Oleh :Ummu Najmi
Mediaoposisi.com-Wakil Kepala Polri Komjen Syafrudin menyebut, korban meninggal minuman keras (miras) oplosan secara nasional ada sekitar 112 orang.
Hal tersebut terungkap dalam rilis penangkapan SS yang dilaksanakan di tempat produksi miras oplosan yang juga kediaman SS di Jalan By Pass RT 003 RW 008, Cicalengka Wetan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Kamis (19/4/2018).
"Karena ini (miras), anak kita sudah banyak korban (meninggal), 112 orang di seluruh Indonesia," kata Syafruddin, Kamis. Dari ratusan korban miras tersebut, korban jiwa terbanyak berada di wilayah Jawa Barat, sementara korban lainnya tersebar di seluruh Indonesia, seperti DKI Jakarta dan Kalimantan Selatan.
Seperti diketahui, ada 62 orang total korban meninggal akibat miras di Jabar, yang terdiri dari 45 orang meninggal di Cicalengka, Kabupaten Bandung; 7 orang di Kota Bandung; 7 orang di Kabupaten Sukabumi; 2 orang di Kabupaten Cianjur; dan 1 orang meninggal di Kabupaten Ciamis (Kompas.com 20 April 2018).
Bukan hanya kehilangan nyawa tapi miras sangat diketahui dekat dengan tindak kriminal. Kapolres Metro Jakarta Timur (Jaktim), Kombes Pol Umar Faroq menegaskan, sebanyak 80 persen kasus kriminal di wilayahnya dipicu oleh minuman keras (miras).
Pasalnya, saat penyidik memeriksa pelaku kejahatan, seringkali tercium bau alkohol.
"Sekitar 80 persen, kejahatan yang kita tangani, baik perampokan, tawuran, pembunuhan, pelakunya baru konsumsi miras.
Jadi masih bau alkohol saat diperiksa usai ditangkap," ujar Umar di Mapolsek Jatinegara, Rabu (9/9/2015).(Okezone. Com).
Sementara di Sulawesi Utara sekitar 70 persen tindak kriminalitas umum terjadi akibat mabuk setelah mengonsumsi minuman keras.
Kepala Bidang Humas Polda Sulut Ajun Komisaris Besar Benny Bela di Manado, Jumat (21/1/2011), mengatakan, masih tingginya tindak kriminalitas di daerah itu disebabkan oleh minuman keras.
"Diperkirakan 65-70 persen tindak kriminalitas umum di daerah itu akibat mabuk minuman keras," kata Bela tanpa merinci (Kompas.com).
Masalah besar ini tidak akan berakhir karena Pemerintah tidak melarang Miras ini secara mutlak, tetapi Pemerintah hanya mengawasi dan mengatur peredarannya agar tidak dijual ditempat bebas, juga tidak menutup pabrik-pabrik yang memproduksi minuman keras.
Dalam sistem Demokrasi ini sikap Pemerintah tidak sungguh-sungguh melarang peredaran miras meskipun sudah banyak korban.
Banyak alasan yang mendasarinya. Tapi yang paling menonjol adalah faktor ekonomi. Ada manfaat dari segi itu, yakni keuntungan uang.
Pemasukan negara dari cukai Minuman Mengandung Etil Alkohol (MMEA) sebesar Rp 6,4 triliun (target RAPBN 2016).
Bila dibandingkan dengan cukai etil alkohol (bila tidak diroduksi sebagai minol) cukainya hanya 171,2 miliar. Besaran cukai MMEA ini melonjak bila dibandingkan tahun 2013 (Rp 4,6 triliun) dan 2014 (Rp 5,3 triliun).
Pada tahun 2018 ini Pemerintah menargetkan penerimaan dari cukai etil alkohol sebesar Rp 170 miliar dan dari cukai minuman mengandung etil alkohol (MMEA) sebesar 6,5 triliun (kontan.co.id,2/11/2017).
Selain itu, peredaran miras pun tidak dilarang karena demi kepentingan wisatawan. Padahal banyak negara justru kini menawarkan wisata halal dan itu sangat berhasil menggaet wisatawan.
Bahkan negara yang mayoritas bukan muslim saja berani mengambil kebijakan wisata tanpa miras. Kenapa justru Indonesia malah sebaliknya?
Itulah alasan-alasan dari Pemerintah sehingga tidak mau melarang secara mutlak terhadap pemakaian miras ini segala cara dilakukan untuk mendapatkan materi walau mengorbankan nyawa, sudah tidak ada perlindungan lagi terhadap martabat bangsa ini demi kepentingan penguasa.
Dalam pandangan Islam minuman keras adalah barang haram. Memanfaatkam barang haram ini baik mengonsumsinya, mendistribusikannya dan lainnya adalah tindakan maksiat yang mendatangkan dosa.
Rasul SAW bersabda
"Allah melaknat khamr dan melaknat orang yang meminumnya, yang menuangkannya, yang memerasnya, yang minta diperaskan, yang membelinya, yang menjualnya, yang membawakannya, yang minta dibawakan yang makan harganya" (HR.Ahmad).
Allah SWT dengan tegas melarang orang-orang yang beriman meminum khamr ini.
"Hai orang-orang yang beriman, sesunguhhnya (meminum) khamr, berjudi (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan setan. Karena itu jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kalian mendapat keberuntungan." (TQS al-Maidah (5): 90).
Dalam pandangan Islam Negara adalah penjaga rakyat dari segala macam tindakan maksiat. Negara tidak boleh membiarkan ruang sedikit pun kepada rakyat melakukan perbuatan dosa.
Karenanya negara menutup semua pintu kemaksiatan. Hanya saja pintu-pintu kemaksiatan ini tidak akan tertutup dengan rapat tanpa pelaksanaan syariah secara kaffah.
Maka dari itu, terlaksananya sistem Islam secara menyeluruh menjadi jalan mencegah kemaksiatan.
Hal itu hanya bisa diwujudkan di dalam sistem Khilafah Rasyidah, sebagaimana yang diperintahkan oleh Nabi SAW., serta dipraktikkan oleh para sahabat dan generasi kaum Muslim setelah mereka.[MO]