Oleh : Winda S.
(Mahasiswi Universitas Jember)
Korupsi, sebuah kata yang bisa dibilang pendek tapi maknanya jahat sekali.
Mediaoposisi.com-Korupsi atau rasuah (bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok) adalah tindakan pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri.
Serta pihak lain yang terlibat dalam tindakan itu yang secara tidak wajar dan tidak legal menyalahgunakan kepercayaan publik yang dikuasakan kepada mereka untuk mendapatkan keuntungan sepihak.
Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar memenuhi unsur-unsur sebagai berikut: perbuatan melawan hukum, penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana, memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi, dan merugikan keuangan negara atau perekonomian Negara (Wikipedia).
Korupsi tak pernah absen dari sorotan publik. Banyak pejabat yang melakukan tindak pidana korupsi, dan yang sangat membuat hati teriris, koruptor di negeri ini senyumnya lebar sekali. Seolah-olah bebas dari status tersangka, selolah-olah hukum di negeri ini miliknya dan bisa dibeli dengan sekantong potongan kertas yang membuat siapa saja yang menerimanya menjadi lupa diri.
Korupsi itu enak karena dapat komisi, tapi tidak enak pertanggungjawabannya. Hanya orang-orang yang tidak bisa memanfaatkan akal untuk hal-hal baik saja yang mau untuk melakukan itu.
Kalau orang yang bisa memanfaatkan akalnya untuk hal-hal baik, pasti ia tidak akan mau korupsi, karena korupsi itu berat, mengambil uang Negara hanya untuk kepentingan pribadi atau golongan, yang lebih berat lagi pertanggungjawabannya di akhirat.
Dari pejabat pusat hingga pejabat daerah pasti ada yang korupsi, entah itu megakorupsi ataupun hanya recehan saja tetap yang namanya korupsi melanggar hukum, hukum Negara dan juga hukum Pencipta.
Apa kabar hukum di Indonesia?
Sudahkah yang benar dibela dan yang salah dipidana? Ternyata hukum masih lemah membuat koruptor senyumnya merekah seolah tak bersalah.
Lemahnya hukum di negeri ini membuat koruptor bebas berbuat apa-apa, tebar senyum sana-sini. Ini buktinya kalau hukum sekarang tidak mampu bertindak tegas dan cepat dalam menangani kasus yang sangat merugikan negara.
Mentang-mentang yang korupsi orang berduit, siding kasusnya dilamabat-lambatkan hingga akhirnya sirna dari pemberitaan media, akan tetapi jika orang kecil yang melakukan kesalahan, langsung bertindak tegas. Hal inilah yang menyebabkan para koruptor negeri jadi menyepelekan hukum sehingga para koruptor tak sungkan-sungkan mengumbar senyumnya.
Orang yang ketahuan mencuri, mencuri apa saja kemudian ditangkap lalu diadili masih punya malu dan dengan berbagai cara ia menutupi wajahnya agar tidak kelihatan oleh publik. Tetapi beda sama koruptor sekarang, yang masih bisa pasang senyum manisnya sambil melambaikan tangan kepada wartawan yang ingin meliput kasusnya.
Itulah koruptor zaman sekarang, sudah melakukan kesalahan besar tapi masih sempat senyum dan tidak sedikitpun menunjukkan wajah bersalahnya. Fenomena ini hanya terjadi di Indonesia. jika ingin lihat senyuman koruptor, datang saja ke Indonesia.
Hukum dibuat untuk dipatuhi bukan untuk disepelekan apalagi dibeli dengan uang. Hukum itu bukan barang yang diperjualbelikan atau digadaikan. Taat hukum itu perlu, terlebih lagi hukum dari Sang Pencipta. Selangkah saja melanggar hukum Sang Pencipta, bisa berat urusannya dan pintu neraka pun terbuka lebar.
Oleh karena itu, perlu adanya aturan agar kasus korupsi tidak terjadi lagi, kalaupun terjadi kasus korupsi harus ditindak tegas tidak pandang siapa yang korupsi agar yang melakukan korupsi jera sehingga tidak mengulangi perbuatannya itu. Aturan itu hanya da dalam satu kepemimpinan, yaitu kepemimpinan Islam.
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam (Ali Imran : 102).[MO/sr]