Oleh : Anggi Rahmi
(Suara Muslimah Pemerhati Perempuan dan Generasi)
Para generasi emas era millenial yang seharusnya masa muda mereka di ukir dengan sejumlah prestasi, namun harapan itu tercabik-cabik dengan virus LGBT.
PADANG Pemerintah Provinsi Sumatra Barat terus menggaungkan perlawanan terhadap perilaku Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT).
Salah satu upaya yang dilakukan adalah menggelar penelitian komprehensif untuk mengetahui secara rinci penyebab penyimpangan seksual dan karakteristik pelaku LGBT.
Responden penelitian ini berjumlah 147 orang yang memang diambil dari kelompok berisiko dan memang seluruhnya berperilaku LGBT. Penelitian yang berlangsung sejak Februari-April 2018 ini menggabungkan data kualitatif dan kuantitatif.
Hasil penelitian ini bukan mewakili kondisi aktual di lapangan, namun memberikan gambaran mengenai perilaku LGBT yang ada.
Riset ini mengungkap terdapat kurang lebih 2.501 orang waria di Sumatra Barat. Dari angka tersebut, waria di Sumbar bisa menggaet 9.024 orang pelanggan, yang tentunya berjenis kelamin laki-laki.
"Kalau digabungkan semuanya bisa total 20 ribu pelaku LSL di Sumbar, estimasi diSumbar," jelas Katherina dalam paparannya, Senin (23/4).
Salah satu peneliti, Akfikri, kemudian melanjutkan pembacaan hasil riset. Dilihat dari distribusi usia, pelaku LGBT paling banyak di Sumbar berusia 15-25 tahun, porsinya bahkan 75 persen dari 147 responden yang diteliti.
Potret Buram Generasi Millenials
Fakta penyimpangan prilaku seksual yang terjadi di Sumbar memberikan tanparan keras bagi Ranah Minang. Sehingga tidak salah bila di katakan bahwa, “Hilang Minang Tingga Kabau”. Sebagaimana pepatah minang yang menyatakan,
“Adaik Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah”. Namun, apa yang terjadi saat ini sudah tidak sesuai lagi dengan falsafah tersebut.
Sejumlah hasil penilitian yang dipaparkan di atas menjadi potret buram para generasi millenials di negeri ini. Angka drastis dari hasil riset yang menyatakan sebanyak 20 ribu orang terserang virus LGBT yakni penyuka lelaki sesama lelaki (gay).
Artinya, para orang tua tidak hanya mencemaskan anak gadisnya ketika keluar rumah, namun juga khawatir saat anak laki-lakinya berada di luar rumah, sehingga saat ini menjaga anak laki-laki sama susahnya dengan menjaga anak perempuan.
Maka orang tua dituntut secara optimal untuk mengawasi putra-putri mereka agar terhindar dari serangan virus LGBT.
Sehingga sangat wajar apabila pengidap virus mematikan HIV/AIDS juga meningkat. Apalagi hubungan seks sejenis menjadi faktor tercepat perpindahan virus HIV/AIDS dibandingkan dengan sesama jenis.
Kondisi tersebut tidak terlepas dari sistem pemerintahan yang sekuler-kapitalistik. Liberalisme melegalkan beragam komoditi seksualitas baik pornografi maupun pornoaksi yang terus memuncul-kan hasrat.
Pada saat yang sama negara tidak punya gigi untuk menjerat semua oknum LGBT itu. Berbagai solusi yang di tawarkan pemerintah untuk menekan jumlah populasi penderita HIV/AIDS pun terkesan mandul.
Mengapa demikian? Karena pemecahan permasalahan tidak diangkat keakar-akarnya, sehingga yang terjadi hanyalah menumbuhkan permasalahan yang baru. Itulah sistem tambal sulam yang tidak pernah memberikan solusi tuntas.
untuk penyelesaian permasalahan penyimpangan sosial, yang berujung pada penyakit yang mematikan.
Adapun hukum-hukum islam yang telah sangat gambalang dalam mengatasi problem ini diabaikan begitu saja.
Solusi Islam Mengatasi LBGT
Islam adalah agama yang sempurna. Tidak ada satu masalah pun yang tidak dapat diselesaikan oleh Islam. Termasuk masalah LGBT juga ada solusinya dalam islam diantaranya ;
Pertama, Peran individu dan keluarga
Langkah paling awal untuk melindungi anak dari penyimpangan seksual yaitu melalui pencegahan yang dilakukan individu dan keluarga. Orang tua memeliki peran penting dalam mendidik anak-anaknya sesuai dengan aturan Islam.
Memahamkan batasan aurat dan kepada siapa aurat harus dijaga, batasan interaksi juga diajarkan kepada anak baik dalam berbicara, memandang, berpegangan, bersentuhan.
Kedua, Peran Masyarakat
Masyarakat tak boleh membiarkan ada celah sedikitpun bagi munculnya gejolakseksual. Sebaliknya, masyarakat yang permisif dan tak acuh bukan saja melahirkan keguncanan, tetapi juga akan membuat pelaku LGBT bebas melakukan aksinya.
Maka amar ma’ruf nahi mungkar diantara masyarakat harus dilakukan.
Ketiga, Peran Negara
Peran negara ini paling besar karena, pada hakikatnya negara memiliki kemampuan untuk membentuk kesiapan individu, keluarga, serta masyarakat. Negara harus mampu memberikan efek jera bagi pelaku LGBT. Sebgaimana sabda Nabi saw :
“Siapa saja yang menjumpai suatu kaum yang mengerjakan perbuatan kaum Nabi Luth maka bunuhlah pelaku tersebut dan teman (kencan)nya. (H.R Abu Daud, at- Tirmidzi, dan Ibnu Majah).
Maka dalam Islam sanksi yang diberikan bagi pelaku gay adalah melempar keduanya dari tempat paling tinggi kemudian sampai dibawah dilempari dengan batu hingga mati. Itu harus disaksikan oleh semua warga negara sehingga tidak ada lagi yang berani melakukan perbuatan menyimpang tersebut.[MO/gr]