Oleh: Ilham Efendi - Dir. Resist Invasion Center
"Situasi di dunia menjadi semakin kacau. Namun demikian, kami berharap bahwa akal sehat akhirnya akan menang dan hubungan internasional akan kembali ke jalur yang konstruktif, lalu sistem global akan menjadi lebih stabil dan dapat diprediksi," disampaikan Putin saat menerima para duta besar asing di Moskow pada Rabu (11/4), dilaporkan laman kantor berita Rusia TASS.
Ya, kacau, termasuk Putin bagian dari kekacauan itu sendiri. Israel masih menjajah Palestina, sejumlah Resolusi DK PBB tidak pernah bisa menyelesaikan masalah, bahkan sudah sangat banyak resolusi-resolusi seperti ini yang tidak dilaksanakan oleh negara Yahudi. Namun, AS dan sekutunya tetap saja menjaga Israel. Semuanya itu agar bisa memberikan kemudahan yang cukup bagi negara Yahudi untuk menumpahkan darah dalam serangan biadabnya terhadap rakyat Palestina hingga negara Yahudi itu bisa mewujudkan tujuannya. Karena mengikuti dan membebek kepada AS, sebagian para penguasa negeri Muslim pun benar-benar patuh pada kemauan AS, dengan senang atau terpaksa, sehingga mereka pun tidak kompak, berselisih satu sama lain, dan tidak ada kata sepakat.
Padahal sesungguhnya respon terhadap Pembantaian terhadap banyaknya warga Palestina dan suriah itu sudah jelas; tidak membutuhkan rapat, pertemuan dan evaluasi. Respon itu juga tidak bergantung pada resolusi dari negara-negara yang telah mendirikan dan mendukung entitas penjajah. Respon itu hanyalah dengan cara mengerahkan tentara untuk berperang dan menghimpun orang-orang yang mampu untuk menjadi tentara. Tidak ada lagi yang lain. Para penguasa itu pun memahami hal itu. Namun, para penguasa antek AS itu ibaratnya hanyalah kayu-kayu yang menjadi alat. Mereka memang sangat mahir dengan hanya bersilat lidah, melakukan kebohongan dan penyesatan.
Di negeri ini, kita merasakan kekacauan ekonomi, dampak buruk pengelolaan sumber kekayaan berdasarkan kapitalisme. Dalam sistem ekonomi Kapitalisme, invidividu/swasta (termasuk pihak asing) dibebaskan untuk menguasai sumber-sumber kekayaan yang memiliki cadangan besar (seperti minyak; batubara; gas; logam mulia; dsb). Akibatnya, pengelolaan sumber-sumber kekayaan tersebut lebih ditujukan untuk memperkaya diri, bukan untuk tujuan pemerataan kesejahteraan masyarakat. Hal ini terbukti dengan terbentuknya jurang pemisah yang sangat dalam antara yang kaya dan miskin. Padahal sudah bukan waktunya lagi berharap pada sistem ekonomi Kapitalisme yang jelas-jelas telah membawa manusia pada kesengsaraan. Kini tiba saatnya kita beralih pada sistem ekonomi yang lebih ampuh dan berkesinambungan.
Penjajahan fisik telah terjadi di beberapa belahan bumi muslim. Penjajahan non-fisik (yakni penjajahan pemikiran/ideologi, politik, ekonomi, sistem sosial dan budaya) yang berakar pada Kapitalisme global sering tidak disadari sebagai bentuk penjajahan. Padahal penjajahan non-fisik—dalam wujud dominasi Kapitalisme global—ini jauh lebih berbahaya daripada penjajahan fisik. Mungkin, ini karena penjahan fisik lebih banyak memakan korban jiwa sehingga kesannya lebih tragis dan dramatis. Sebaliknya, penjajahan non-fisik, karena tidak secara langsung memakan korban jiwa, kesannya tidak setragis dan sedramatis penjajahan fisik. Padahal jika kita renungkan, penjajahan non fisik dalam wujud dominasi Kapitalisme global ini juga telah menimbulkan penderitaan yang luar biasa bagi bangsa ini khususnya, dan umat manusia di dunia umumnya; selain memakan korban jiwa yang terbunuh secara pelan-pelan. [IJM]