Oleh : Ummu Aqeela
Mediaoposisi.com Memanas mungkin itu situasi yang kita rasakan akhir-akhir inj, menjelang pemilu tahun 2019 mendatang. Pergolakan dari dua kubu capres tidak bisa dihindarkan manakala masing-masingnya medeklarasikan dukungan kepada calonnya.
Sama-sama saling membawa nama Islam dan wadah organisasinya sebagai pembenaran tindakan yang dilakukan. Agak miris memang karena dengan atribut ketokohannya dan ciri khas keislamannya seolah berlagak menjadi orang suci dan menunjuk saudara muslim lainnya dengan ancaman secara verbal maupun tindakan.
Seperti konflik yang baru-baru ini terjadi di Surabaya pada acara Deklarasi #2019gantipresiden minggu lalu. Dalam deklarasi tersebut terjadi banyak insiden yang memalukan, bahkan dilakukan juga oleh beberapa aparat kepolisian itu sendiri yang harusnya menjadi penengah, tidak memihak di salah satu pihak yang sedang bertikai.
Tidak sedikit pula para wanita diacara Deklarasi tersebut diperlakukan secara semena-mena bahkan sampai ada oknum-oknum yang memaksa para wanita ini untuk membuka atribut kaos yang bertuliskan #2019gantipresiden. Miris ketika melihat video yang beredar dan memperlihatkan setiap detail kejadian di hari itu. (WARTAKOTALIVE.com 28-08-2018)
Membincang politik di tahun ini seolah tiada habisnya, insiden demi insiden seperti diatas akan terus terjadi jika masing-masing pihak hanya memikirkan bagaimana cara memenangkan pertarungan ini. Tokoh-tokoh yang bermunculan pun hanya sebagai alat atau magnet untuk menarik rakyat dengan berbagai macam caranya. Atribut-atribut yang menjadi ciri khas keislaman di Indonesia menjadi sangat laris manis. Mulai dari surban, peci, dan prestasi-prestasi jabatan keislaman yang pernah didudukinya pun di blow up hanya untuk dilirik dan menjadi daya tarik rakyat untuk mempercayainya.
Apa semua itu bisa menjadi jaminan bahwa yang disampaikan dari mulutnya adalah kebenaran?. Tentu tidak karena kebenaran mutlak yang sesungguhnya hanya ada ditangan Allah SWT. Hanya sangat disayangkan ketika atribut keislaman tersebut dipakai sebagai daya tarik kebenaran tapi tidak terealisasi secara benar.
Itulah ketika syari’at hanya dipakai sebagai alat permainan untuk keuntungan pribadi dan golongan saja. Syari’at sebenarnya adalah hukum mutlak dari Allah yang harus diterapkan secara kaffah atau sempurna, bukan hanya sebagian. Ketika atribut keislaman tersebut melekat diraga harusnya diiringi dengan perbuatan yang mencerminkan keislamannya.
Tapi akhir-akhir ini atribut hanyalah sebatas atribut yang bisa digunakan oleh kebanyakan orang tanpa tercemin perbuatan sesuai atributnya. Banyaknya bermunculan yang mengaku Ustad namun pada akhirnya statment-statment yang dia lontarkan hanya sebagai penyesat umat. Tidak didasarkan atas sumber Al Quran dan As sunnah, kalaupun sumber itu dibawa hanya didasarkan atas penafsiran sesuai kehendak dan hawa nafsunya (Naudzubillah).
Melihat fenomena yang terpapar diatas sebagai umat kita tidak bisa berdiam diri tanpa mencari ilmu kebenaran yang sesungguhnya. Sekulerisme dan Liberalisme yang mewabah sekarang bahkan sudah menggerus keimanan sesosok yang bergelar ustad sekalipun. Jangan mudah terpedaya dengan beragam atribut keislaman yang melekat diraga seseorang dan menjadikan itu sebagai bukti kebenaran yang dibawanya.
Sebagaimana sabda Rosulluloh SAW :
“ Akan datang kepada manusia tahun-tahun yang penuh tipu daya, dimana pendusta dipercaya dan orang jujur didustakan, pengkhianat diberi amanah dan orang yang amanah terkhianati, dan berbicara di zaman itu para Ruwaibidhoh”. Ditanyakan “ Siapa Riwaibidhoh itu ya Rosul? Beliau bersabda “ Orang bodoh yang berbicara dalam masalah umum” (HR. AL Hakim)
Oleh karena itu sebagai umat kita tidak hanya ta’at namun juga cerdas, memilah dan memilih segala persoalan yang terpapar didepan mata dan mendudukan segala penyelesainnya kemudian disandarkan atas syari’at Islam.
Jangan lelah mencari ilmu dimanapun dan kapanpun karena dengan ilmulah kita bisa menggunakan akal kita secara sehat dan mustanir. Segala perubahan ada ditangan kita sendiri mau tergerus sistem atau menjadi barisan yang memperjuangkan perubahan untuk sistem itu sendiri. Ketika keta’atan kita akan syari’at tersemat, Insyaalloh Allah lah sang Penyelamat.[MO/an]