Spesial Redaksi| Mediaoposisi.com- Menjelang Pilpres 2019, Presiden Jokowi melakukan tindakan kontroversial, yaitu menambah empat orang staf khusus presiden sejak pertengahan Mei 2018. Hal ini dinilai ada kaitannya dengan Pemilu 2019. Jokowi dinilai panik dalam menghadapi Pemilu karena citra negatif yang ia miliki, terutama citra sebagai Presiden Anti Islam.
Dikutip dari Tirto.id, “Menurut saya ini [pengangkatan staf khusus] jawaban dari kepanikan. Menambah human resource (sumber daya manusia) itu biasanya digunakan sebagai strategi terakhir,” ungkap analis komunikasi politik dari Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Hendri Satrio kepada Tirto, Jumat (25/5).
Paniknya rezim semakin terlihat dalam pengangkatan para staf khusus yang memiliki background terent. Dari kalangan aktvis Islam hingga praktisi telekomunikasi menjadi dasar pemilihan 4 orang tersebut.
Abdul Ghofarrozin yang merupakan putra ulama k (Alm) KH. Ahmad Sahal ditunjuk, lalu Ruhaini Dzuhayatin Siti yang dianggap sebagai tokoh Islam sekaligus aktivis Hak Asasi Manusia. Selanjutnya Adita Irawati, mantan Vice President Corporate Communications PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel).
Citra negatif presiden asal kota solo ini semakin menguat pasca keputusannya yang membubarkan HTI serta diamnya Jokowi terhadap polemic HRS. Guna menetralisir citra negative, tak heran ia membutuhkan sosok “Agamis”.
Guna mengatasi citra buruknya di bidang perekonomian, Jokowi menunjuk Ahmad Erani Yustika yang sebelumnya menjabat sebagai Direktur Jenderal di Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi dijadikan staf khusus Presiden bidang ekonomi. Alhasil, sekarang Jokowi telah memiliki 11 staf khusus dari sebelumnya hanya tujuh orang
Bukan rahasia lagi bila Jokowi kerap dinilai sebagai pihak Anti Islam, carut marut perekonomian serta berbagai ditambah maraknya tagar #2019GantiPresiden menjadikan Jokowi harus bermanuver menyelamatkan tahtanya.[MO]