Oleh: Nasrudin Joha
Mediaoposisi.com-Setelah gagal dengan mode poto selvie bencana, selvie tol, selvie Imam sholat, poto kunjungan pesantren, kini kubu Jokowi atur strategi baru. Modusnya tetap sama, mengurangi diskusi, banyak sebar poto, kemudian diberi Caption beragam.
Yang teranyar, poto-poto jalan dan jembatan yang dipamerkan. Padahal, bangun jalan modal ngutang, sudah jadi dijual buat bayar utang. Sudah begitu, jalan tol nya kudu bayar. Jadi ladang bisnis, bukan proyek infrastruktur.
Kenapa demikian? Ya, karena kubu Jokowi terutama ujung tombak yang tak piawai berdiskusi, tak punya kemampuan berargumentasi, merasa kewalahan menghadapi kritikan oposisi. Lantas, mereka mengunggah poto dan biasahya paling sering diberi caption 'nikmat Tuhan mana lagi yang kami dustakan?'.
Seolah menjadi rumus baku, modus kampanye ujung tombak Jokowi seragam. Bisa dipahami, karena pendukung Jokowi mungkin IPK nya dibawah 2, sama seperti Jokowi.
Poto-poto ini, kadang mengulang dalam forum yang sama, untuk menimpa kritik dan argumentasi tak terbantahkan yang meruntuhkan posisi Jokowi. Tiap hari banyak tulisan, diantaranya tulisan Nasrudin Joha, seperti pahat yang terus melubangi benteng dan singgasana kekuasaan Jokowi.
Mereka, kubu Jokowi, tidak memiliki tameng, untuk melawan dan menahan pahatan sosmed Nasrudin Joha. Pahat itu terus melubangi benteng Jokowi, dan menggerogoti elektabilitas Jokowi. Apalagi, ujung tombak sosmed Jokowi tak memiliki kemampuan untuk menyerang. Hanya bisa bertahan, dengan bahasa terbata, sekenanya, dan redaksi yang mengulang ulang serta menjemukan.
Kadang mereka mengulang jualan kata: 'jangan pilih yang baru janji Pilihlah yang sudah terbukti'. Padahal, mereka lupa Jokowi itu terbukti represif dan anti Islam. Siapa yang mau dipimpin pemimpin yang terbukti represif lagi zalim ?
Karena itu, unggahan poto poto jalan yang hanya membuat berat memori HP, terus diunggah dengan harapan dapat membentengi opini serangan oposisi yang makin dahsyat. Semua bergerak bukan karena uang, tapi karena kesadaran akan zalimnya rezim Jokowi.
Sementara barisan buzzer Jokowi, tidak menulis satupun huruf jika kucuran gizi politik belum turun. Sulit sekali, bahkan mustahil memenangkan pertarungan politik yang tidak seimbang ini, kecuali curang.
Tapi sekali lagi, curang pun tak akan mampu menutupi rasa. Rasa kemarahan rakyat, keengganan rakyat, keinginan rakyat untuk segera keluar dari kepemimpinan yang represif dan anti Islam.
Semua punggawa pena, barisan jenderal dan pemilik kapital dikerahkan, media masa difungsikan untuk membela Jokowi, tapi ini tak bisa menghentikan gelombang perlawanan publik. Semakin ditekan semakin melawan, semakin dihalangi kian menerjang.
Sudahlah, tidak usah khawatir. Saya pasti akan menghadiri pemakaman yang menandai dikuburnya rezim represif dan anti Islam. Saya, pasti hadir di pesta kemenangan rakyat, yang merayakan kejatuhan rezim yang represif dan anti Islam. [MO/vp]