Oleh : Dian Budiarti, S.Farm., Apt
Fatwa MUI inimenyebutkan dana nonhalal tidak boleh dihitung dan digunakan sebagai keuntungan perusahaan Bank Syariah, serta bentuk penyalurannya seperti sumbangan untuk penanggulanan korban bencana, penunjang pendidikan seperti masjid dan mushola, fasilitas umum yang memiliki dampak social. (cnnindonesia.com)
Seperti yang kita ketahui, bahwa setiap transaksi perbankan pada saat ini tidak akan pernah lepas dari bunga atau kita kenal dengan Riba. Jelas bahwa syariat Islam mengharamkan segala bentuk dan jenis Riba. Seperti firman Allah dalam Al-quran :
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda] dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan”. (QS Ali Imran ; 130)
Dan dalam QS. Al-Baqarah: 275, “Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”
Bahkan dosa riba yang paling ringan sama halnya dosa seorang anak yang menzinahi ibunya sendiri. Negara sebagai satu-satunya institusi yang seharusnya bertugas memberikan fasilitas kemashlahatan masyarakat sebaliknya justru berperan sebagai lembaga yang membuka akses jual-beli dengan rakyatnya dengan mengabaikan aturan Pencipta.
Negara memberikan kesempatan perusahan asing menyalurkan dana untuk perihal bencana, social, serta kemashlahatan lainya yang seharusnya merupakan tugas Negara dalam mengayomi.
Hal ini akibat dari penerapan sistem sekuler-kapiltalis, dimana segala cara dapat dilakukan selama memberikan keuntungan bagi para kapitalis meskipun harus menabrak nilai-nilai dan hukum syara. Mirisnya yang membolehkan hal tersebut adalah ulama yang seharusnya bisa mendidik umat agar taat pada syariat,
justru menunjukan hal sebaliknya dengan mendukung sebuah kemaksiatan dan kemungkaran terjadi dengan membolehkan penggunaan dana nonhalal. Apapun alasannya dari penggunaan Riba, hukum Riba tetap haram. Dan ini penggunaan dana non-halal untuk kemaslahatan umat tidak dibenarkan.
Maka dari itu tidak ada sistem yang lebih baik dari sistem Islam yang akan menjadikan syariat adalah penuntun setiap hukum, temasuk dalam bidang ekonomi. Kesejahteraan masyarakat akan terpenuhi oleh Negara tanpa riba, karena syara yang menjadi pedoman. Negara tidak akan abai dalam pemeliharaan masyarakat, karena merupakan tugas Negara sebagai bentuk “riayatul su’unil ummah”.[MO/ge]