-->

Peringatan Hari Santri Justru Ternodai Oleh Banser

Silahkan Bagikan Jika Bermanfaat
Advertisemen


Oleh: Hana Rahmawati

Mediaoposisi.com-Penetepan 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional tidak terlepas dari kiprah para santri dan kyai yang berjuang mempertahankan kemerdekaan bangsa ini melawan penjajahan kolonialisme.

Resolusi jihad dicetuskan oleh KH. Hasyim Asy'ari pada tanggal 22 Oktober 1945 di Surabaya untuk mencegah kembalinya tentara belanda yang tergabung dalam NICA.

Seruan jihad dari beliau membakar semangat para santri dan kyai untuk menyerang markas Brigade 49 Mahratta pimpinan Mallaby. Dalam pertempuran tiga hari berturut-turut itu yaitu tanggal 27,28 dan 29 Oktober 1945, jenderal Mallaby tewas bersama pasukannya.

Hal ini membuat pasukan Inggris marah besar, hingga berujung pada peristiwa 10 November 1945 yang kemudian ditetapkan sebagai Hari Pahlawan.

Keberanian dan perjuangan dari para santri dan kyai inilah yang akhirnya pada tanggal 22 Oktober diperingati sebagai Hari Santri Nasional, terhitung sejak tahun 2015 lalu. Namun, ada yang berbeda pada perayaan Hari Santri tahun ini.

Nampak aksi pembakaran sejumlah simbol Islam seperti bendera dan ikat kepala yang bertuliskan kalimat 'Laa Ilaaha Illallah Muhammad Rasulullah' oleh oknum tertentu.

Mereka beranggapan bahwa kalimat tauhid di ikat kepala dan bendera tersebut merupakan simbol dari organisasi tertentu. ( CNNIndonesia.com)

Anggapan seperti ini jelas salah. Pasalnya, kalimat tauhid yang berada pada atribut itu bukanlah milik sebuah organisasi melainkan milik seluruh umat Islam. Dalam Islam, kalimat tauhid adalah lambang dari aqidah yang meyakini bahwa Tuhan itu hanya satu.

Yakni Allah  SWT. dan tidak ada yang setara dengannya. Maka kalimat inilah yang juga menjadi pembeda antara ketaatan dengan kekufuran. Kalimat ini juga yang kelak akan menyelamatkan manusia didunia juga diakhirat.

Oknum yang melakukan pembakaran atribut tauhid juga berdalih melakukannya karena berusaha menjaga kalimat tersebut. Padahal beberapa ulama memakruhkan pembakaran pada lembaran kertas yang bertuliskan ayat suci ketika masih bisa diletakkan pada tempat aman.

Di dalam kitab Fasad Al-Iman karya Muhammad Arsyad Albanjary, menyatakan fatwa diantaranya seseorang dinyatakan keluar dari Islam atau murtad bila dengan sengaja melecehkan, menghinakan, menistakan ayat-ayat Allah,

hadits nabi shallallahu alaihi wassalam atau kalimah thayyibah dengan unsur kesengajaan dan penuh kebencian, termasuk menodai dengan kotoran atau membakarnya tanpa alasan yang jelas.

Para ulama fiqh kemudian membuat pengeculian tentang kebolehan membakar kertas atau benda yang terdapat kalimat al-Qur'an atau kalimat thayyibah,

jika dimaksudkan dalam rangka menjaga agar kalimat tersebut tidak terinjak-injak atau terhinakan. Itu pun jika dalam keadaan darurat dan sulit menjaganya. Hukumnya pun makruh.

Dalam hal kebolehan ini dinyatakan di dalam kitab Fath al-Mu‘in pada hamisy (sisi kitab) I‘anah ath-Thalibin juz I halaman 69 dijelaskan,

“Dan dimakruhkan membakar sesuatu yang mengandung tulisan Al-Qur’an, kecuali bila untuk tujuan seperti memeliharanya. Tetapi membasuhnya adalah lebih utama daripada membakarnya."

Tentu pengeculiaan ini, jika dalam keadaan darurat dan sulit menjaganya. Tapi, jika tidak ada alasan yang kuat dan masih memungkinkan untuk menjaga dan menyimpannya, seperti bendera, tentu saja diharamkan karena keluar dari illat kebolehannya.

Panji Rasulullah dan Keutamaannya

Didalam Islam, bendera memiliki posisi yang sangat tinggi. Dulu bendera ini selalu diusung oleh tangan suci nan mulia, tangan Rasulullah SAW. diatas sebilah tombak dalam setiap peperangan dan ekspedisi militer. Begitu mulia kedudukan bendera ini, Nabi saw.

