Oleh : Novida Balqis Fitria Alfiani
Mediaoposisi.com-Di tengah-tengah keterpurukan ekonomi negeri saat ini, pemerintah mencanangkan program wajib pajak pada mahasiswa yang baru lulus. Menristekdikti, Mohamad Nasir meminta para rektor agar para mahasiswa yang wisuda untuk langsung mendapat Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), dengan melihat jumlah mahasiswa yang lulus sekitar 1,8 juta pertahun. Selain itu, pemerintah memberi langkah awal dengan memberi edukasi mengenai kesadaran pajak pada mahasiswa, agar tidak menimbulkan kekhawatiran.
Namun, meskipun mahasiswa yang baru lulus diberi NPWP, pengenaan pajak tidak berlaku jika tidak memiliki penghasilan dengan batas jumlah tertentu. Sumber amp.katadata.co.id
Dilansir dari ekonomi.kompas.com,Ditjen Pajak sudah menandatangani perjanjian kerjasama di lingkungan Kemendikbud mengenai pembelajaran materi kesadaran pajak, pada jenjang SD, SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi. Ditjen Pajak Ken Dwijugiaseteadi berujar, “Mungkin nanti selanjutnya, pegawai pajak akan ngajar seminggu sekali di SD, SMA, dan Perguruan Tinggi.”
Khusus pada Perguruan Tinggi, pemerintah memberikan materi kesadaran pajak pada Mata Kuliah Wajib Umum (MKWU), yaitu Bahasa, Sejarah, Pancasila, dan Agama.
“Tidak menjadi mata pelajaran atau mata kuliah sendiri, akan tetapi kami sisipkan di salah satu bab,” ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama. Dalam waktu dekat, pelatihan dan bimbingan teknis materi kesadaran pajak dilakukan pada guru dan dosen masing-masing instansi/lembaga yang terlibat dalam program pemerintah tersebut. Sumber ekonomi.kompas.com
Dari fakta tersebut, sempurnalah sudah kedzaliman penguasa hari ini. Dari rakyat biasa hingga mahasiswa yang baru lulus menjadi sasaran empuk pemerintah untuk pemasukan pajak. Padahal jika sumber daya alam Indonesia dikelola dengan baik oleh pemerintah, maka pemerintah tidak akan kebingungan dan kesulitan untuk mencari pendapatan kas negara. Sebenarnya, ada apa dengan negara ini?
Semua kebijakan yang mendzalimi rakyat hari ini adalah buah diterapkannya sistem Kapitalisme yang berbasis Neoliberalisme. Sistem ini menjadikan hak milik umum menjadi milik pribadi. Tanah, air, dan api seperti tambang emas, tambang perak, air, minyak bumi, dll yang seharusnya dikelola negara dan dikembalikan kepada rakyat, menjadi milik para pemodal. Siapapun yang kaya dapat membeli semua sumber daya tak terbatas tersebut asalkan memiliki cukup uang untuk memprivatisasinya. Sehingga terjadilah ketimpangan di masyarakat, yang kaya menjadi semakin kaya.
Hal ini berbeda ketika sistem Islam diterapkan. Sumber daya alam seperti tanah, air, dan api benar-benar dikelola negara dan digunakan untuk memenuhi seluruh kebutuhan pokok rakyat. Sumber daya alam dikelola dengan baik oleh negara, dan hasil pengelolaan dimasukkan ke dalam kas negara (Baitul Mal). Kas negara tidak hanya berasal dari pengelolaan SDA (milkiyah ammah), akan tetapi juga melalui pos fa’i, kharaj, dan jizyah. Fa’i adalah harta rampasan perang yang berasal dari suatu negeri, tanpa adanya peperangan atau terjadinya kesepakatan damai. Sedangkan kharaj adalah cukai tanah yang dikenakan atas orang non Muslim. Dan jizyah adalah pajak yang dikenakan kepada orang non Muslim yang dianggap mampu pada suatu negara dibawah peraturan Islam. Sungguh jauh berbeda dengan pajak yang memalak seluruh kalangan rakyat dalam sistem yang diterapkan negeri ini. Tak peduli kaya ataupun miskin, bahkan kalangan mahasiswa yang baru lulus pun dikenakan pajak.
Maka dengan pendapatan kas negara yang sesuai dengan syari’at Islam, suatu negara pasti akan menghasilkan peradaban yang maju dan cemerlang dengan terwujudnya kesejahteraan hakiki untuk semua warga negara. Oleh karena itu, mari kita songsong peradaban mulia dengan dakwah mengajak seluruh elemen masyarakat agar menerapkan Islam dalam kehidupan sehari-hari, dan kepada penguasa agar menerapkan Islam di segala aspek kehidupan.[Mo/an]