Oleh : Siti Hariati
(Tim Penulis Mega Langit)
Mediaoposisi.com- Hari-hari ini kita mungkin banyak melihat berita yang memperdebatkan ‘Indonesia bubar’ tahun 2030. Pernyataan yang awalnya dikemukakan oleh pimpinan umum Partai Gerindra tersebut seketika menjadi booming setelah di posting di laman resmi partainya.
Akhirnya, banyak muncul respon baik yang setuju maupun tidak terhadap pernyataan yang dikutip dari novel fiksi imilah “Ghost Fleet” tersebut.
Indonesia bubar tahun 2030 seperti yang dikatakan oleh politikus di atas memang bukan tanpa dasar. Melihat bagaimana keadaan Indonesia hari ini yang sepertinya masih banyak dirundung masalah tak berkesudahan, menjadi wajar jika seseorang memprediksi Indonesia bisa saja bubar bahkan dalam waktu dekat.
Hal ini oleh beberapa pihak akhirnya menjadikan apa yang disampaikan oleh pimpinan umum Partai Gerindra tersebut sebagai sebuah peringatan bagi Indonesia. Apalagi hal ini diperkuat bahwa pengarang novel fiksi “Ghost Fleet” merupakan seorang doktor yang ahli dalam strategi militer dan juga seorang pengamat militer.
Meskipun banyak yang mengatakan pernyataan di atas hanyalah sebuah ilusi politik semata seperti yang disampaikan Muradi selaku Ketua Pusat Studi dan Keamanan (PSPK) Universitas Padjajaran, namun tetap saja pernyataan di atas haruslah disikapi sebagai sebuah pelajaran untuk Indonesia ke depannya.
Akan sangat na’if jika tidak memperhitungkan prediksi di atas namun lengah dengan kerusakan-kerusakan yang semakin menggerogoti Indonesia.
Coba kita tengok bersama bagaimana sebenarnya bahaya akan kerusakan negeri ini. Mulai dari bidang politik, korupsi sudah menjadi makanan pokok bagi elit-elit pejabat yang terlena dengan kekuasaan. Tak terhitung sudah berapa triliun uang negara diselundupkan untuk memperkaya diri dan golongan, namun penyelesaian atas kasus ini justru semakin tidak terlihat kejelasannya.
Kita tidak buta dengan berita hari ini bahwa para koruptor yang terjerat kasus pencucian uang negara hanya dijatuhi hukuman penjara beberapa tahun saja. Bahkan kita mengetahui pula dulu salah seorang terdakwa kasus korupsi diperlakukan khusus hingga penjara tempat tinggalnya dijadikan bak hotel mewah berbintang. Maka wajar jika kasus ini semakin liar dan telah merambat sampai pejabat tingkat desa.
Kemudian kita tengok dari segi ekonomi, seharusnya sumber daya alam yang melimpah mampu untuk dikelola dan dinikmati anak bangsa. Namun yang terlihat hari ini bahkan penguasaan terhadap sumber daya alam oleh asing semakin menjerat, terbukti beberapa kontrak kerja seperti PT Freeport di Papua bahkan masih bisa untuk diperpanjang.
Tak hanya itu, PT Exxon Mobile masih mengeksploitasi minyak bumi di Blok Cepu, ladang LNG diserahkan kepada Newmont dan masih banyak yang lainnya. Tentu hal ini menunjukkan ketidakberdayaan Indonesia atas sumber daya alam yang dimilikinya.
Lain hal lagi dengan kasus kriminalitas/kejahatan, pembunuhan, pemerkosaan, pencurian, penembakan, tawuran merupakan sederet kasus yang tetap menghiasi layar kaca berita maupun kolom koran tiap harinya. Hal ini bahkan telah sampai pada kasus yang menjerat para remaja.
Kemudian kasus penyalahgunaan narkoba, dikatakan tahun 2017 ditemukan sekitar 68 jenis narkoba baru yang beredar di Indonesia ), adapun 27% di antara penggunanya merupakan para pelajar (tirto.id, 20/10/2017), hal ini diperparah dengan maraknya penangkapan para public figure yang terjerat kasus serupa yang semakin menunjukkan kian rusaknya tatanan kehidupan yang ada.
Belum lagi masalah utang luar negeri (ULN) Indonesia yang sudah menunjukkan angka lebih dari Rp 5000 triliun dan diprediksi akan terus meningkat di periode selanjutnya. Masalah ini tentu bukanlah hal yang sepele mengingat Indonesia sudah seperti sangat ketergantungan dengan ULN ini sehingga intervensi asing dalam setiap kebijakan negara menjadi sebuah keniscayaan.
Beginilah potret kehidupan yang sedang mengapit Indonesia, kerusakan terlihat dari semua sisi kehidupan. Meskipun banyak yang mengklaim bahwa Indonesia masih baik-baik saja, buktinya lebih banyak pula fakta yang kita lihat Indonesia semakin menuju pada kondisi terburuknya.
Jika hal ini terus dibiarkan, bukan sebuah khayalan jika tahun 2030 Indonesia sudah tidak ada lagi alias bubar.
Maka sudah menjadi keharusan untuk mencari sebuah solusi konkrit dari semua permasalahan yang ada. Bukan hanya sebuah solusi tambal sulam yang ketika diterapkan akan menimbulkan masalah baru lainnya.
Maka dengan berkaca pada apa yang terjadi sekarang, terlihatlah bahwa ini akibat diterapkannya hukum warisan penjajah dan adanya penguasa-penguasa yang menjadi agen penjajah. Warisan ini yang menjadikan kedaulatan berada di tangan rakyat -meskipun pada praktiknya hanya di segelintir orang- yang mengakibatkan pembuatan hukum ada pada sang pemegang kedaulatan.
Akibatnya lagi, standar baik dan buruk, benar dan salah, dikembalikan pada sang pembuat hukum, dalam hal ini suara mayoritas rakyat yang diwakili.
Dan sudah menjadi hal yang wajar dalam hukum warisan penjajah, bahwa adanya campur tangan agama tidak diberikan ruang dan tidak mendapat perhatian.
Apabila nilai-nilai agama dirasa tidak memberikan manfaat pada penerapannya, maka nilai-nilai agama tadi bisa saja dibuang.
Padahal jika kita harus berprinsip pada keyakinan kita yaitu Islam, maka tentu tak bisa kita mengabaikan persoalan agama dalam setiap aspek kehidupan. Islam adalah agama yang mengatur setiap sisi kehidupan bahkan sampai cakupan bernegara. Ajarannya bukan sebuah teori belaka namun ia mampu untuk diimplementasikan dalam kehidupan.
Penerapannya dalam setiap aspek kehidupan adalah jaminan solusi dari setiap permasalahan yang ada, karena ini adalah konsekuensi logis dari keimanan yang telah menancap kuat.
Tentu jika ditanya soal bukti, dulu penerapannya dalam segala aspek telah mendatangkan kegemilangan bagi umat manusia, tinggal mau untuk sedikit membaca atau tidak.
Jika penguasa saat ini masih berkutat pada apa yang diwariskan penjajah namun enggan menerapkan sistem Islam, tamatlah sudah ![MO]