Pernah menyerahkannya kepada beberapa sahabat pemberani seperti Ja'far ath-Thiyar, Ali bin Abi Thalib dan Mush'ab bin Umair. Para sahabat ini menjaga bendera dengan sepenuh hati dan jiwa mereka.

Ada dua bendera yang kedudukannya mulia dalam Islam, yaitu Al-Liwa dan Ar-Rayah. Kemuliaan dua bendera tersebut adalah karena terdapat padanya kalimat tauhid, 'Laa Ilaaha Illallah Muhammad Rasulullah'.

Al-Liwa adalah selembar kain putih yang bertuliskan kalimat tauhid berwarna hitam. Al-Liwa sebagai simbol kedudukan komandan pasukan. Pemegang Al-Liwa selalu mengikuti posisi pemimpin pasukan berada.

Sedangkan Ar-Rayah adalah panji hitam bertuliskan kalimat tauhid berwarna putih. Digunakan sebagai panji jihad para pemimpin detasemen pasukan. Banyak hadits yang menguatkan keberadaan dua panji ini. Salah satunya dari Ibnu Abbas ra. "Panji (Rayah) nya Rasulullah saw.

Berwarna hitam dan benderanya berwarna putih, tertulis padanya Laa Ilaaha Illallaah Muhammad Rasulullah." (HR. Ath-Thabrani).


Ada pelajaran yang tersirat dari peristiwa perang khaibar, saat pasukan muslim mengepung benteng-benteng yahudi. Sebelum subuh, mereka tiba di halaman Khaibar sedang Yahudi tidak satupun mengetahuinya.

Saat hendak beraktivitas, tiba-tiba mereka (orang-orang Yahudi) dikejutkan dengan keberadaan tentara pasukan muslim. Mereka berkata, “Ini Muhammad bersama pasukan perang.” Mereka kembali masuk ke dalam benteng dalam keadaan takut.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allahu Akbar, binasalah Khaibar. Sesungguhnya jika kami datang di tempat musuh maka hancurlah kaum tersebut.” (Bukhari dan Muslim)

Kaum muslimin menyerang dan mengepung benteng-benteng Yahudi, tetapi sebagian sahabat pembawa bendera tidak berhasil menguasai dan mengalahkan mereka hingga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“ Besok akan kuserahkan bendera ini kepada seseorang yang Allah dan Rasul-Nya mencintai dan dia pun mencintai Allah dan Rasul-Nya. Allah akan memenangkan kaum muslimin lewat tangannya.”

Maka para sahabat bergembira dengan kabar ini dan semua berharap agar bendera tersebut akan diserahkan kepadanya, hingga Umar radhiallahu ‘anhu berkata, “Aku tidak pernah menginginkan kemenanga, kecuali pada Perang Khaibar.”

Pada pagi hari itu para sahabat bergegas untuk berkumpul di hadapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam . Masing-masing berharap akan diserahi bendera komando. Akan tetapi, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, “ Dimanakah Ali?”

Meraka menjawab, “Dia sedang sakit mata, sekarang berada di perkemahannya.” Rasulullah saw. mengatakan, “ Panggillah dia.” Maka mereka memanggilnya. Ali radhiallahu ‘anhu datang dalam keadaan sakit mata (trahom),

lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengusap matanya dan sembuh seketika, seakan-akan tidak pernah merasakan sakit.

Beliau menyerahkan bendera perang dan berwasiat kepadanya, “ Ajaklah mereka kepada Islam sebelum engkau memerangi mereka. Sebab, demi Allah,

seandainya Allah memberi hidayah seorang di antara mereka lewat tanganmu maka sungguh itu lebih baik bagimu dari pada onta merah (harta bangsa Arab yang paling mewah ketika itu).” (Muslim)

Lihatlah, betapa mulia dan berarti bendera bertuliskan tauhid tersebut. Sehingga para sahabat berharap dirinya lah yang terpilih memegang bendera itu. Meskipun bendera ini hanya selembar kain, namun di hati musuh-musuh Islam ia laksana tombak dan panah yang melesat secepat kilat.

Berbeda dengan kaum muslimin, kecintaan mereka kepada bendera ini telah merasuk kedalam hati dan sanubari.

Ada beberapa makna dari keberadaan bendera tauhid ini. Pertama, sebagai pembeda antara Islam dan kekafiran. Karena itulah sampai hari kiamat bendera ini akan tetap dikibarkan umat Islam dan berkibar di relung hati individunya.

Kedua, kalimat tauhid menjadi kalimat pemersatu umat Islam dari belahan bumi manapun. Mereka disatukan oleh kalimat mulia ini tanpa memandang lagi perbedaan suku, bangsa, warna kulit ataupun bahasa. Semua menjadi umat yang satu yaitu umat Islam.

