-->

Suara Marjinal Perempuan untuk Siapa?

Silahkan Bagikan Jika Bermanfaat
Advertisemen
ilustrasi

Oleh : Desi Dian Sari
(Mahasiswa Universitas Merdeka, Malang)

Mediaoposisi.com-Acara Women’s March Jakarta 2018 beberapa waktu lalu menjadi sangat viral dengan adanya kalimat unik dalam poster yang diusung peserta. Utamanya, adanya tuntutan penghapusan kekerasan dan pelecehan seksual. Acara tahunan dengan parade  membawa poster berisikan tuntutan maupun suara perempuan agar terpenuhi segala hak-haknya itu,  juga bisa membantu menyuarakan  aspirasi kaum marginal (terpinggirkan).

Lain halnya, apa yang dialami oleh mahasiswi UIN Sunan Kalijaga (UIN SUKA) Jogja yang dilarang menggunakan cadar dengan alasan radikalisme. Sebelumya dilansir dalam BBC Indonesia  Rektor UIN SUKA, Yudian Wahyudi, mengatakan bahwa peningkatan jumlah mahasiswi bercadar yang menjadi puluhan menunjukkan gejala peningkatan radikalisme.

Hal tersebut disinyalir menjadi alasan pelarangan cadar di UIN SUKA. Berbanding terbalik dengan peristiwa women’s march, Dimana letak kebebasan yang dibolehkan bagi kaum muslimin dalam melaksanakan ajaran yang diyakininya??? 

Tuntutan-tuntutan kaum marginal memang nampak seakan mewakili suara perempuan yang tertindas ,namun semakin lama mulai bermunculan tuntutan liberal yang bertentangan dengan hukum dan norma di Indonesia.  Contohnya penolakan terhadap RUU KUHP yang berisikan perluasan makna zina dan tindak pencabulan. Hal ini sama artinya dengan menegaskan dukungannya pada  pergaulan bebas dan penyimpangan perilaku seksual termasuk di dalamnya LGBT. 

Kenapa bisa demikian?
RUU RKUHP berisikan perluasan makna zina yang dimaksudkan untuk memberi sanksi pidana terhadap semua pelaku pergaulan bebas dan hubungan di luar nikah. Sehingga RKUHP ini juga diharapkan oleh publik bisa mempidanakan lebih luas pelaku LGBT. Perlu diketahui kelompok LGBT ini sudah memiliki 7 juta pengikut di negeri mayoritas muslim ini.
Ironi sistem demokrasi

Bagai tamu di negeri sendiri, kata yang pas untuk mengambarkan ironi saat ini, ketika bermunculan kaum marjinal yang mendapat perhatian lebih atas tuntutannya dengan dalih keadilan bahkan terkadang toleransi. Sedangkan nasib kaum miyoritas selalu tersudutkan dipaksa diam atas nama persatuan dan “NKRI Harga Mati”.

Disatu sisi kaum marjinal menyampaikan suara-suara menuntut kebebasan yang diharamkan Allah SWT dengan menyudutkan ajaran Islam. Padahal lahirnya gerakan femisin di tahun 1890-an bukan di masa peradaban Islam, bukan pu;a lahir karena penerapan sistem Islam. Namun anehnya, mereka secara terang-terangan mengkritik dan menyudutkan Islam. Di sisi lain, kaum muslimin dipaksa meletakkan agamanya di ruang privat dan dipersulit menjalankan syariat atas dalih toleransi.

Ketika kaum marjinal lebih berpengaruh, sama seperti  teori mayoritas dan minoritas, yang disampaikan Clark (1990, dalam Forysth) mengatakan bahwa kaum minoritas yang mengajukan pendapat yang bertentangan dengan mayoritas cenderung lebih berpengaruh dari pada minoritas yang gagal untuk membantah mayoritas. Hal tersebut sangat bisa terjadi dalam sistem demokrasi saat ini.

Islam , solusinya
Tuntutan kaum feminis sebenarnya telah difasilitasi oleh ajaran Islam dari ratusan tahun lalu. Sebab bila hanya  menginginkan penghargaan, penjagaan, ketenangan dan penghormatan kaum wanita, semua itu sudah diakomodir oleh Syariat Islam.

Salah satunya, bila kaum Feminis tak ingin dilecehkan dan tak ingin auratnya disalahkan sebagai biang pelecehan harusnya mereka setuju penerapan Islam. Mereka lupa bahwa pakaian yang terbuka akan memicu syahwat laki-laki.  Dan akhirnya lelaki dan perempuan akan debat kusir tanpa akhir. Beda dengan Islam,  dalam islam perempuan diperintahkan untuk menutup aurat (Q.S al-Azhab ;59) sedang lelaki diperintahkna untuk menundukan pandangan (Q.S An-Nur 30). Dengan begitu mereka akan saling ber- ta’awun (kerjasama)   dalam kebaikan dan keterjagaan takwa.

Lantas bagaimana dengan ajaran Islam yang senantiasa dikriminalisasi namun jarang disuarakan oleh kaum feminis seperti pelarangan cadar di UIN SUKA?. Bila begini adanya nampak kaum feminis tak benar-benar ingin suarakan hak perempuan secara nyata namun hanya yang menguntungkan mereka semata. Tanya kenapa? [MO/vp]



Silahkan Bagikan Jika Bermanfaat

Disclaimer: Gambar, artikel ataupun video yang ada di web ini terkadang berasal dari berbagai sumber media lain. Hak Cipta sepenuhnya dipegang oleh sumber tersebut. Jika ada masalah terkait hal ini, Anda dapat menghubungi kami disini.
Related Posts
Disqus Comments
close