-->

Surat Terbuka Santri Nusantara Untuk Bu-Suk

Silahkan Bagikan Jika Bermanfaat
Advertisemen


Oleh : Wardah Abeedah
(Santri Ndeso)

Mediaoposisi.com- Dear Ibu Sukmawati,

Tahukah ibu, bahwa puisi ibu seakan membawa suasana Mekkah ke nusantara?  Bagaikan jemaah haji yang berebut mencium Hajar Aswad, begitulah reaksi kaum muslimin hari ini membela syariat yang mereka anggap telah ibu lecehkan. 

Reaksi kecewa dan marah atas puisi ibu menjadikan media baik konvensional bahkan media sosial ramai dihujani puisi balasan, postingan media sosial, tulisan opini serta kecaman tokoh-tokoh muslim di portal berita online.

Tak ayal, semua respon heboh itu memaksa jemari saya mensearch puisi ibu, ingin berupaya menilai dengan se-obyektif mungkin, tanpa menaruh keberpihakan kecuali pada kebenaran Islam. Meski penilaian ini sekedar ditilimdari kacamata santri nusantara, background saya.

Ibu, jika saja di awal bait puisi, ibu tak sampaikan bahwa ibu tak kenal syariat Islam. Niscaya kemarahan saya akan meledak. Tapi pengakuan tulus ibu akan keawaman agama, benar-benar meredam gemuruh hati saya ketika membaca baris demi baris untaian kalimat yang ibu tuliskan berikutnya hingga akhir.

Untuk itu, perkenankanlah alumni pesantren yang Allah berikan sedikit kefahaman syariat Islam ini menyampaikan indahnya syariat buatan Allah nun Maha Adil nan Maha Baik, kepada ibu. Mulai dari sini, tulisan ini agak ilmiah sedikit tidak apa-apa nggih, bu? membaca puisi yang ibu buat, saya yakin tulisan ini mudah dicerna.

Syariat adalah kumpulan hukum syara’ yang mengatur seluruh masalah manusia. Sedangkan definisi hukum syara' sendiri adalah Seruan asy-Syari’ (Allah) yang berhubungan dengan aktivitas hamba, berupa tuntutan, pemberian pilihan atau penetapan. (asy-Syakhshiyah al-Islamiyah Juz 3 halaman 37). Syaikh Wahbah Zuhaili mendefinisikannya sebagai Seruan Allah ta’ala yang berhubungan dengan aktivitas mukallaf, berupa tuntutan, pemberian pilihan, atau penetapan. ( al-Wajiz fi Ushul al-Fiqh halaman 119).

Artinya, tuntutan berupa perintah seperti perintah mengenakan kerudung, menutup aurat secara sempurna, perintah shalat, mendahulukan shalat dengan adzan sebagai seruannya adalah bagian dari syariat. Juga terdapat tututan untuk meninggalkan atau larangan seperti larangan berzina, minum khamr (segala yang memabukkan baik miras, hingga narkoba), hingga aturan terkait sistem ekonomi, pendidikan, pemerintahan dll. Jadi hal-hal tadi masuk syariat Islam.

Beginilah baiknya tuhan kita bu. Ia tak hanya menciptakan manusia dan seluruh mahluk, namun Allah Al-Mudabbir juga buatkan aturan terbaik yang tak lekang zaman dan cocok di segala tempat bagi manusia, mahluk yang diposisikanNya paling mulia.

Bagi kami yang ridha Allah sebagai tuhan kami, kami meyakini Allah Maha Tahu, Maha Benar dan Maha Baik terhadap ciptaanNya, cukuplah kami tunduk pada apapun yang datang darinya. Kami tahu posisi kami sebagai ciptaan dan hamba.

Akal kami yang lemah tak akan mampu membuat hukum dan aturan yang lebih hebat dari aturanNya, maka kami pun taat. Kami faham betul firmanNya, bahwa bumi dan sisinya Allah ciptakan untuk manusia. Allah ciptakan lalu berikan dengan percuma.

Oksigen, air, hujan, dan semua yang yang kami butuhkan, maka pilihan terbaik yang kami lakukan untuk Sang Pencipta dan Pemberi rizki adalah menyembahNya serta mentaatiNya. Bahkan kekayaan bumi Indonesia yang kita cintai bersama ini, ada dan terwujud atas kehendak Allah, yang Maha Pemberi. Keindahan bumi pertiwi yang nyaris sempurna, Allah lah yang melukisnya.

Duhai Ibu yang bergelar budayawati,
Allah yang Maha Baik tak hanya menetapkan aturan tanpa kami mampu mencerna kebaikan- kebaikannya dengan akal. Cadar yang anda sebutkan, oleh sebagian kaum muslimin dianggap sebuah kewajiban. Kerudung-kerudung penutup rambut kami yang tak berkonde, juga bagian dari kewajiban menutup aurat.

Sering saya membayang, jika saja seluruh wanita menutup auratnya dengan sempurna, tanpa memperlihatkan lekuk tubuhnya, apalagi memperlihatkan sebagian belahan dadanya juga paha, mungkin mata-mata lelaki dan anak-anak kami akan lebih terjaga dari pandangan yang menggelorakan syahwatnya.

