Oleh: Dwi Rahayuningsih
Mediaoposisi.com-Dilansir dari metronews.com pada Rabu (11/7/2018), Presiden Joko Widodo bertemu dengan para Ulama dan ratusan Hafiz Quran di istana Negara. Presiden Joko Widodo berpesan untuk selalu menjaga agar Islam menjadi Rahmat untuk semua.
Sudah seharusnya Ulama menjadi penjaga Islam. Dan sudah seharusnya pula seorang pemimpin Negara dekat dengan para ulama dan penjaga Quran. Karena Ulama adalah pewaris nabi, yang menjadi penerus Risalah Rasulullah untuk disampaikan kepada semua umat manusia.
Sedangkan pemimpin Negara, adalah seorang Umara’ yang wajib memberikan perlindungan kepada umatnya. Menjalankan segala sistem pemerintahan, untuk mengayomi dan mengurusi rakyat. Seperti bunga dan lebah yang mengashilkan madu, Pemimpin dan Ulama saling bekerjasama untuk memberikan kemanfaatan kepada rakyat.
Ulama bertanggungjawab untuk mengoreksi penguasa (pemimpin) jika penguasa melakukan kesalahan. Sedangkan para penguasa meminta nasehat kepada para ulama dalam menjalankan roda pemerintahannya agar berjalan sesui jalur yang telah Allah gariskan. Jika boleh diibaratkan seperti bunga dan lebah, maka akan terjadi simbiosis mutualisme.
Menguntungkan dalam hal pengurusan umat. Bukan dalam hal materi atau keuntungan duniawi. Karena tugas pemimpin adalah sebagai pelayan bagi umat. Dia yang melindungi rakyatnya, sebagaimana dijelaskan dalam hadist Rasulullah SAW:
“Sesungguhnya pemimpin (Khalifah) ibarat perisai, dimana rakyat (orang-orang) akan berperang di belakangnya, dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)nya.” (HR. Al-Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Dawud, dll)
Demikian pula dengan ulama. Ia adalah pelita dalam kegelapan. Penuntun umat dikala sedang tersesat. Karena para ulama adalah sang pewaris Nabi. Pembawa cahaya di tengah kegelapan. Kehadirannya mampu meluruskan kesesatan di tengah-tengah masyarakat. Sebagai panutan dan suri tauladan, Ulama wajib mengikuti Tauladan Rasulullah SAW.
“Perumpamaan Ulama di bumi adalah seperti bintang-bintang di langit yang memberikan petunjuk di dalam kegelapan bumi dan laut. Apabila dia terbenam, maka jalan akan kabur.” (HR. Ahmad)
Begitu pentingnya peran ulama atas umat. Sehingga jika ulama tersesat atau menyampaikan kesesatan, maka akan membawa seluruh umat kepada kesesatan pula. Sebaliknya, ulama dituntut untuk menjadi penjaga Islam yang mulia. Menjaga kemurnian ajaran Islam dari para penista dan pencela. Dari para pendusta dan pemuja kesesatan.
Dari para penguasa dzalim yang hendak memadamkan cahaya-Nya dan dari para ulama-ulama bayaran penjaga kapitalisme.
Jika ulama menjalankan amanahnya sebagai penjaga kemurnian ajaran Islam dan umatnya, maka seluruh makhluk yang ada di bumi dan laut akan beristighfar untuknya. Sebagaimana hadist Rasulullah:
“Seluruh makhluk yang ada di langit dan di bumi, bahkan ikan-ikan yang ada di dalam air semuanya beristighfar untuk para ulama. Sesungguhnya kedudukan seorang alim sama mulianya dengan bulan di tengah-tengah bintang. Sesungguhnya ulama itu adalah pewaris para nabi.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)
Tentu saja tidak mudah untuk menjadi ulama sebagaimana yang digambarkan dalam hadist tersebut. Ditengah kondisi masayarakat yang rusak. Ditambah penerapan sistem pemerintahan yang jauh dari aturan Islam. Jelas akan menjadi tantangan yang luar biasa bagi para ulama.
Ulama dihadapkan pada arus sekuler yang menjadikan agama sebagai pelengkap identitas semata. Bukan untuk dijalankan syariatnya, tapi sengaja dibuang dari kehidupannya. Jika tidak memiliki pondasi iman yang kuat, maka ulamapun banyak yang tergerus pemikiran sekuler.
Tak heran jika akhirnya ditemukan ulama-ulama yang menghalalkan riba. Menghalalkan LGBT. Dan yang lebih parah lagi menganggap Islam sebagai teroris. Bukan ulama seperti ini yang dirindukan umat.
Namun ulama sejati yang menerapkan Islam dari A sampai Z. yang mengamalkan ajaran Islam bukan di ranah ibadah saja namun berusaha menerapkan Islam secara sempurna dan menyeluruh. Itulah yang dikatakan warasatul anbiya’.[MO/sr]