Oleh: Alila Az Zahra
Mediaoposisi.com- Di penghujung tahun 2018, Muhammad Said Didu yang merupakan mantan komisaris PT. Bukit Asam Tbk buka suara terkait pemberhentian dirinya dari jabatan komisaris pada perusahaan BUMN tersebut.
Dikutip dari CNN Indonesia, Said didu lewat akun twitter pribadinya merespon bahwa pemecatannya memiliki alasan yang sangat jelas, bukan karena kinerja tapi karena tidak sejalan dengan Menteri. Yang mana artinya jika mau menjadi pejabat BUMN sekarang harus siap jadi penjilat sementara ia tidak punya bakat menjadi penjilat. Selain itu, dia juga mencuitkan soal kepemilikan BUMN yang harusnya jadi badan milik negara bukan milik penguasa. Said Didu diberhentikan dari posisinya sekitar 5 menit sebelum Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB).
Diketahui, pada malam sebelum penyelenggaraan RUPSLB Bukit Asam, Said memberikan kuliah lewat twitter terkait divestasi saham PT. Freeport Indonesia yang mana mengkritisi keputusan pemerintah membeli saham PT. Freeport Indonesia. Ia menilai langkah pemerintah Indonesia melalui PT Inalum untuk mengambil alih saham tidak luar biasa.
Capaian tersebut tidak perlu diluapkan secara berlebihan mengingat pemerintah sebelumnya juga pernah melakukan hal serupa dengan membayar pakai APBN. Dari hal tersebut, pemecatan Said Didu hanya karena mengkritik kebijakan rezim soal PT. Freeport Indonesia menjadi salah satu bukti rusaknya sistem demokrasi dan sistem ekonomi di era neoliberal saat ini.
Penerapan neoliberalisme dalam sistem ekonomi sebenarnya telah memundurkan pertumbuhan ekonomi itu sendiri secara global. Hal tersebut dibuktikan dengan perkembangan ekonomi negara yang melemah kemudian melaju ke tingkat regional dan berdampak pada sistem ekonomi global.
Akibatnya, pertumbuhan ekonomi suatu negara menjadi tidak merata yang menimbulkan garis pemisahan dan polarisasi kekuasaan ekonomi pada pihak-pihak tertentu. Hal ini tentu saja berdampak kepada masyarakat yang berada di garis bawah pendapatan yang mana berdampak pada penurunan jumlah gaji pekerja yang tidak sesuai dengan tingkat kerja serta mengecilkan akses masyarakat terhadap public service seperti kesehatan, pendidikan, dan lain-lain.
Sistem neoliberalisme jelas menyebabkan ketimpangan sosial yang ditimbulkan oleh kebijakan pemerintah neoliberal yang menghambat upaya untuk merealisasikan kesetaraan hukum yang dibutuhkan untuk membuat negara kredibel.
Oleh karenanya, umat membutuhkan sistem yang lebih baik dalam penerapan sistem ekonomi yang mana menghapuskan segala macam garis pemisahan yang mana dalam hal ini adalah penerapan sistem ekonomi islam di bawah naungan sistem negara khilfah.
Dalam pandangan sistem ekonomi islam, problematika ekonomi yang utama adalah jaminan terwujudnya pemenuhan atas seluruh kebutuhan pokok bagi setiap individu secara menyeluruh. Hal tersebut juga berlaku dalam kepemilikan harta umum yang mana bukan hanya mencakup fasilitas umum seperti jalan dan lainnya namun juga sumber energi, tambang, dan sebagainya.
Negara khilafah adalah pihak yang mengelola berbagai kekayaan alam yang digunakan untuk menjamin hak setiap muslim untuk menikmati haknya dalam kepemilikan umum. Sesungguhnya kepemilikan umum tidak sama dengan kepemilikan negara dimana penguasa berhak mengelolanya untuk kepentingan negara.
Kepemilikan umum adalah milik umat. Pemasukannya setelah dikurangi biaya didistribusikan kepada individu rakyat sejak mereka lahir. Begitu juga dibelanjakan untuk melindungi mereka dan menjadikan mereka sebagi kekuatan yang benar-benar diperhitungkan. Konsep syar’i ini bersama konsep lainnya akan turut andil dalam mewujudkan kestabilan kehidupan ekonomi bagi umat muslimin.
Konsep ini juga akan mencegah para penguasa untuk berdalih dan bermain mata dengan kaum kafir imperialis yang mampu mengalihkan pendapatan dari negeri islam yang ditransfer untuk pertumbuhan negara Eropa dan Amerika. Akhirnya umat terhalangi untuk meraih harta mereka yang jika dinilai saat ini jumlahnya sudah mencapai triliunan dinar.
Kepemilikan negara yang dikelola khalifah sesuai dengan pandangan dan ijtihadnya dalam berbagai urusan negara dan rakyat yang menciptakan keseimbangan finansial di tengah masyarakat sehingga harta itu tidak hanya beredar di tangan orang kaya saja. Dari hal ini, hanya sistem islam yang terbukti mensejahterakan dan menjauhkan umat dari segala bentuk penjajahan.[MO/sr]