Oleh: Salis F. Rohmah
(Alumni Statistika Unair)
Mediaoposisi.com- Hastag Jangan Suriahkan Indonesia masih ramai mewarnai opini di berbagai media nasional, terutama media sosial. Kalimat ini mulai muncul dan disuarakan sejak gelaran Seminar Kebangsaan dengan judul sama yang diselenggaakan Ikatan Alumni Syam Indonesia (Alsyami) awal November lalu.
Gambaran konflik Suriah yang berkepanjangan membuat orang ngeri walau hanya membayangkan. Ada rasa kekhawatiran tentang masa depan kesatuan dan keamanan Indonesia dalam hastag itu. Namun tak urung penulis melihat ada rasa benci kepada pihak tertentu yang terfitnah akibat hastag tersebut.
Ada kalangan yang sengaja memasang hastag ini untuk membungkam opini syariat Islam harus ditegakkan. Ada maksud untuk menebarkan ketakutan akan Islam dan syariatnya yang membaha-yakan persatuan bangsa. Kalangan ini meneriakkan NKRI harga mati dan menganggap ada gerakan agama menyesatkan yang akan merusak kebhinekan Indonesia dan memecah belah NKRI.
Berbicara sistem politik Islam di mimbar pun pasti dicap radikal. Ketika momen umat muslim berkumpul karena membela tauhid justru kekhawatiran dihembuskan dan dianggap sebagai gerakan awal yang berpotensi men-Suriahkan Indonesia. Ada maksud menghadangkan kesadaran umat akan politik Islam.
Mungkin sebenarnya tujuan mereka baik, bahwa mereka menginginkan kedamaian tetap terjaga di bumi pertiwi. Tapi tunggu jika khawatir pada syariat Islam, bukannya ini adalah hal yang aneh? Jika itu ditujukan pada gerakan yang mengajak pada ajaran Islam kaffah, maka itu adalah salah. Kembali, bahwa Islam adalah seperangkat aturan yang datang dari Yang Maha Pengasih, Dzat pemilik dan pengatur jagat raya ini. Terbukti pula mulai Rasulullah menegakkan masyarakat Islam di Madinah hingga 14 abad kemudian Islam mampu menaungi hingga 2/3 dunia dengan penuh rahmat.
Gerakan bela Islam tauhid, momen reuni 212 yang indah menepis kekhawatiran perubahan kepada Islam yang membahayakan negeri. Justru terbukti persatuan dan damai dirasakan banyak pihak termasuk peserta reuni non muslim sekalipun. Perasaan sama yang penuh rasa kasih sayang dan semangat persatuan itu menghinggapi diri peserta atas dasar keimanan.
Umat merasa terpanggil membela agamanya yang telah lama difitnah dan diinjak-injak. Umat dari berbagai pelosok daerah rindu akan persatuan dan perubahan. Apa mungkin hal yang demikian dikhawatirkan?
Sementara gerakan separatis Papua yang terbukti nyata membuat onar dan mengancam NKRI tak dianggap masalah serius yang bisa memecah belah dan mengancam keamanan negara. Sudah berapa lama konflik di Timur Indonesia itu masih belum ditanggapi untuk dicarikan solusi. Bahkan tak pernah sekalipun mereka dianggap sebagai teroris dan pemecah belah NKRI. Bukankah mereka yang lebih berpotensi menghancurkan Indonesia?
So, please bersikaplah cerdas. Jangan termakan hastag dan baper hingga memusuhi saudara sendiri yang justru bersungguh-sungguh menginginkan persatuan itu terwujud. Teriaklah penjahat kepada orang yang benar-benar mengancam negeri ini.
Jangan terpedaya dengan upaya adu domba yang menghancurkan diri kita sendiri. Kecuali jika Anda adalah bagian yang diuntungkan dari semua skenario jahat ini. Atau Anda yang merasa kedudukannya sekarang terancam dengan perubahan masyarakat kepada Islam.
Mari kita jaga negeri ini dari penjahat asli yang berada di balik layar yang mendalangi semua skenario upaya perpecahan ini. Liberalisme yang mengagungkan kebebasan tak terbatas hingga membiarkan hal yang terlaknat tumbuh subur, kapitalisme yang rakus menjajah sumber daya bangsa ini dan sekulerisme yang membiarkan manusia sebagai pengatur kehidupan hingga membuat kerusakan yang banyak terjadi di muka bumi.
Paham-paham tersebut yang menfitnah Islam dan dengan jahatnya menjerat bangsa ini. Ini pula yang sebenarnya menghancurkan saudara kita di Suriah. Justru Islam adalah seperangkat aturan kehidupan yang mampu menangkis semua skenario jahat itu. Dengan Islam yang sempurnalah perubahan itu akan menjadi lebih baik. Semoga perubahan itu segera terwujud.[MO/ge]