-->

1 Lembar Uang Kertas, 1 Juta Kekurangan

Silahkan Bagikan Jika Bermanfaat
Advertisemen

Oleh : Sartinah 
(Pemerhati Muslimah Moramo)

Mediaoposisi.com-Rupiah semakin kritis. Demikianlah kata yang mungkin pantas disematkan untuk menggambarkan kondisi rupiah saat ini. Kian hari alat tukar kertas ini kian melemah sebagai imbas penguatan dollar Amerika yang kian berjaya.

Rupiah makin susah diperoleh, namun sangat mudah dihabiskan karena tak berbandingnya antara nominal dengan harga-harga kebutuhan yang makin membengkak. Rakyat pun dibuat kalang kabut dengan tidak stabilnya nilai rupiah.

Berbagai upaya pemerintah pun  dilakukan untuk menguatkan nilai tukar rupiah, namun rupiah yang kini berada dikisaran Rp 15.000 per dollar tak jua mampu menunjukkan tanda-tanda penguatan.

Dsatu sisi, Indonesia sebagai negara yang dianugerahkan kekayaan alam yang melimpah, baik tambang, batu bara,  minyak bumi, gas dan sebagainya, namun pada sisi yang lain acap kali mengalami defisit Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).

Dimana pendapatan yang diterima negara tak sebanding dengan belanja yang dikeluarkan negara untuk membiayai pembangunan, belanja pagawai, hingga membayar bunga utang. Imbasnya negara harus menutup defisit anggaran dengan lilitan hutang yang semakin membengak.

Seperti yang diungkapkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati bahwa defisit Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) sampai dengan september 2018 sebesar Rp. 200.2 triliyun.

Angka tersebut menurut Sri Mulyani masih jauh lebih kecil dibandingkan dengan tahun lalu yang mencapai Rp. 272 triliyun. Sedangkan pada Agustus 2018 defisit APBN sebesar Rp. 150,7 triliyun, Tempo.co (Rabu 17 Oktober 2018).

Sebagai salah satu negara penganut sistem ekonomi kapitalis, tampaknya negeri ini tak bisa dipisahkan dari peran asing dalam menentukan standar kebijakan ekonominya. Terlebih negeri ini pun masih menggunakan mata uang kertas sebagai alat pembayaran yang sah, dimana alat pembayaran kertas rentan mengalami devaluasi.

Akibatnya nilai rupiah akan senantiasa mengikuti standar dolar Amerika, sehingga ketika nilai dolar mengalami penurunan, maka akan berdampak pada anjloknya nilai tukar rupiah.

Beberapa faktor yang menyebabkan semakin menurunnya nilai rupiah antara lain: Pertama, Karena nilai tukar rupiah disematkan dan digantungkan pada nilai dollar yang cenderung fluktuatif.

Kedua, adanya spekulan yang mengumpulkan dan menguasai sejumlah dolar untuk kepentingan tertentu, sehingga keuntungan hanya beredar pada segelintir orang-orang kaya maupun swasta.

Ketiga, karena utang yang semakin membengkak, beserta bunganya yang bertumpu pada sistem ribawi, sehingga negara terus defisit.

Keempat, nilai tukar rupiah adalah salah satu standar mata uang kertas saat ini yang tidak ditopang oleh komoditas yang memiliki nilai riil. Nilai nominalnya tidak sebanding dengan nilai intrinsiknya. Sistem keuangan ribawi juga menjadi Katalis Instabilitas mata uang saat ini.

Terlebih dalam sistem ekonomi kapitalis saat ini, standar emas dan perak sebagai alat pembayaran yang tahan terhadap krisis ditinggalkan, dan lebih memilih menggunakan standar mata uang kertas sebagai alat tukar yang  rentan terkena krisis.

Ditambah lagi adanya perang dagang antar negara-negara penganut ekonomi kapitalis, semakin menambah beban APBN negeri ini. Akibatnya negara-negara berkembang termasuk Indonesia takluk dan semakin tak berdaya dibawah himpitan dolar yang semakin menguat.

Melihat kondisi ketidakstabilan mata uang kertas saat ini yang lahir dari sistem ekonomi kapitalis, ekonomi berbasis syariah kini mulai di lirik sebagai alternatif untuk menyelesaikan berbagai problem yang menjerat negara-negara berkembang

yang pastinya terbebas dari ekonomi ribawi serta berlepas diri dari tekanan dolar Amerika yang rentan terhadap krisis.

