Oleh: Tri S, S.Si
"Penulis adalah Pemerhati Perempuan dan Generasi"
Apa yang dialami oleh guru honorer merupakan bukti rapuhnya pengelolaan pendidikan dari sisi kesejahteraan pendidik.
Masih banyak yang mendapatkan gaji sangat jauh di bawah UMR dan belum mendapat sertifikasi.Walhasil problem kesejahteraan ini tetaplah menjadi boomerang bagi totalitas pendidikan.
Sayangnya upaya guru honorer kurang mendapat perhatian dari pemerintah.
Janji memperbaiki nasib mereka hanya keras saat kampanye tiba. Setelahnya suara mereka masuk vote, nasibnya kembali diabaikan.
Pemerintah hendaknya mampu mengupayakan agar guru honorer ini mendapat bantuan gaji standar UMR masing-masing daerah.
Secara logika jika tiap daerah per tahun mampu memperbaiki taman, mempercantik trotoar, menambah bangunan fisik yang kurang begitu dibutuhkan bisa, mengapa untuk hal yang penting dan menyangkut hajat (pendidikan) tidak bisa?
Kedua, pemerintah harus merombak sistem kepegawaian, minimal mengubah dan mempermudah jalur guru honorer agar bisa jadi PNS sehingga mereka yang lama mengabdi tidak gigit jari menunggu keberuntungan. Dalam hal ini langkah koordinasi Forum Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia atau APKASI semoga bisa dilaksanakan.
Perlu ada perubahan paradigma pendidikan. Kacamata yang melihat pendidikan hanya sebagai unsur pelengkap ekonomi (persiapan tenaga kerja murah) harus dihilangkan.
Pendidikan harus dilihat sebagai bagian penting pembentuk peradaban, sehingga elemen pembangunnya (guru dan siswa) harus benar-benar diperhatikan, termasuk dalam urusan kesejahteraan.[MO/an]