Oleh : Eka Tri Wahyuni
(Mahasiswi STEI Hamfara Yogyakarta)
Mediaoposisi.com- Tak lama ini kita dikejutkan dan diperlihatkan bahwa Indonesia memiliki hutang yang terbilang fantastis, Dimana Bank Indonesia (BI) melansir data terbaru mengenai posisi utang luar negeri Indonesia. Per Februari 2018, utang luar negeri Indonesia tercatat sebesar USD 356,23 miliar atau setara dengan Rp 4.907 triliun (kurs hari ini).
Hutang Indonesia yang semakin lama semakin mengalami kenaikan yang tanpa disadari hutang itu terus bertambah, hutang yang terus bertambah itu karena terus bertambahnya bunga pada setiap harinya, hingga menyebabkan hutang Indonesia tembus Rp. 4.907 Triliun.
Bagaimana hal ini bisa terjadi, padahal jika kita lihat sudah hampir seluruh kekayaan Indonesia sudah habis dijual ke asing, Mengapa hal ini tidak bisa menutupi hutang-hutang Indonesia, SDA yang ada hanpir habis dan pendapatan dari SDA pun tidak tau kemana dan untuk apa, hingga Hutang Indonesia pun tak bisa terbayarkan.
Kami kembali lagi bertanya dan bertanya, Pasalnya hutang yang semakin meningkat ini digunakan untuk apa ? Karena melihat kondisi rakyat yang tak mengalami perubahan, seperti ancaman, pengangguran dan kemiskinan masih terus ada. Sumber daya yang begitu melimpah ruah pun tak tau kabar jelasnya, kemana itu semua.
Hutang yang semakin meningkat ini, mengapa kami (rakyat) yang harus menanggungnya, untuk membayar hutang negara, mengapa kami yang harus membayar pajak yang begitu tinggi, memeras kantong kami, mengurangi pendapatan dari hasil kerja kami, menaikkan harga BBM yang itu semua membuat kami menjerit kesakitan.
Mengapa kami yang menjadi korbannya, padahal kami tidak pernah tau hutang yang dipinjam itu untuk apa, bahkan kesejahteraan pun tak ada dalam hidup kami, hanya ada kesengsaraan dan kesedihan bagi kami.
Sebenarnya siapa yang harus menanggung hutang negara ini? Kenapa kalian menyerahkan semuanya kepada kami. Apakah karna sistem kapitalis lah kalian bisa seperti ini ? Iya karna kapitalis lah kalian para petinggi sesuka hati mempermainkan hidup kami.
Dan jika dalam sistem Islam ini semua tidak terjadi, Negara bisa berhutang Ketika kebutuhan negara yang besar tidak bisa dipenuhi dengan pemasukan yang ada, maka kebijakan yang bisa dilakukan pemerintah adalah dengan melakukan penghematan di sana-sini. Namun jika ternyata masih belum menyelesaikan persoalan dan tidak ada jalan lain kecuali dengan berutang, maka dalam konteks ini pemerintah bisa melakukan utang.
Dan Kebijakan pemerintah berutang tentunya harus didasarkan pada kemaslahatan rakyat. Sebab, pemerintah sebagai pelaksana wewenang negara adalah wakil rakyat. Ini sejalan dengan kaidah fikih yang menyatakan.
Artinya, “Bahwa kebijakan pemerintah bagi rakyatnya harus mengacu pada kemaslahatan,” (Lihat Jalaluddin As-Suyuthi, Al-Asybah wan Nazha`ir, Mesir, Maktabatut Tijariyyah, halaman 107).
Karena itu adalah utang negara dan ditasarufkan untuk kepentingan atau kemasalahat rakyat banyak, maka pihak yang bertanggung jawab adalah negara dengan dana kas negara.[MO/sr]