Oleh: Rut Sri Wahyuningsih
Pengasuh Grup Online BROWNIS
Mediaoposisi.com-International Monetary Fund (IMF)-World Bank Annual Meetings (AM 2018) telah digelar di Bali pada 8-14 Oktober 2018. Pertemuan ini merupakan pertemuan terbesar dunia dalam bidang ekonomi dan keuangan, yang menghadirkan Gubernur Bank Sentral dan Menteri Keuangan dari 189 negara anggota. Total peserta AM 2018 ini mencapai 15 ribu orang (tribunnews.com/2018/10/01).
Menurut Fadli zon, pemerintah akan menganggarkan dana sebesar 1 triliun untuk acara tersebut, beliau berpendapat akan ada kemubasiran jika dana sebesar itu hanya digunakan untuk perhelatan acara yang Indonesiapun tidak terlalu berpengaruh di dalamnya. Karena dalam hierarki ekonomi dunia, Indonesia hanyalah pasar bagi produk-produk Eropa . Maka meskipun pertemuan ini diharapkan akan memberikan manfaat bagi Indonesia. Namun banyak pihak menyayangkan jika acara ini tetap digelar, mengingat Indonesia sedang berduka.
Bencana silih berganti. Lambatnya penanganan pemerintah tambah memperberat keadaan. Semestinya pemerintah tanggap darurat terhadap setiap bencana yang datang. Karena secara topografi Indonesia sendiri berada di atas dua lempengan bumi yang sewaktu- waktu akan terjadi bencana lagi. Namun, tak beda ketika menghadapi bencana gempa di Lombok, pemerintah lambat penangannya , hingga kini derita saudara-saudara kita yang di Lombok belum usai, pemerintahpun tak bergeming untuk menjadikannya bencana Nasional.
Bencana memang tak terduga datangnya, begitupun dampaknya tak kan bisa diperhitungkan. Namun selain bahwa bencana merupakan ketentuan Allah namun manusia ada ranah berikhtiar guna meminimalisir dampak yang akan diterima ketika bencana benar-benar terjadi. Belajar dari fakta gempa dan tsunami di Palu beberapa hari lalu ternyata ada kelalaian pemerintah terkait alat deteksi tsunami indonesia atau tsunami buoy yang sudah tidak beroperasi sejak 2012, "Jadi enggak ada buoy tsunami di Indonesia, sejak 2012 sampai sekarang ya tidak ada," Kepala Pusat Data dan Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho di kantor BNPB, Jl Pramuka, Jakarta Timur, Minggu (detik.com/30/9/2018).
Deteksi dini mengantisipasi bencana yang menelan korban secara massif tidak ditanggapi secara serius oleh negara, inilah bukti kelalaian negara melindungi rakyat. Kita bisa membandingkan bagaimana Jepang yang memiliki karakteristik topografi mirip Indonesia dengan kemajuan sains dan tehknologi mampu menciptakan mekanisme terpadu untuk meminimalisisasi kerusakan akibat gempa, Jepang mengambil langkah untuk mempersiapkan diri sebelum gempa terjadi.
Di antaranya seperti dilansir dari laman ( jawapos/6/8/2018) dengan membangun rumah tahan gempa, membuat sistem peringatan gempa dengan mengharuskan handphone di Jepang memiliki sistem peringatan gempa/tsunami yang dipasang. Sistem ini akan memberi peringatan sekitar 5 hingga 10 detik sebelum bencana terjadi dan meningkatkan pengetahuan warganya dalam menghadapi bencana melalui stimulasi secara berkala dan teratur Inilah kelemahan sistem aturan kapitalisme. Segala sesuatu dihitung untung rugi, dan di bangun atas dasar pemisahan agama dalam kehidupan, sekalipun hal itu adalah wajib dilakukan ketika seseorang menjadi pemimpin. Pemimpin memiliki kekuasaan dan kewenangan, sehingga disitulah letak pertanggung jawabannya. Ketika menghadapi datangnya bencana, maka ia akan berkonsentrasi kepada penyediaaan sistem dan sarana atau teknologi untuk tanggulangi bencana , yang hari ini faktanya tidak pernah serius dilakukan oleh negara dalam Kapitalisme, karena negara lebih mementingkan kepentingan para kapital.
Solusi tuntas Islam dalam mencegah dan mengantisipasi bencana. Tidak disangsikan lagi hari ini hanya Islamlah yang mampu mengatasi kelalaian demi kelalaian sistem saat ini, ini bisa dipahami bahwa mensegerakan solusi bagi korban bencana alam sifatnya wajib dan diperintahkan oleh Allah swt. Sehingga pemimpin negara akan benar-benar fokus pada masalah ini, diantaranya di bagi dalam dua hal besar, yaitu preventif dan kuratif. Untuk preventif, negara akan membangun berbagai infrastruktur termasuk alarm peringatan dini sebelum bencana itu datang yang disesuaikan dengan topografi wilayah- wilayahnya. Negara juga akan menedukasi rakyat dalam rangka siaga mempersiapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan mental dan logistik.
Yang kedua adalah tindakan kuratif yaitu sistem yang diatur oleh negara pasca bencana, diantaranya dengan mengeluarkan dari pos zakat atau pendapatan umum negara dana yang cukup untuk segera mengcover berbagai kerusakan dan kebutuhan masyarakat. Melakukakan penataan wilayah tempat tinggal yang memadai, tidak mengganggu kepentingan umum, seperti bangunan di bantaran sungai sepanjang DAS, atau lintasan keret api dan lain- lain. Juga akan menedukasi masyarakat tentang kesadaran menjaga lingkungan hidup dan bagaimana menyelamatkan diri dari bencana. Yang terpenting adalah menciptakan real mental recovery, dimana akan ditanamkan ketakwaan kepada Allah satu-satunya ilah yang patut disembah bukan yang lain. Saatnya kita kembali kepada aturan Allah yang jelas akan memberikan kesejahteraan hingga rahmat tersebar di seluruh alam. Wallahu a' lam biashowab.[MO/dr]