Seperti yang dinyatakan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam seminar " Main Streaming Islamic Finance Into Global Initiatives" pada pertemuan Anual Meeting di Bali,

"Instrumen keuangan Islam sudah menjadi bagian penting dari pembangunan nasional di Indonesia. Surat berharga syariah negara retail atau sukuk misalnya, saat ini menjadi instrumen terpenting pemerintah.

Dalam konteks global dimana kondisi ekonomi dunia yang masih belum menentu, peran keuangan Islam menjadi semakin dibutuhkan. "Ini adalah instrumen terpenting untuk mengurangi kemiskinan dan mengatasi ketidaksetaraan, tambahnya", Merdeka.com (14/10/2018).

Hanya saja ada hal yang patut digaris bawahi dari pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani tersebut, bahwa ekonomi berbasis Islam seharusnya bukan hanya diambil karena memiliki manfaat untuk mengurangi jumlah kemiskinan dan mengatasi ketidaksetaraan saja,

kemudian akan ditinggalkan bila kondisi ekonomi dunia sudah stabil. Namun di atas semua itu ekonomi berbasis syariah  mesti diterapkan secara totalitas dalam bentuk sistem, karena Allah SWT memang mengisyaratkan demikian.

Dan yang tak kalah penting,  Islam berisi satu paket aturan yang tidak bisa diambil sebagian yang dianggap bermanfaat, dan meninggalkan yang lain yang dianggap tidak memberi manfaat.

Islam adalah agama sempurna yang mengatur seluruh aspek kehidupan berdasar pada syariat Islam, baik aspek Aqidah, pendidikan, ekonomi, politik maupun sosial budaya. Aqidah Islam menjadi landasan terkuat dalam bertingkah laku.

Pun demikian dalam membangun ekonomi suatu negara, Islam menjadikan Aqidah sebagai landasan dalam bermuamalah.

Dengan sistem Ekonomi berbasis syariah, kaum muslim akan berjaya di negeri sendiri, bebas dari jeratan ekonomi kapitalis yang berbasis ribawi, hingga tak ada lagi kekayaan yang bertumpu pada segelintir orang.

Hanya saja untuk membangun ekonomi negara yang kuat, takkan mungkin bisa dilakukan selama rupiah (yang bersandar pada mata uang kertas) masih digunakan.

Saatnya kembali pada sistem emas dan perak sebagai alat tukar yang telah terbukti tahan terhadap krisis dan tetap stabil, dimana emas dan perak memiliki nilai yang sama antara nilai nominal dan intrinsiknya.

Bahkan Syeckh Abdul Qadim Zallum dalam kitab Nidzomul al-Iqtishady Fiil Islam, menyatakan bahwasanya sistem emas dan perak memiliki beberapa keunggulan, diantaranya:

Pertama, emas dan perak adalah komoditas, sebagaimana komoditi lainnya semisal unta, kambing, besi dan tembaga. 

Kedua, sistem emas dan perak akan menimbulkan kestabilan moneter. Tak seperti uang kertas yang cenderung instabilitas.

Ketiga, Sistem emas dan perak akan menciptakan keseimbangan neraca pembayaran antar negara secara otomatis, untuk mengoreksi selisih dalam pembayaran tanpa Intervensi bank sentral.

Keempat, sistem emas dan perak memiliki keunggulan yang sangat prima, yaitu berapapun kuantitasnya dalam satu negara, entah banyak atau sedikit akan dapat mencukupi kebutuhan pasar dalam pertukaran mata uang.

Kelima, sistem emas dan perak akan mempunyai kurs yang stabil antarnegara. Ini karena mata uang masing-masing akan mengambil posisi tertentu terhadap emas dan perak.

Keenam, sistem emas dan perak akan memelihara ketahanan emas dan perak yang dimiliki oleh setiap negara.

Demikianlah Islam mengatur muamalah secara sempurna agar setiap muslim menyandarkan setiap aktifitasnya berdasarkan syariat Islam.

Terlebih bagi negara yang berkedudukan sebagai junnah (perisai) dan pengatur seluruh kebutuhan masyarakat baik sandang, pangan dan papan.

Saatnya kembali pada system moneter berbasis emas dan perak sebagai alat pembayaran, sebagai bentuk ketundukkan kita pada Allah SWT dan seluruh syariat-Nya.[MO/gr]

Silahkan Bagikan Jika Bermanfaat

Disclaimer: Gambar, artikel ataupun video yang ada di web ini terkadang berasal dari berbagai sumber media lain. Hak Cipta sepenuhnya dipegang oleh sumber tersebut. Jika ada masalah terkait hal ini, Anda dapat menghubungi kami disini.
Related Posts
Disqus Comments
close