Olhe: Dwi Maulidiniyah
Mediaoposisi.com- Julio Belnanda Harianja (23), mahasiswa Universitas Negeri Semarang (Unnes) dikenakan hukuman pemberhentian sementara atau 'skorsing' oleh pihak kampus karena beberapa unggahannya di media sosial dianggap memicu kebencian terhadap petinggi kampus (CNN Indonesia/120718).
Julio yakin panggilan ini terkait aksi tolak uang pangkal serta postingannya di media sosial yang dituduh sebagai ujaran kebencian (Tirto.id/160718).
Uang pangkal (UP) adalah uang yang dikeluarkan selain uang kuliah tunggal (UKT) 1x selama kuliah. Wajar jika Julio bersama teman-temannya menolak hal tersebut karena bayar UKT saja sudah mahal.
Dan kebijakan UKT yang mulai diterapkan pada tahun 2013 ini awal mulanya keluar untuk menghapus adanya UP. Beginilah ketika pendidikan dikomersialisasi, yang menjadi korban tentunya adalah rakyat. Selama sistem yang diterapkan di Negara ini adalah kapitalisme, maka komersialisasi pendidikan akan terus ada.
Sayangnya, respon pihak UNNES (Universitas Negeri Semarang) terlalu berlebihan dalam menghadapi suara mahasiswa ini. Pemberian skorsing kepada mahasiswa yang mengingatkan dan mengkritik kebijakannya yang dzolim adalah suatu tindakan represif untuk membungkam suara mahasiswa.
Sebagai seorang intelektual kampus, harusnya pihak kampus UNNES juga bersikap secara intelek. Mendudukkan para mahasiswa uang menyuarakan penolakan UP tersebut dan mendengarkan alasan dan keinginan mahasiswa tersebut.
Bukan dengan menggebuk dan membungkam mahasiswa yang kritis dengan SKORSING. Itu tindakan represif dibalik kekuasaan!
Hal ini tentu tidak bisa dibiarkan begitu saja, jika mahasiswa kritis dan berani langsung dibungkam dan digebuk menggunakan kekuasaan. Maka ini sama saja membiarkan sikap represif pemilik kebijakan untuk membungkam suara kritis mahasiswa.
Mahasiswa jangan diam! Teruslah berani menyampaikan bahwa yang benar itu benar dan yang salah itu salah.[MO/sr]