-->

Beras Sachet, Ironi atau Solusi?

Silahkan Bagikan Jika Bermanfaat
Advertisemen

Oleh: Astik Drianti, S.P., M.P
(Dosen di Universitas Kutai Kartanegara Tenggarong)

Mediaoposisi.com-  Pemerintah berencana mengeluarkan beras dalam kemasan sachet  200 gram yang akan di bandrol Rp. 2500,00.- menurut Ketua Umum Persatuan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi) Sutarto Alimoeso, beras dalam bentuk sachet 200 gram merupakan salah satu saca menstabilkan harga pangan, namun belum menyentuh kemasyarakat bawah (detikfinance, 28 mei 2018).

Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso, mengatakan beras sachet merupakan beras premium dan setara dengan tiga piring nasi. Selain itu rencananya beras tersebut akan dijual melalui koperasi BUMN hingga toko ritel (detikfinance,28 Mei 2018).

Ada Apa dengan Beras Kita?

Beras adalah komoditas yang tidak pernah lepas dari kontroversi, dan campur tangan pemerintah. Dulu pada masa orde baru, beras menjadi arus utama, penyeragaman bahan pangan utama menjadi beras terjadi hingga ke daerah dimana beras tidak dikenal sebelumnya. Hal ini membuat Indonesia mampu berswasembada.  Dan kini, beras tidak saja komoditas pangan utama, namun juga menjadi komoditas politik.

Kebijakan cetak sawah baru, subsidi pupuk, dan penambahan tenaga penyuluh lapangan semua dalam rangka mengamankan urusan pangan ini. Perthitungan mengenai stok beras menjadi penting, Bulog senantiasa dalam sorotan ketika harga beras naik sedikit saja, atau beras sulit ditemukan dilapangan.

Beras, memang merupakan makanan pokok terbesar masyarakat Indonesia, sehingga wajar, pemrintah memberi perhatian lebih kepada komoditas ini, bahkan ada idiom yang menyebutkan bahwa Dinas pertanian itu sesungguhnya adalah Dinas perpadian, karena urusan dominannya adalah padi atau beras.  Sedemikian penting komoditas ini , sampai-sampai pemerintah harus senantiasa impor komoditas ini, meski stok dalam negeri masih mencukupi.

Bahkan terakhir pemerintah mengeluarkan kebijakan impor setu juta ton beras, meski Bulog mengatakan stok beras dalam negri berkisar 1,2 juta ton (liputan 6, 29 Mei 2018).
Pengadaan beras sachet ini menurut Direktur Utama Perum Bulog adalah untuk menjamin ketersediaan beras kepada masyarakat (detik finance, 23 Mei 2018)

Yang menjadi pertanyaan adalah, benarkah yang ketersediaan beras yang dibutuhkan oleh masyarakat, atau kemampuan masyarakat mengakses beras dalam hal ini bahan pangan?

Keamanan Pangan

Dalam keamanan pangan selain ketersediaan bahan pangan hal yang tidak kalah penting adalah keterjangkauan atau kemampuan mengakses bahan pangan.  Sekedar tersedia tidak akan membuat masyarakat bebas dari kelaparan, karena tersediannya bahan pangan tapi tanpa kemampuan masyarakat untuk mengakses/mendapatakan bahan pangan tersebut tetap saja membuat masyarakat kelaparan.

Ketersediaan pangan berbicara mengenai jumlah bahan pangan, berapa jumlah beredar yang riil diserap dan berapa jumlah stok yang harus ada, sehingga jumlah bahan pangan dapat dikatakan aman. Keterjangkauan pangan berbicara mengenai kemampuan masyarakat mengakses atau mendapatkan bahan pangan. Sehingga dalam keterjangkauan ini bukan sekedar harga yang murah.

Karena meskipun harga murah tapi masyarakat tidak mempu membeli, maka pangan tadi dapat dikatakan tidak terjangkau oleh masyarakat.

Keterjangkauan pangan ini, erat kaitannya dengan tingkat kesejahteraan masyarakat, sehingga dengan menyediakan beras murah juga harus dilengkapi dengan aspek yang lain, yakni aspek yang menjamin bahwa masyarakat mampu mengasesnya/membelinya. Tentunya hal ini akan terjadi bila masyarakat memiliki mata pencaharian. Selama masyarakat masih sulit mendapatkan pekerjaan, atau sulit mencari uang selama itulah kebijakan ini akan menjadi ironi di negri agraris ini.

Disisi lain pengadaan beras sachet yang akan dipasok dari tiap daerah menafikan harga yang berbeda dengan kebijakan satu harga. Karena pada faktanya beras premium lokal memiliki harga yang cenderung lebih mahal. Bahkan petani tidak perlu menjual beras premium mereka kepada Bulog, karena konsumen bersedia membayar lebih  mahal, sebagai contoh beras mayas di kaliman timur, memiliki harga yang senantiasa lebih mahal dibanding beras Ir.64 atau Ciherang. 

Sehingga kalaupun kemudian terdapat beras sachet kemungkinan isinya tidak berbeda dengan beras biasa yang di jual masyarakat sekitar. Selain pasokan beras, yang perlu dipertimbangkan berikutnya adalah biaya tataniaganya. Biaya untuk mengemas dan margin untuk tiap lembaga pemasarannya. Sehingga satu harga untuk beras sachet ini menjadi sulit untuk diwujudkan.

Islam menjamin pangan.

Islam sesungguhnya  agama yang paripurna, dan islam menjamin hak masyarakat untuk mendapatkan pangan,papan,serta sandang. Selain itu Islam juga menjamin Keamanan, kesehatan dan pendidikan masyarakat.

Untuk persoalan pangan, islam memberi jaminan pangan dengan tetap membiarkan keberagaman pangan, tidak diperlukan penyeragaman pangan dengan satu komoditas tertentu. Perbedaan jenis pangan adalah hal yang alamiah. 

Islam menjamin tiap pria memiliki mata pencaharian, bhakan negara akan memberikan modal kepada masyarakat untuk memiliki mata pencaharian, sehingga dengan kemampuan ini masyarakat juga mampu mengakses bahan pangan juga hal lain. Sebagaimana Rasul pernah memberikan kapak kepada seorang sahabat agar ia dapat mencari kayu dan memenuhi kebutuhan keluarganya.

Beras Sachet ini tentu saja boleh, namun ketika semua sendi kehidupan di atur berdasarkan hukum Allah, dan masyarakat memiliki mata pencaharian yang difasilitasi oleh negara, masyarakat dapat menggunakan untuk memenuhi kebutuhannya termasuk dalam hal pangan. Sehingga beras sachet tidak lagi sebagai ironi namun dapat menjadi solusi.[MO/sr]



Silahkan Bagikan Jika Bermanfaat

Disclaimer: Gambar, artikel ataupun video yang ada di web ini terkadang berasal dari berbagai sumber media lain. Hak Cipta sepenuhnya dipegang oleh sumber tersebut. Jika ada masalah terkait hal ini, Anda dapat menghubungi kami disini.
Related Posts
Disqus Comments
close