Oleh : Rizky D. Iswari
(Pengajar dan Aktivis Mahasiswa)
Mediaoposisi.com- Apakah Islam adalah agama yang pantas untuk ditakuti? Ketika mendengar pertanyaan itu, harusnya pasti menjawab dengan tegas, TIDAK. Namun, isu Islamophobia kini kian marak kembali. Beberapa penyebabnya dikarenakan peristiwa teror bom yang terjadi di beberapa kota di Indonesia dan kemudian dikaitkan dengan paham radikalisme.
Istilah radikalisme sendiri pun sebenaramya masih belum mempunyai definisi yang jelas. Batasan orang disebut radikal pun juga masih semu. Hanya saja mirisnya, opini di media menggiring untuk menyimpulkan bahwa radikal itu adalah orang-orang yang dicirikan dengan penampilan yang Islami dan sering ikut kajian rohis sekolah/kampus.
Salah satu kutipan yang disampaikan oleh Direktur Pencegahan BNPT, Hamli (25/5) menyatakan bahwa pola penyebaran paham radikalisme yang berkembang awalnya dilakukan di lingkungan pesantren dan kemudian menyasar ke kampus negeri maupun swasta (cnnnidonesia.com).
Penelitian Setara Institute tahun 2017 menyatakan bahwa masjid-masjid yang berada di lokasi perumahan dan kampus dinilai menjadi sarang radikalisme dan intoleransi. Jika mengacu dari hasil tersebut, sebutan ‘pesantren’, ‘masjid’ adalah tempat-tempat yang memang erat dengan ajaran islam. Oleh karenanya, mau tidak mau akhirnya opini publik tergiring bahwa islam sama dengan radikal.
Apakah betul Islam mengajarkan terorisme dan bunuh diri? Jika mengkaji Islam dengan mendalam, tidak ada satu ayat pun yang memerintahkan untuk berbuat demikian. Islam adalah agama damai, agama yang melarang menyakiti diri sendiri apalagi orang lain. Sungguh jika ajaran islam dikaitkan dengan aksi-aksi keji semacam itu sangatlah tidak pantas.
Jikalau benar orang yang melakukan aksi teror tersebut adalah seorang muslim, maka yang ia adopsi bukanlah ajaran dari islam itu sendiri.
Tipuan islamophobia sungguh membahayakan karena dengan itu masyarakat justru akan semakin jauh dengan agamanya, semakin takut untuk mempelajari Islam dan semakin menaruh curiga dengan kajian keislaman. Inilah opini yang sengaja dimunculkan untuk menutupi penyebab sebetulnya masalah yang ada saat ini.
Adalah sekulerisme yaitu paham yang memisahkan agama dari kehidupan. Paham ini menjadikan manusia seolah-olah hidup dalam dua ranah yaitu ranah dengan agama (di masjid saja) dan ranah non agama (tempat umum). Jika manusia bisa hidup mulia dengan pedoman agama, maka kenapa peran agama hanya dibatasi di tempat tertentu saja?
Wajar, jika kemudian islam dibatasi geraknya karena sistem saat ini yang menjadikannya demikian. Sekulerisme yang menjadi asas yang dianut dalam negeri ini tidak mengizinkan bicara agama di ranah publik. Tema-tema kajian yang dianggap berbahaya yaitu yang menjelaskan bahwa islam itu ideologi, islam mengatur urusan pendidikan, ekonomi, pemerintahan, dan politik. Padahal islam tidak hanya mengajarkan sabar dan sholat, tapi juga hudud dan jihad.
Maka dari itu, wahai kaum Muslimin, janganlah tertipu dengan opini jika Islam adalah agama yang memunculkan benih radikalisme. Justru, jika semakin jauh kita dari ajaran Islam, maka kita akan dengan mudah untuk difitnah dan dipecah belah. Belajar islam secara kaffah (menyeluruh) adalah kuncinya. Dalami ajaran islam karena ia adalah aturan paling sempurna dan paripurna dari Sang Pencipta Alam Yang Maha Agung.[MO/sr]