Syahwat yang Allah berikan di setiap hari manusia agar bisa disalurkan dalam pernikahan, sehingga eksistensi manusia tak punah. Sayangnya para wanita enggan taat dan para pria enggan menundukkan pandangan dan syahwat. Sehingga terjadilah simbiosis mutualisme yang tarik-menarik untuk bermaksiat.

KTD yang memaksa nikah dini dalam kondisi tak matang kepribadian menjadi salah satu buahnya. Abirsi hingga PMS (Penyakit Menular Seksual) dan HIV/AIDS merebak di negeri kita tercinta. Disinilah kita membutuhkan syariat. Karena diantara tujuannya adalah penjagaan kehormatan dan keturunan.

Tahukah anda bu, selama 10 tahun Rasulullah SAW memimpin Madinah yang dilanjutkan 29 tahun kepemimpinan Khulafa' Ar-Rasyidin yang kekuasaannya semakin meluas ke Palestina, hanya satu kasus perzinahan? Sehingga tak ditemukan satu kasus aborsipun?

Terkait azan yang ibu sebutkan, entah bagaimana jemari ini melukiskan keutamaannya yang agung di sisi kaum muslimin. Jika ada yang mampu menyatukan kaum muslimin dalam satu waktu ke dalam satu tempat untuk bersama-sama melakukan kebaikan, maka ia adalah panggilan azan.

Bila ada suatu patokan waktu yang bisa memudahkan jadwal harian dan mendisiplinkannya maka ia adalah azan. Jika ada alarm terhebat yang mampu mengingatkan waktu untuk merecharge hati dan akal, melepaskan beban hidup yang dipikul seharian, untuk kemudian bersimpuh dan kembali merecharge kekuatan ruhiyah, ketawakkalan dan semangat hidup di bawah tuntunan tuhan, maka itu adalah azan.

Lebih dari itu, jika kita resapi, setiap untaian kalimat yang diserukan dengan irama syahdu itu benar-benar menggetarkan hati mereka yang beriman. Pun mampu menciutkan nyali setan yang tak hentinya mengajak manusia ke dalam amalan pembawa ke neraka. Rasul kita tercinta bahkan bersabda,

"Sudah umum diketahui bahwa orang yang sedang marah, berakhlak buruk, binatang liar umumnya terpengaruh oleh gangguan syaitan atau jin, maka adzan pada hal-hal demikian itu, menyebabkan syaitan /jin yang mengganggu akan lari sampai terkentut-kentut bila mendengar adzan" (H.R. Bukhari Muslim).

Duhai putri proklamator bangsa,
Bahkan kemerdekaan yang kini kita rasakan, yang membuat kaki-kaki kita menjelajahi nusantara dan menikmati keindahan alamnya tanpa ketakutan adalah rahmat dari Tuhan Yang Esa, yakni Allah Sang Pwmbuat Syariat. Ayah ibupun, Sang Proklamator menyepakatinya.

Sebelum momen proklamasi Kemerdekaan dibacakan, ada banyak guldan, emas dan harta yang dikumpulkan kaum muslimin demi mempersenjatai Hizbullah (pasukan yang terdiri dari ulama dan santri) yang kemudian menginisiasi lahirnya TNI. Ratusan tahun sebelum merah-putih berkibar, tumpahan darah ulama dan santri yang berjuang atas nama jihad. Jihad yang selalu dituding sebagai syariat yang berbahaya bagi seluruh alam.

Namun sejatinya, kata "jihad" itulah yang menggerakkan para ulama dan santri maju ke medan perang. Dengan pekikan takbir mengusir penjajah kafir dari tanah kaum muslimin. Hingga Bung Tomo mengatakan, "Andai tak ada takbir; saya tak tahu dengan cara apa membakar semangat pemuda untuk melawan penjajah "

Dear Bu Sukma,
Terakhir, atas nama cinta, izinkan seorang santri ndeso ini menasihatkan. Pelajarilah Islam, kebali Allah beserta syariatNya. Dan jujurlah mempelajari sejarah Indonesia kita. Maka akan ibu temukan ketakjuban yang lebih besar dan kecintaan yang benar terhadap Indonesia kita. Islam adalah identitas asli nusantara. Syariat Islam adalah tujuan awal perjuangan pahlwan kita.

Dan kaum yang kini getol memperjuangkan syariat, hanyalah demi kecintaan terhadap bangsa bahkan dunia. Semoga Allah memberi ibu hidayah dan kefaqihan dalam agama yang mulia ini. Hingga kelak, kami mendegar kembai ibu berpuisi, yang bait-baitnya mendendangkan keagungan Ilahi.[MO]





Silahkan Bagikan Jika Bermanfaat

Disclaimer: Gambar, artikel ataupun video yang ada di web ini terkadang berasal dari berbagai sumber media lain. Hak Cipta sepenuhnya dipegang oleh sumber tersebut. Jika ada masalah terkait hal ini, Anda dapat menghubungi kami disini.
Related Posts
Disqus Comments
close