Oleh: indriani, SE, Ak
Mediaoposisi.com- Dunia tenaga kerja Indonesia kini ramai dengan pemberitaan terkait TKA yang masuk ke Indonesia. Di beberapa wilayah seperti Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara dan Papua Barat didapati banyak TKA yang menempati posisi tententu, seperti buruh, sopir, dan lain-lain.
"Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Fadli Zon mengkritik keras Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018 Tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing yang menurutnya tidak berpihak kepada kepentingan tenaga kerja lokal. Dia mengusulkan DPR membentuk Panitia Khusus (Pansus) mengenai tenaga kerja asing." (CNN indonesia)
Pasca disahkannya Peraturan Presiden Nomor 20 tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing, pada 26 Maret 2018. Pro dan kontra bermunculan.
Terlebih bagi tenaga kerja lokal yang pastinya harus siap bersaing dan semakin sulitnya untuk mendapatkan pekerjaan akibat dari penerapan Perpres ini.
Bisa diprediksi bagaimana persaingan yang semakin tajam akan memunculkan masyarakat yang rawan konflik. Seolah masalah demi masalah tiada habisnya disuguhkan, di tengah meningkatnya jumlah pengangguran di Indonesia yang masih menjadi persoalan utama.
Selain itu, keberadaan tenaga kerja asing ini akan merusak budaya dan melanggar agama. Bagaimana miras, prostitusi, sex bebas dan pedofilia tidak bisa dilepaskan dari tenaga kerja asing.
Demi memperlancar investasi, beberapa tahun lalu aturan perdagangan minuman beralkhohol masuk dalam paket deregulasi. Publik tentu belum lupa pada kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh dua guru berkewarganegaraan Amerika Serikat di Jakarta International School (JIS) tahun 2014. Demikian juga banyak kasus pedofilia yang bermula dari orang asing.
Alasan kemudahan TKA demi investasi yang akan menciptakan lapangan kerja lokal, hanyalah tipuan. Alih-alih menciptakan lapangan kerja, investasi asing justru berujung pada derasnya TKA masuk ke Indonesia.
Karena tidak sedikit adanya investasi asing yang mempersyaratkan adanya tenaga kerja asing. Di samping itu adanya tuntutan kemudahan TKA sebagai konsekuensi dari semakin derasnya arus investasi asing yang menjadi bagian dari berbagai perjanjian perdagangan pasar bebas, salah satunya MEA (masyarakat Ekonomi ASEAN).
Investasi asing seakan menjadi satu-satunya solusi bagi pendanaan pembangunan di Indonesia. Ini tidak lain jebakan global untuk menghilangkan kemandirian suatu negara dan membuatnya tergantung sehingga mudah untuk dikuasai.
Allah SWT tidak mengijinkan orang-orang Islam memberikan jalan bagi orang kafir untuk menguasai kaum muslim yang dengannya kaum muslim bisa dihabiskan hingga ke akar-akarnya. Allah juga tidak mengizinkan kepada penguasa kaum muslim untuk mendahulukan kepentingan dan tekanan negara penjajah dibandingkan memenuhi hak rakyatnya.
Islam memerintahkan penguasa untuk memenuhi hak rakyatnya dengan sebaik-baiknya. Bahkan negara berperan layaknya perisai yang akan melindungi rakyatnya dari marabahaya yang akan menyerangnya.
Dari Abu Hurairah, dari Rasulullah SAW. Rasul bersabda : “Sesungguhnya pemimpin itu perisai. (Rakyat) akan berperang di belakangnya serta berlindung dengannya. Apabila ia memerintahkan untuk bertaqwa kepada Allah serta bertindak adil, maka ia akan mendapatkan pahala. Tetapi jika ia memerintahkan dengan selain itu, maka ia akan mendapat akibat buruk hasil perbuatannya.”
Pemimpin dalam Islam akan bertanggung penuh atas rakyatnya, baik laki-laki atau perempuan, muslim maupun non muslim. Tidak akan membiarkan rakyatnya kelaparan atau tidak memiliki tempat tinggal, menciptakan lapangan kerja bagi para kepala keluarga.
Penguasa wajib menerapkan sistem ekonomi Islam yang akan memberikan kesejahteraan bagi seluruh rakyatnya. Islam menetapkan bahwa asset ekonomi yang mengusai hajat hidup orang banyak merupakan kepemilikan umum dan dikelola oleh negara. Dan Islam akan menutup peluang berkembangnya perekonomian non riil. Islam pun akan mengharamkan riba dan spekulasi bursa saham.
Sungguh sangat jelas bahwa Islam mempunyai solusi untuk menyelesaikan persoalan TKA, kebutuhan investasi, penciptaan lapangan kerja dengan penerapan ekonomi Islamnya. Ini harus ditopang dengan penerapan syariah di bidang lainnya. Dan negara yang menerapkan syariah Islam kaffah, akan menjadi negara mandiri dan berdaulat. Negara ini bernama Khilafah Islamiyah.[MO/sr]