-->

Konstitusi Khilafah

Silahkan Bagikan Jika Bermanfaat
Advertisemen

Oleh: Nasrudin Joha

Mediaoposisi.com-Jika Anda mau membandingkan konstitusi khilafah dengan seluruh produk UUD negara bangsa yang ada didunia ini, maka Anda akan dapati konstitusi khilafah adalah UUD yang paling Agung, sempurna, sesuai dengan fitrah, dan menentramkan. Sebab, konstitusi khilafah digali dari Al Quran dan As Sunnah, serta apa yang ditunjuk oleh keduanya, berupa Ijma' sahabat dan Qiyas Syar'i.

Konstitusi khilafah digali dari wahyu ilahi, baik yang langsung dari Allah SWT atau wahyu yang diwahyukan melalui lisan, perbuatan, dan taqrir Nabi SAW. Konstitusi khilafah adalah konstitusi langit yang dibumikan. Berbeda dengan konstitusi lainnya, baik yang bersumber dari Raja dalam sistem kerajaan, atau bersumber dari hawa nafsu dan suara Rakyat dalam sistem Republik Demokrasi.

Beberapa keunggulan konstitusi khilafah, sebagai berikut :

Pertama, konstitusi khilafah menyatukan kekuasaan pada otoritas tunggal dengan batasan hukum syara'. Sehingga, tidak ada friksi dan pembelahan, pertarungan kepentingan, karena adanya pemisahan atau pembagian kekuasaan (sparation/division of power).

Khalifah adalah otoritas tunggal kekuasaan dalam konstitusi khilafah berdasarkan sistem Islam. Khalifah yang memiliki wewenang legislasi, budgeting, melaksanakan tugas eksekutif, sekaligus menjadi hakim yang menjalankan fungsi Yustisia. Tugas dan fungsi ini bisa dilakukan secara langsung atau di delegasikan secara jabatan dan kelembagaan.

Meskipun demikian, bukan berarti Khalifah otoriter dan anti kritik. Bahkan, untuk meluruskan kebijakan Khalifah tidak perlu repot dengan mengajukan hak angket, hak interpelasi, menggugat ke MK, atau bahkan sampai mengajukan mosi tidak percaya.

Kritik terhadap Khalifah, bisa langsung disampaikan individu rakyat atau wakilnya di majelis umat, ditujukan langsung kepada Khalifah berdasarkan argumentasi syara'. Khalifah, yang dibaiat dengan akad untuk menerapkan kitabullah dan Sunnah nabi-Nya, wajib mendengar dan mengoreksi kebijakannya, jika ternyata bertentangan dengan hukum syara'.

Contoh paling masyhur, adalah ketika Umar RA, Amirul mukminin menetapkan kebijakan pematokan besaran mahar bagi seorang wanita, untuk memudahkan proses pernikahan. Seketika itu, seorang wanita rakyat biasa mengkritik dan mengoreksi kebijakan Umar RA, dan menjelaskan bahwa syara' menetapkan mahar sebagai hak bagi seorang wanita, sehingga tidak ada dasarnya negara membatasi besaran mahar.

Seketika itu Umar RA membatalkan kebijakannya, mengakui kekeliruannya, dan membenarkan kritik sang wanita tadi. Umar RA tidak merasa kecil dikritik, tidak ngotot mempertahankan pendapat, karena nyata ada dalil yang disampaikan sang wanita.

Koreksi terhadap Khalifah Umar, juga tidak perlu sampai ke meja hijau, tidak perlu proses yustisia panjang dan melelahkan, hanya untuk membatalkan kebijakan yang bertentangan dengan hukum syara'.

Hanya saja, kadangkala ada perbedaan pandangan antara pengkritik dengan penguasa (Khalifah) dalam kebijakan yang ditetapkan. Jika ada perbedaan pandangan, barulah hakim di Mahkamah Madzalim mengadili sengketa, dan memutus perkara.

Kedua, Konstitusi khilafah menutup celah intervensi asing dan aseng, para penjajah yang mencoba menguasai negara dengan menitipkan sejumlah pasal perundang-undangan .....

Bersambung, jika ada kesempatan. [MO|ge]

Silahkan Bagikan Jika Bermanfaat

Disclaimer: Gambar, artikel ataupun video yang ada di web ini terkadang berasal dari berbagai sumber media lain. Hak Cipta sepenuhnya dipegang oleh sumber tersebut. Jika ada masalah terkait hal ini, Anda dapat menghubungi kami disini.
Related Posts
Disqus Comments
close