Oleh : Shafa Alya
Mediaoposisi.com-Mendekati hari Natal dan tahun baru mental kaum muslimin kembali diuji. Sebagai sebuah keyakinan setiap agama punya perayaan hari besar yang dirayakan setiap penganut-nya.
Donasi Save Muslim Uighur
Jika difikirkan secara logika tentu ketika memiliki sebuah agama yang berbeda dengan yang lainnya tentu bukan berarti kita harus mengikuti kegiatan keagamaan yg berbeda dengan keyakinan kita.Ketika umat Kristiani sembahyang di Gereja apa kita juga mengikutinya? Atau apakah ketika kita sholat di masjid umat yg lain mengikuti kita? tentunya tidak.
Adalah hal yang semestinya menghormati keyakinan yang lain adalah dengan membiarkan mereka beribadah dengan cara-cara mereka sendiri dan tempat mereka sendiri tanpa kita mengganggu mereka.Karena makna toleransi adalah sikap saling menghargai dan menghormati suatu kelompok atau antar individu tertentu (Wikipedia).
Sehingga ketika kita memilih untuk tidak mengucapkan selamat Natal di hari raya Natal dan tidak merayakan tahun baru Masehi bukan merupakan intoleransi.
Karena ketika kita memilih sebuah keyakinan agama berarti kita harus meyakini sebenarnya-benarnya bahwa agama yang kita yakini adalah sebuah agama yang benar.Tetapi bukan berarti kita tidak boleh berbuat baik kepada pemeluk agama lain sebagai umat manusia.
Sebagai agama yang sempurna Islam memberikan aturan terkait hubungannya dengan penciptanya, dengan dirinya sendiri dan dengan sesama umat manusia.
Terkait hubungan manusia dengan penciptanya Islam mengaturnya dalam aspek yang mencakup ibadah dan hukum syari'at yang dijelaskan dengan beberapa dalil yang tegas tidak boleh mencampur adukkan agama Islam dengan agama lainnya sebagaimana disampaikan dalam Al Qur'an surat Al Kaafiruun ayat 6 :
"Bagimu agamamu dan bagiku agamaku", juga adanya larangan untuk meninggalkan sholat dan yang lainnya. Dalam masalah yang terkait dengan dirinya sendiri Islam mengaturnya dengan hukum terkait makanan, pakaian dan akhlak, ini dicontohkan dengan aturan makanan yang halal lagi baik, juga larangan mengkonsumsi yang haram serta bagaimana berakhlaq yang benar.
Sedangkan pengaturan Islam terkait hubungannya dengan sesama manusia Islam memerintahkan ketika ada orang lain yang kesusahan atau sedang mengalami kesulitan untuk menolongnya dan itu tidak menutup kemungkinan terhadap agama lain, hal ini telah dicontohkan oleh Rasulullah Nabi Muhammad SAW ketika beliau menjadi kholifah hampir setiap hari menyuapi lelaki pengemis yang buta yang beragama yahudi.
Padahal pengemis tersebut senantiasa mengejek Rasulullah, bahkan dalam kehidupan bermasyarakat dalam naungan pemerintahan Islam, masyarakat non muslim mendapatkan hak hak yang sama sebagai warga negara, memperoleh jaminan keamanan, juga bebas melakukan ibadah sesuai agama mereka, dan juga masih banyak hal yang lainnya
Dari hal tersebut rasanya Islam merupakan agama yang penuh toleransi. Akan tetapi ketika Islam berada di daerah minoritas Islam menjadi pihak yang tertindas, seperti yang terjadi pada suku Rohingya di Rakhine Myanmar, Muslim Uighur di Xinjiang China dan beberapa muslim yang lainnya mereka menjadi korban penyiksaan dan bahkan sampai pembunuhan. Jadi kalau kita masih menganggap Islam agama yang intoleran itu hanya bertujuan untuk mencitraburukkan Islam padahal Islam adalah agama yang penuh rahmat.[MO/ge]