Oleh: Emma Elhira
Mediaoposisi.com- Masyarakat dikejutkan dengan naiknya harga petalite per tanggal 24 Maret sebesar 200 rupiah. Dan kenaikan harga pertalite ini dilakukan persis seperti saat menaikkan harga bbm jenis pertamax. Dilakukan secara diam-diam di jam-jam Cinderella.
Alangkah kagetnya masyarakat saat akan melakukan pengisian bensin dan petugas mengatakan bahwa kenaikan terjadi tadi malam tepat pukul 24.00. Kenaikan harga BBM ini dii sinyalir akibat naiknya harga minyak dunia dan melemah nya nilai tukar rupiah.
External Communication Manager Pertamina Arya Paramita mengatakan, saat ini harga minyak dunia terus merangkak tinggi dan rupiah juga terus mengalami pelemahan sehingga keputusan kenaikan harga pertalite harus diambil pihaknya.
"Kedua faktor penentu kenaikan harga BBM mengharuskan perubahan harga. Saat ini harga minyak mentah sudah hampir menyentuh angka USD65 per barel, ditambah nilai rupiah juga menunjukkan kecenderungan melemah," ungkapnya kepada Okezone, Jakarta, Sabtu (24/3/2018).
Sudah dua kali naik
Dari SRIPOKU.COM Kenaikan harga ini mulai berlaku sejak Sabtu (24/3/2018), pukul 00.00 WIIB. Adiatma Sardjito, Vice President Corporate Communication Pertamina, mengatakan jika kenaikan Pertalite dipicu dari naiknya harga minyak dunia.
Harga minyak mentah jenis brent bahkan sudah menyentuh angka US$ 60 per barel. Kenaikan harga minyak dunia ini mendatangkan dampak besar pada harga BBM di Indonesia. Di Sulawesi Selatan saja, harga Pertalite tercatat sudah 2 kali mengalami kenaikan sejak tahun 2018.
Pertama, sejak Sabtu (20/1/2018) nilai kenaikan harganya mencapai Rp 100 per liter atau dari harga Rp 7.700 menjadi Rp 7.800. Lalu, Sabtu kemarin, dari harga Rp 7.800 kembali naik Rp. 200, menjadi Rp 8.000. Jika dijumlahkan, kenaikan harga Pertalite pada tahun 2018 mencapai angka Rp 300.
Alasan Klise
Pada awalnya yang selalu menjadi alasan pemerintah dalam mencabut atau tepatmya menghilangkan subsidi dibidang energi dan Bahan Bakar Minyak ini adalah untuk mensubsidi di sektor lain seperti infrastruktur dan yang lainnya.
Akan tetapi kali ini pemerintah mengambil alasan lain atas kenaikan harga Bahan Bakar Minyak jenis Pertalite ini. Namun apapun alasannya tentu ada alasan besar lain dibalik kenaikan yang sudah terjadi dua kali disepanjang 2018 ini. Seperti yang sudah kita ketahui bersama dan sudah bukan rahasia lagi ada nya tekanan asing dan pengusaha untuk meliberalisasi di sektor Migas. Dan pemerintah melakukan kebijakan-kebijakan yang tidak pro rakyatnya. Kebijakan yang diambil lebih banyak menguntungkan pengusaha.
Masyarakat Menjadi Korban
Menilik dari setiap kebijakan yang dilakukan pemerintah, baik saat menaikan harga bbm atau menaikan harga bahan pangan atau jenis barang kebutuhan masyarakat lainnya, selalu saja masyarakat yang menjadi korban. Pemerintah tak peduli apakah masyarakat akan merasa keberatan atau tidak dengan kebijakan yang pemerintah lakukan.
Yang terpenting adalah apa yang menjadi maksud dan tujuan pemerintah tercapai. Masyarakat kembali harus merana dengan segala keputusan yang sudah ditetapkan.
Hanya bisa mengelus dada dan berharap agar Allah melimpahkan rejeki yang cukup, tanpa bisa memuhasabahi pemerintah apalagi menolak kebijakan-kebijakan yang sudah diambil tersebut, meski kebijakan tersebut sangat melukai hati rakyatnya sendiri.
Dua Ratus Perak Yang Menyakitkan.
Memang hanya 200 rupiah saja harga kenaikan BBM. Tapi, meski hanya dua ratus rupiah, bagi rakyat kecil sangat lah memberatkan, 200 rupiah jika dikalikan berapa liter kebutuhan bbm dalam sehari sudah berapa, dikali sebulan, belum lagi apabila sopir-sopir angkot atau sopir pengangkut bahan pokok lainnya.
Penghasilan mereka tidak tetap, gajih bulanan mereka tidak kunjung naik dan kenaikan harga bbm saja sudah terasa memberatkan sedang kenaikan BBM akan sangat berpengaruh pada bahan pangan lain. Jelas, pemerintah membuat kebijakan-kebijakan ini tanpa melihat riil kehidupan masyarakat kecil.
Tidak bisa melihat bagaimana masyarakat hidup dalam keterbatasan, pemerintah hanya menghitung rata-rata dari penghasilan masyarakat keseluruhan. Pemerintah tidak melihat bahwa masih banyak dan banyak sekali rakyat Indonesia yang hidup dibawah garis kemiskinan.
Kenaikan harga BBM Mempengaruhi Bahan Pokok lainnya.
Terlihat kecil untuk sebagian orang dengan kenaikan dua ratus rupiah per liter ini, namun imbasnya bisa merambah keberbagai sektor diantaranya harga barang kebutuhan lain yang sudah pasti akan merangkak naik.
Sebab semua jenis usaha hampir semuanya tidak bisa lepas dari yang namanya BBM. Dengan kata lain, harga barang-barang pun akan ikut merangkak naik.
Selama sisitem neo liberalisme kapitalisme masih terus diterapkan di negara Indonesia ini, maka selamanya setiap kebijakan hanya akan berpihak pada pengusaha. Dan negara sudah berlaku dzalim terhadap rakyatnya sendiri.
Sekali lagi, hanya Islam yang bisa mensejahterakan rakyatnya. Sebab dalam Islam Sumber Daya Alam itu adalah sebagai kepemilikkan umum yang pengelolaan nya diurus oleh negara. Dan digunakan sebaik-baiknya untuk rakyatnya sendiri. Bukan untuk kepentingan sekelompok orang apalagi jika dikuasai oleh pihak asing.[MO]