Oleh: Meltalia Tumanduk, S.Pi
Mediaoposisi.com-Perhelatan akbar pesta demokrasi tak lama lagi digelar. Pendaftaran bakal calon anggota legialatif pun telah selesai. Fenomena politisi pindah partai kembali ramai.
Seperti dilansir Sindonews.com, Pendaftaran bakal calon anggota legislatif (Bacaleg) yang berakhir tadi malam menyisakan cerita menarik. Belasan anggota DPR memutuskan kembali mencalonkan diri sebagai wakil rakyat melalui partai politik berbeda.
Setidaknya ada 16 anggota DPR RI yang kembali mencalonkan diri melalui partai politik berbeda. Sebagian besar wakil rakyat tersebut pindah dari partai asal ke Partai NasDem. Dikabarkan adanya janji pembiayaan kampanye dalam jumlah besar menjadi salah satu alasan para anggota DPR tersebut rela berpindah ke partai politik berlambang bulan dan matahari tersebut.
Politisi kutu loncat atau berpindah parpol biasanya karena bermasalah di parpol sebelumnya sementara politisi tersebut masih terus ingin berkarier dalam politik. Politisi kutu loncat tidak hanya mengejar jabatan di eksekutif melalui pemilihan kepala daerah (pilkada) tetapi atau ingin meraih kursi di lembaga legislatif melalui pemilu seperti menjelang Pemilu 2019 ini.
Guru besar politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Prof Syamsuddin Haris mengaku prihatin atas fenomena politisi kutu loncat tersebut. (Wartakota.Tribunnews.com)
Fenomena ini menunjukkan ironi demokrasi yang hanya melahirkan para politisi pragmatis. Minus visi ideologis. Visi-misi amat terbuka. Pragmatisme pun merajalela. Ditambah tak adanya ikatan yang kuat di antara para anggotanya. Ikatan yang ada lebih pada kepentingan. Muncullah perpecahan di dalam tubuh partai.
Wajar jika negara kacau balau diatur oleh orang-orang tidak kapabel. Hanya mementingkan kepentingan sendiri.
Hadirnya partai politik, harusnya mampu mengedukasi umat sesuai dengan pemikiran-pemikiran yang diadopsinya. Serta berjuang mewujudkan visinya dalam kehidupan nyata. Tapi nyatanya partai politik tidak lebih hanya dijadikan batu loncatan untuk meraih kursi kekuasaan. Ini membuktikan gagalnya partai politik dalam menjalankan peran dan fungsinya.
Partai politik wajib ada dalam negara Islam. Karena Allah Swt memerintahkan hendaknya ada segolongan umat, yang berarti kelompok terorganisasi. Tujuannya untuk menyerukan Islam. Sebagaimana firman Allah SWT :
"Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma`ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung." (TQS. Ali ’Imran : 104)
Aktivitas partai politik dalam Islam adalah dakwah. Amar makruf dan nahi munkar. Baik yang dilakukan oleh masyarakat maupun negara. Lebih spesifik dalam konteks sistem pemerintahan. Fungsi dan peranan partai politik ini adalah untuk melakukan check and balance atau muhasabah li al-hukkam (mengoreksi penguasa).
Karena itu, partai politik ini harus dibangun berdasarkan akidah Islam. Akidah Islam harus dijadikan sebagai kaidah berpikirnya, sekaligus ikatan yang mengikat anggotanya.
Para anggotanya berkepribadian Islam. Mereka berpikir dan berinteraksi berdasarkan Ideologi Islam. Pembinaan dan pengkaderan dilakukan dengan memahamkan Ideologi Islam, beserta metode penerapannya.
Visi, misi, tujuan, metode dan aktivitasnya sama sekali tidak boleh menyimpang dari Islam yang menjadi dasarnya. Visi partai politik ini adalah melangsungkan kehidupan Islam di bawah naungan khilafah.
Ketika khilafah belum ada, misinya menegakkan khilafah. Ketika khilafah telah ada, misinya menjaga dan mempertahankan khilafah agar tidak melanggar sedikit pun dari visi dan tujuannya. Melangsungkan kehidupan Islam.
Inilah partai politik ideologis yang ada di tengah-tengah umat. Berdiri kokoh di atas pondasi Islam. Kepemimpinan berpikir diemban partai di tengah-tengah umat untuk memberikan kesadaran kepada mereka tentang Islam yang sebenarnya.
Partai ini akan memimpin umat, dan menjadi pengawas negara. Untuk menjalankan tugasnya, memprotes kebijakan negara yang tak sesuai syariat Islam. Mengoreksi dan mengubahnya dengan lisan dan tindakan. Bahkan jika terjadi kekufuran yang nyata, bisa mengangkat senjata, atau melakukan people power.
Inilah keberadaan partai yang hidup di tengah-tengah umat, di dalam negara khilafa yang dijadikan Islam jaminan pelaksanaan sistem Islam secara sempurna. Sudah saatnya partai politik kembali kepada peran dan fungsi sesungguhnya. Sebagaimana yang telah Allah Swt perintahkan.[MO/sr]