Oleh : Wida Aulia
Mediaoposisi.com-Sebentar lagi akan digelar hajat negara 5 tahun sekali yang biasa disebut dengan pesta demokrasi. Berbagai sosialisasi untuk memperkenalkan diri sebagai kandidat yang akan maju di pemilu sudah gencar dan masif dilakukan terutama melalui media elektronik khususnya media sosial.
Para kandidat dan pendukungnya melakukan promosi politik dengan menyampaikan janji – janji dengan memoles sedemikian rupa agar mendapat citra baik di mata rakyat. Belum lagi adanya tradisi money politic, berbagi-bagi uang maupun hadiah seperti kaos, kerudung, jaket dsb agar rakyat memilih mereka.
Bukan hanya itu, mereka juga membuka keburukan -keburukan lawan dengan sindiran maupun terang-terangan. Intinya para kandidat dan pendukungnya itu melakukan segala cara untuk memenuhi ambisi mereka. Padahal mereka mempunyai tujuan yang sama yaitu agar mereka dinilai yang paling baik sehingga pantas untuk menang dan agar lawan dinilai buruk sehingga pantas untuk kalah.
Dari cara-cara tersebut dapat dilihat jelas betapa mereka sangat berambisi untuk meraih kekuasaan, sehingga menghalalkan segala cara. Selain itu apa yang mereka perjuangkan juga sama yaitu untuk memperoleh kekuasaan yang tujuannya hanya untuk memenuhi kepentingan mereka dan kelompok pendukungnya.
Mereka sama-sama memperjuangkan sistem kapitalis demokrasi. Ketika mereka menang maka tidak ada yang berbeda untuk rakyat. Siapa pun yang menang, hutang riba luar negeri juga akan tetap ditanggung oleh rakyat. Sumber daya alam juga tetap dikuasai oleh asing. Hukum Allah juga akan tetap mereka abaikan. Mereka itu ibarat “ si kembar “ yang berebut kekuasaan melalui pemilu.
Siapapun yang menang, siapapun yang berkuasa maka akan sama saja bagi rakyat. Bukankah negeri ini sudah 7 kali ganti pemimpin dalam demokrasi?? Toh keadaannya sama saja bahkan semakin buruk karna aturan yang dipakai adalah aturan yang dibuat oleh manusia yaitu kapitalis demokrasi. Bukan aturan Allah yaitu Islam.
Dalam Islam, untuk menjadi pemimpin harus memakai cara yang baik dan jujur. Menunjukkan prestasi dan kepribadian Islam. Bukan dengan menyerang lawan, tapi dengan membuka kelebihan yang lain. Saling menunjuk bahwa yang lain lebih layak memimpin. Karna mereka sadar dan paham bahwa tugas dan tanggung jawab pemimpin itu berat dan akan dimintai pertanggung jawaban kelak di akhirat.
Kekuasaan pemimpin Islam bukanlah kekuasaan yang hanya akan menguntungkan kelompok pendukungnya saja. Tetapi kekuasaan Islam itu digunakan untuk menerapkan hukum Allah secara menyeluruh dan mendakwahkan Islam ke penjuru dunia. Menjaga aqidah umat dari pengaruh filsafat barat, mengelola SDA demi kepentingan rakyat, memutus hutang riba. Karna pemimpin Islam sadar bahwa tugasnya adalah mengurusi urusan rakyat baik urusan dunia maupun akhirat.
Syarat-syarat pemimpin dalam Islam adalah muslim, laki-laki, dewasa (baligh), berakal, adil, merdeka dan mampu ( mampu melaksanakan amanah kepemimpinan sesuai Alqur'an dan Alhadist. Karna itu, dalam memilih pemimpin hendaknya kita memperhatikan sabda Rasulullah Muhammad berikut:
Dari Jabir bin Abdillah RA, bahwa Rasulullah SAW telah bersabda: “Hai Ka’ab bin ‘Ujrah, semoga Allah melindungi kamu dari imaarat al-sufahaa (kepemimpinan orang-orang bodoh)”
Ka’ab bin Ujrah bertanya, “Apa itu imaarat al-sufahaa wahai Rasulullah ?”
Rasulullah SAW menjawab, ”[Imaarat al-sufahaa itu] adalah para pemimpin yang akan datang setelah aku. Mereka itu tidak berteladan dengan petunjukku dan tidak bersunah dengan sunahku. Maka barang siapa yang membenarkan perkataan mereka (Imaarat al-sufahaa), dan membantu kezaliman mereka,
maka dia tidak termasuk golonganku dan aku pun bukan termasuk golongannya, dan dia tidak akan mendatangi aku di telagaku (di Hari Kiamat kelak). Namun barang siapa yang tidak membenarkan kebohongan mereka (Imaarat al-sufahaa), dan tidak membantu kezaliman mereka, maka dia termasuk golonganku dan aku pun termasuk golongannya, dan dia akan mendatangi aku di telagaku (di Hari Kiamat kelak).” (HR Ahmad, Al-Musnad, Juz III , hlm. 111, nomor 14.481)
Dari hadist di atas sangat jelas bahwa agar kita termasuk sebagai umat nabi Muhammad maka kita harus memilih pemimpin yang mengikuti petunjuk Allah dalam Alqur'an dan mengikuti sunah Rasulullah.