Oleh: Nasrudin Joha
Mediaoposisi.com- Setidaknya dua atau tiga hari ini, status berita dan beberapa artikel lepas di lini masa, termasuk juga diskusi sosial media, menampakan arus perbenturan dahsyat antara dua kubu lama. Sulit memang, merukunkan dua seteru politik abadi. Antara mantan Menteri dan Ibu Suri.
Sebelumnya, sempat beredar kabar akan ada proses besanan antara seteru lama, setelah putra mahkota digadang-gadang dan dinobatkan untuk menjadi RI 2.
Tapi apa daya, dinamika nyanyian Papah di kasus korupsi e KTP membuat upaya Pedekate bubrah. Sekjen partai banteng melabrak Bintang Mercy. Klarifikasi resmi yang isinya buang badan pada pemerintahan masa lampau, merusak aroma dan ikhtiar berbesan.
Kini, setelah pedekate tidak bisa mulus para pihak mencoba membuka kulkas dan mengeluarkan stok bangkai lama. Century dan BLBI adalah bangkai paling busuk yang diwariskan dua dinasti politik di negeri ini.
Sekali lagi, perlu diingat ini bukan pertarungan sungguhan. Ini cuma basa-basi politik, gertak sambal untuk menarik lawan agar duduk di meja perundingan.
Para pihak telah saling menyiapkan kontrak politik yang menguntungkan kelompok dan partainya, dan memaksa pihak lain Teken diatas materai 6000 rupiah. Prasasti batu tulis memang saat ini tidak berguna, tetapi saat kontestasi politik ketika itu sangatlah bermakna.
Demikan juga kontrak politik saat ini. Penting sekali, karena pertarungannya tanpa pola tanpa konsistensi. Perlu melakukan gencatan senjata dengan beberapa pihak, serta menginjak beberapa pihak yang lain.
Jika semua pihak telah terkunci, siapapun yang berkuasa akan mampu bertengger diatas bahu dan kepala mitra yang ditundukan. Homo homini lupus.
Artikel-artikel yang tersebar, berita-berita yang beredar, mewakili dua entitas politik yang berusaha saling menindih dan menguasai. Pion partai dan para Sengkuni sedang menjalankan misi penuntut umum sekaligus jaksa pengacara partai.
Borok Century diungkap, dibuat tabel siapa saya yang terlibat, siapa saja yang diuntungkan atasnya. Demikian juga skandal BLBI, dibuat daftar panjang, dari kader partai sampai ratu partai. Semua disuguhkan pada seriosa instrumentalia publik. Seolah, publik goblok hanya diam dan menikmati pementasan.
Daftar nominal kerugian saling diunggah ke publik, semua saling memeloroti, saling menelanjangi, saling membuka aib dan borok. Padahal, tanpa diungkap pun publik sudah muak dengan aroma busuknya.
Nampaknya Indonesia akan dan benar benar menuju bubar, tidak perlu menunggu 2030. Tidak ada lagi sosok negarawan, semua menjadi politisi busuk yang berebut remah-remah kekuasaan.
Jadi, Indonesia menjadi bubar itu bukan khayal, bukan fiksi, bukan ilusi, namun realitas nyatat yang menuju puncaknya. Secara subtansi, Indonesia bukan NKRI lagi. Negara ini telah dikerat menjadi federasi yang terpisah, dengan dalih otonomi daerah.
Jika sudah demikian, salahkah jika umat ingin menyelamatkan negeri ini dengan syariat Islam ? Salahkah dakwah yang ingin menjaga kesatuan negeri ini ? Salahkah ikhtiar pengemban dakwah Islam yang ingin negeri ini diatur dengan syariat Islam ?
Salahkah jika Islam menginginkan seluruh tambang diambil alih negara ?
Salahkah jika kelak Khilafah tegak di nusantara, kemudian mengusir para penjajah dan perusahaannya dari negeri ini ?
Salahkah jika Khilafah kemudian memakmurkan negeri ini dan mengharamkan pajak atas rakyatnya ?
Wahai umat, Anda tidak salah, teruslah berjuang untuk menerapkan syariat Islam secara kaffah. Saat ini, hanya pengemban dakwah yang tersisa, yang benar-benar serius ingin membela dan mengurusi umat dengan aturan dari Allah SWT.
Tidak ada harapan, jika umat menggantungkan urusan pada para politisi dan partai. Mereka sudah terlalu sibuk untuk mengejar kekuasan dan saling mengenyahkan.
Mereka, akan terus memproduksi kedzaliman melalui sistem Pemerintahan yang mendzalimi syariat Islam. Karena itu, sudahi semua kengerian ini dengan berjuang serius dan sungguh-sungguh, untuk menerapkan syarat Islam.[MO]