Ketiga, bendera ini sebagai simbol kepemimpinan dan pengorbanan dalam jiwa. Dalam kondisi perang misalnya, Al-Liwa dan Ar-Rayah selalu dibawa oleh komandan pasukan,

baik pada masa Rasulullah dan juga masa khulafaur rasyidin. Terdapat kisah menarik dalam perang Uhud mengenai pengorbanan seorang pahlawan nan gagah berani.

Dalam Perang Uhud, Mush'ab bin Umair adalah salah seorang pahlawan dan pembawa bendera perang. Ketika situasi mulai gawat karena kaum Muslimin melupakan perintah Nabi,

maka ia mengacungkan bendera setinggi-tingginya dan bertakbir sekeras-kerasnya, lalu maju menyerang musuh.

Targetnya, untuk menarik perhatian musuh kepadanya dan melupakan Rasulullah SAW. Dengan demikian ia membentuk barisan tentara dengan dirinya sendiri.

Tiba-tiba datang musuh bernama Ibnu Qumaiah dengan menunggang kuda, lalu menebas tangan Mush'ab hingga putus. Sementara Mush'ab meneriakkan, "Muhammad itu tiada lain hanyalah seorang Rasul, yang sebelumnya telah didahului oleh beberapa Rasul."

Maka Mush'ab memegang bendera dengan tangan kirinya sambil membungkuk melindunginya. Musuh pun menebas tangan kirinya itu hingga putus pula.

Mush'ab membungkuk ke arah bendera, lalu dengan kedua pangkal lengan meraihnya ke dada sambil berucap, "Muhammad itu tiada lain hanyalah seorang Rasul, dan sebelumnya telah didahului oleh beberapa Rasul."

Lalu orang berkuda itu menyerangnya ketiga kali dengan tombak, dan menusukkannya hingga tombak itu pun patah. Mush'ab pun gugur, dan bendera jatuh. Ia gugur sebagai bintang dan mahkota para syuhada.


Kedudukan Kalimat Tauhid Dalam Islam

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa tauhid adalah lambang akidah yang meyakini bahwa Allah itu Esa dan Muhammad adalah utusan Rabb pencipta semesta. Hal ini termaktub dalam Al quran surat al-ikhlash ayat pertama, "Katakanlah, Dialah Allah yang Esa."

Penegasan yang ada dalam kalimat tauhid telah memberikan kejelasan bahwa Allah-lah satu-satunya dzat yang mencipta langit, bumi dan seisinya. Kalimat tersebut juga sebagai penegasan keimanan seseorang apabila tidak hanya berupa ucapan namun benar-benar diresapi oleh hati.

Seseorang yang hanya mengucapkan kalimat tauhid di lisan saja, tidak serta merta menjadikan dia hamba bertakwa jika tidak dibarengi dengan ilmu tentang keimanan. Di barengi dengan ketaatan kepada perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.

Maka jika ada oknum yang membenci kalimat ini dan menganggapnya simbol dari organisasi tertentu, patutlah dipertanyakan keimanannya.

Sebab, bagi mereka yang telah memahami eksistensi kalimat tauhid akan tumbuh rasa cinta luar biasa pada Allah dan Rasul-Nya. Sehingga akan mudah mengerjakan setiap perintah dan menjauhi segala larangan.

Seharusnya sebagai seorang muslim kita bangga dengan simbol-simbol agama Islam. Karena Islam adalah satu-satunya agama yang diridhai Allah kepada kita.

"Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu dan telah Aku cukupkan nikmatKu bagimu dan telah Aku ridhai Islam sebagai agamamu". (Alquran surat: Al-Maidah:3)

Maka, kini saatnya umat Islam kembali bersatu mengembalikan kemuliaan Al-Liwa dan Ar-Rayah sebagai bendera umat Islam. Terlebih ketika melihat bendera kemuliaan kini dinistakan oknum tertentu.

Bukankah selalu tersebut dalam doa-doa kita keinginan untuk kelak berkumpul dibawah panji Rasulullah. Di bawah kibaran Liwa' Al-Hamdi,

"Aku adalah pemimpin anak adam pada hari kiamat dan aku tidak sombong. Di tanganku ada Liwa' Al-Hamdi, dan aku tidak sombong." (HR. At-Tirmidzi).[MO/gr]



Silahkan Bagikan Jika Bermanfaat

Disclaimer: Gambar, artikel ataupun video yang ada di web ini terkadang berasal dari berbagai sumber media lain. Hak Cipta sepenuhnya dipegang oleh sumber tersebut. Jika ada masalah terkait hal ini, Anda dapat menghubungi kami disini.
Related Posts
Disqus Comments
close