan data yang dilampirkan. Sangat jauh berbeda dari yang terdata di lapangan. Hal ini semakin memperkuat tim penguji skripsi Jokowi untuk tidak meluluskannya sebagai sarjana. Begitu akal sehatnya seharusnya.
Berdasarkan fakta diatas, dapat disimpulkan bahwa tidak ada satu kebenaran pun yang keluar dari mulut Jokowi saat Debat Pilpres II. Seharusnya, presiden itu menjadi Bapak Pengayom rakyatnya, bukan malah membohongi rakyat dengan seonggok data tipu-tipu yang digunakan untuk mengelabui rakyat.
Bayangkan saja jika Indonesia dipimpin oleh presiden yang gemar mengarang
data, hal ini akan sangat berbahaya bagi keutuhan NKRI. Oleh karena itu, saran yang tepat
bagi Calon Presiden ini yaitu, sebaiknya Jokowi mundur dan berhenti menjalankan
tugasnya sebagai pejuang dua periode.
Maka, adapun solusi yang saya ingin tawarkan adalah mari kita bangun Indonesia dengan sistem yang pernah ada di dunia yakni khilafah. Yaitu kepemimpinan umum yang dengan gagah menjaga hajat hidup rakyat tanpa harus diintervensi asing, menyediakan fasilitas pendidikan gratis, dan kesehatan gratis tanpa premi tiap bulan. Dan masih banyak lagi yang lainnya.
Program-program tersebut terbukti awet selama 14 abad berjaya di dunia. Dan sejarah mencatat bahwa tidak ada sistem yang mampu menandingi kejayaan khilafah, baik itu kapitalis maupun sosialis.
Jadi, mari kita tarik kesimpulan dengan menggunakan akal sehat yaitu solusi yang paling baik saat ini untuk Indonesia adalah kembali kepada sistem yang sudah pasti dan terbukti mampu membawa perubahan Indonesia ke arah yang lebih baik. Yang tidak pernah mengumbar 1001 janji dan pastinya tidak pernah PHP-in rakyat yakni dengan sistem khilafah. [MO/re]