-->

Jejak Digital Fanatisme Buta

Silahkan Bagikan Jika Bermanfaat
Advertisemen

Oleh : Maya A

Mediaoposisi.com-Musibah tengah melanda bumi pertiwi secara bertubi-tubi. Namun, seakan belumlah sadar, tepat di hari peringatan hari santri 22 Oktober kemarin.

Viralnya video pembakaran bendera tauhid oleh oknum anggota Banser di Garut Jawa Barat berhasil menggores sekaligus membakar amarah umat Islam. Menambah duka baru diatas basahnya duka lama.

Menanggapi hal ini ketua umum PP GP Ansor Yaqut Qalil menyatakan bahwa anggotanya melihat bendera tersebut sebagai simbol bendera Hizbut tahrir. Ia juga memiliki perspektif sendiri bahwa pembakaran yang dilakukan semata-mata demi menghormati dan menjaga kalimat tauhid.

Menghormati dengan cara membakar, apa bedanya anda dengan pengroyok yang menuduh orang mencuri amplifier? lalu sadarkah bila cara anda menghormati dengan di bakar apakah kedua  orangtua and juga di bakar agar orang tahu anda menghormatinya?

Namun, masih waraskah kita bila percaya atas dalih dalih yang demikian? Ketika yang terpampang hanyalah wajah wajah penuh amarah sekaligus kebencian. Sungguh, jejak digital lebih dari cukup untuk menjelaskan lebih dari untaian kata penuh pembenaran diri.

Perlu diingat, bahwasanya stigmatiaasi negatif dan kriminalisasi terhadap segala sesuatu yang memiliki benang merah dengan Islam bukan kali pertama terjadi di seantero negeri.

Episode demi episode penistaan hadir silih berganti dengan bentuk nya yang beragam. Bahkan pernah, dengan sadisnya panji yang mulia nan agung itu dijadikan sebagai barang bukti kejahatan terorisme bom di Bekasi.

Padahal kalaulah mau berpikir lebih jernih, niscaya tidak akan pernah dijumpai korelasi antara keduanya. Dan tidaklah layak ketika suatu bentuk kejahatan disandingkan untuk kemudian dicampuradukkan dengan kebaikan (Islam).

Seperti halnya peristiwa masa  lalu, dimana kaum kuffar gemar  menstigma  negatifkan wahyu  Allah  dengan sebutan  sihir /dongeng belaka, maka di era milineal ini iblis pun tak habis akal melakukan tipu daya  atas menusia.

Menjadikan baik pada penglihatan mereka sesuatu yang sebenarnya buruk. Menumpang pada kasus kasus kontroversial tertentu seperti ISIS, simbol simbol Islam dikemas seburuk mungkin untuk selanjutnya dipasarkan kepada khalayak.

Sungguh, seluruh elemen umat memang bersepakat mengutuk tindakan keji ISIS, tapi betapa kerdil dan piciknya apabila kebencian ini kemudian dilampiaskan dengan melecehkan kemuliaan pilar pilar yang terkandung di dalam Islam.

Penistaan semacam ini tentu harus diwaspadai, dihadapi untuk kemudian diluruskan demi menjaga kemuliaan Islam dan menjernihkan pemikiran khalayak yang terlanjur ternodai oleh opini buruk segelintir oknum tersebut.

Bukan sebaliknya, dibiarkan serta dimaklumi begitu saja, bahkan dicari carikan pembenaran hanya karena nama yang menaungi mereka.

Tidak bisa dipungkiri, memang beginilah jadinya manusia ketika kebencian yang mendarah daging berhasil menguasai hati dan pikiran. Keengganan untuk bertabayyun/memahami hakikat kedudukan Al Liwa - Ar Rayah, serta lebih mengedepankan kecurigaan (prasangka buruk).

Kondisi ini kemudian diperparah dengan sikap fanatisme buta. Sehingga apa apa yang bukan berasal dari golongannya, akan dianggap berseberangan dan patut diberantas.

Padahal sejatinya, tak ada yang dibawa islam melainkan kebaikan. Tak ada yang dibawa Islam melainkan rahmat bagi seluruh alam.

Adapun perbedaan terkait perkara cabang yang ada didalamnya, sejatinya perbedaan adalah bentuk rahmat sekaligus kekayaan khasanah Islam yang mustinya disikapi dengan penuh kebanggaan dan Izzah bagi pemeluknya.

Bukan sebaliknya, menyeret manusia pada konflik horizontal yang mengancam kesatuan. Lain halnya dengan masalah aqidah, maka sesungguhnya aqidah umat Islam adalah satu.

Dimana pondasinya akan menghantarkan manusia pada kesadaran atas konsekuensi keterikatannya terhadap 2 kalimat syahadat.

Sebuah kesaksian yang akan menghantarkan pula pada satu pemahaman bahwa kehidupan ini berasal dari Allah, untuk beribadah kepada Allah, dan akan kembali kepada Allah pula.

Sehingga, adalah konyol jika kemudian umat Islam berselisih atas hal ini, bahkan membakar panji nya dengan penuh kepuasan diri. Padahal derajat kalimat tauhid jauh lebih tinggi dari tujuh lapis langit yang digabungkan dengan tujuh lapis bumi.

Bahkan, salah seorang sahabat Rasulullah, Mushab bin Umair, yang telah terjamin bagi nya surga, rela tangannya tertebas demi meninggikan bendera tauhid ini.

Lalu apa yang terjadi pada negeri ini? Negeri yang konon mayoritas muslim, negeri yang penduduknya belum memiliki jaminan atas surga, dengan bangganya segelintir oknum menggunakan kedua tangan nya untuk membakar panji Rasulullah.

Panji bertuliskan kalimat Tauhid, yang dengannya manusia ingin hidup dan dimatikan. Sadarkah dia akan datangnya hari pembalasan, sebelum itu hari dia akan meregang nyawa.[MO/gr]





Silahkan Bagikan Jika Bermanfaat

Disclaimer: Gambar, artikel ataupun video yang ada di web ini terkadang berasal dari berbagai sumber media lain. Hak Cipta sepenuhnya dipegang oleh sumber tersebut. Jika ada masalah terkait hal ini, Anda dapat menghubungi kami disini.
Related Posts
Disqus Comments
close