Oleh: Irma Setyawati,S.Pd
(Aktivis Muslimah Peduli Bangsa)
Mediaoposisi.com- 24 Juli menjadi Hari Anak Nasional yang senantiasa tidak luput untuk di peringati dengan beragam acara. Hanya sayang, setiap tahun di peringati akan tetapi nasib anak Indonesia masih sangat buruk dan mengenaskan.
Di depan mata kita masih banyak dijumpai anak-anak yang terlantar, yang terancam putus sekolah, hingga berurusan dengan hukum karena melakukan tindakan kriminal.
Kenapa semua ini masih terjadi? Karena kebijakan yang dikeluarkan negara masih setengah setengah dan kontradiktif. Misalnya, kita punya slogan "anak Indonesia berahlak mulia". akan tetapi negara membiarkan situs,film dan gambar porno masih muda di akses anak anak.
Bagaimana juga anak Indonesia harus sehat jika bisnis haram seperti pabrik miras tidak di tutup dan jaringan bisnis narkoba tidak mampu di hentikan. Sering juga kita mendengar perbincangan soal hak anak, akan tetapi aborsi masih di legalkan.
Bagaimana juga dengan iming iming bahwa anak berhak mendapat pendidikan?
Faktanya, banyak anak yang putus sekolah karena tidak punya biaya untuk masuk,dsb. Negara sekalipun telah menggalakkan rumah singgah untuk anak jalanan, akan tetapi ketika negara masih menciptakan kemiskinan. Maka berapa banyak lagi rumah singgah yang akan didirikan negara?
Inilah hakikatnya negara kapitalis yang bersikap sebagai regulator yang tidak bergigi dan bertaring tajam terhadap para kapitalis. Tidak heran jika persoalan tidak kunjung usai.
Harusnya negara tegas dengan tidak menjual asetnya ke para kapitalis, sehingga negara ini bisa sejahtera secara ekonomi dan bisa mensejahterakan rakyatnya. Harusnya pula negara ini tegas ke para kapitalis pemilik bisnis haram yang membuat rusaknya generasi,dsb.
Tinggalkan asas manfaat dalam mengatur urusan rakyat, jadikan akhirat sebagai pengingat dalam memimpin. Karena Rasulullah SAW telah bersabda: "Seorang imam adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya" (HR. Bukhari dan Muslim).
Oleh karena itu, takutlah pertanggungjawaban kita di hadapan Allah dalam memimpin, bukan takut di hadapan para kapitalis. [MO/sr]