Oleh: Yulida Hasanah
Mediaoposisi.com- Polemik Wacana Tes Baca Al Qur'an
Menjelang Pemilu Presiden tahun 2019, suasana politik terasa semakin hangat untuk diperbincangkan, mulai dari persiapan debat capres yang sudah tak asing direalisasikan tiap 5 tahun sekali untuk melihat sejauh mana dan seberapa besar kapabilitas sang calon pemimpin yang sesuai harapan rakyatnya.
Namun, sejak isu agama mulai dijadikan sebagai alat politik di negeri ini, ada wacana baru yang diusulkan oleh Ikatan Dai Aceh, yaitu tentang tes baca Al Qur'an bagi Capres dan Cawapres beberapa waktu lalu. Alasan yang menjadi latarbelakang wacana ini adalah bahwa Capres dan Cawapres yang mencalonkan di pemilu tahun ini sama-sama beragama Islam.
Menurut Ridlwan Habil, Peneliti Radikalisme dan Gerakan Islam, tes baca Al Qur'an bagi seorang calon pemimpin yang beragama Islam sangat wajar dan demokratis, justru publik akan makin tahu kualitas calom pemimpinnya. Selain itu, menurutnya kemampuan membaca Al Qur'an menambah trust atau rasa percaya dari masing-masing voter atau kelompok pemilih. (Tribunnews.com)
Namun, usulan Dewan Ikatan Dai Aceh tersebut ikut mengundang banyak komentar bahkan perdebatan di antara dua kubu yang akan bertanding pada pilpres tahun ini.
Seperti komentar yang muncul dari Juru Bicara Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma'ruf Amin, Arya Simulingga yang menyatakan bahwa pihaknya bisa memahami alur pikir Ikatan Dai Aceh sehingga mengeluarkan tawaran itu. Arya sendiri menyatakan kesiapannya untuk menerima ajakan dan undangan dari kawan-kawan Ikatan Dai Aceh.
Sementara itu, Juru Bicara BPN pasangan Prabowo-Sandiaga Uno, Andre Rosiade menyatakan pihaknya tidak akan melayani tawaran tersebut. Sebab saat ini masyarakat lebih membutuhkan hal yang substantif dari para calon, selain itu waktunya sempit karena mendekati agenda Debat Capres pada 17 Januari 2019 mendatang. Dia juga menegaskan, tes baca Al Qur'an itu tidak ada dalam Undang-Undang meski wacana itu bagus. (Bisnis.com)
Pemimpin Ideal, Siap Menerapkan Al Qur'an !
Pada dasarnya, polemik terkait wacana tes baca Al Qur'an bagi Capres dan Cawapres hanyalah alat politik dengan membawa isu agama. Hal ini bukan malah menjadi solusi bagi terwujudnya pemimpin yang lebih baik dibanding pemimpin-pemimpin sebelumnya.
Sebab, dalam sistem politik demokrasi yang saat ini masih dijadikan sistem kepemimpinan di negeri ini tidak pernah terbukti mewujudkan pemimpin-pemimpin yang cinta terhadap Al Qur'an, tidak sekedar membacanya, namun juga menjadikannya sebagai landasan hukum bagi perundang-undangan negara. Yang ada, demokrasi menjadikan pemimpin yang berkuasa dengannya, semakin terjauhkan dari petunjuk Al Qur'an. Inilah realitas kepemimpinan yang berlaku saat ini.
Maka, menjadi sebuah kebutuhan untuk mengangkat seorang pemimpin yang mencintai Al Qur'an, tidak hanya bisa membacanya, namun juga menjadikan tugas khusus dan tanggungjawab kepemimpinannya berlandaskan Al Qur'an. Yakni, menegakkan Agama Allah SWT ( Iqomatuddin) dan mengatur perpolitikan dunia/negara dengan syari'at (siyasatu ad dunya bi syari'ah).
Dari agungnya tugas ini, sampai-sampai Imam al Mawardi berkata, " Imamah (Kepemimpinan) diadakan untuk menggantikan posisi kenabian dalam hal menjaga agama dan mengatur perpolitikan dunia (dengan hukum Islam). Mengangkat orang yang memenuhi kriteria sebagai pemimpin bagi umat ini adalah wajib".(Al Ahkam hal.5)
Imam Ibnu Taimiyah RHM juga berkata, "Tujuan yang wajib dalam pemerintahan adalah memeperbaiki agama makhluk. Di mana, bila agama ini lepas dari seorang manusia, maka mereka akan rugi serugi-ruginya dan seluruh kenikmatam dunia tidak akan bermanfaat bagi mereka. Dan tujuan kedua adalah mengatur dunia yang jika tidak diatur, maka menyebabkan perkara Dien (syari'at) tidak bisa terlaksana dengan baik". (Assiyasah, hal.13).
Jadi, pemimpin idaman yang didambakan umat ini adalah yang tak sekedar mampu membaca Al Qur'an saja, namuen lebih dari itu dia adalah sosok pemimpin yang berani dan siap menerapkan hukum Al Qur'an secara sempurna dalam kehidupan bernegara. Hal ini jelas tak akan kita dapatkan dalam sistem kepemimpinan demokrasi. Maka, harus ada kepemimpinan yang sesuai dengan Al Qur'an sebagaimana yang telah Nabi Saw tuntunkan, yakni sebuah kepemimpinan Islam bagi seluruh dunia, ialah Khilafah Islamiyah.[MO/sr]