Oleh: Sayyida Marfuah
Mediaoposisi.com-Sejak Presiden Jokowi meneken Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing, reaksi pro dan kontra terus bergulir.
Sungguh sebuah kebijakan yang dzalim, disaat jumlah pengangguran di Indonesia semakin bertambah, pemerintah justru mempermudah tenaga kerja asing untuk masuk ke Indonesia, artinya, persoalan pengangguran yang selama ini masih menjadi pekerjaan rumah, tak kunjung terselesaikan.
Sebagaimana diberitakan, Presiden Joko Widodo membuka rapat terbatas penataan Tenaga Kerja Asing (TKA) di Kantor Kepresidenan, Jakarta, Selasa (6/3).
Dalam rapat tersebut Jokowi meminta agar perijinan untuk tenaga kerja asing dipermudah (Merdeka.com, 10 Maret 2018).
Sumber lain menyebutkan, Perpres ini diharapkan bisa mempermudah tenaga kerja asing (TKA) masuk ke Indonesia yang berujung pada peningkatan investasi dan perbaikan ekonomi nasional. (Kompas.com, 5 April 2018)
Menanggapi hal ini,Wakil Ketua DPR, Fadli Zon mengatakan, kondisi tersebut semakin menyulitkan para pencari kerja, apalagi tenaga kerja asing diberikan kemudahan dan kebebasan memasuki Indonesia, padahal lapangan pekerjaan dibutuhkan anak bangsa. (iNews.id , 6 April 2018)
Sementara itu, Wakil Ketua Badan Kerjasama Antarparlemen (BKSAP) Rofi Munawar dalam siaran pers yang diterima Republika menyesalkan kebijakan Presiden Jokowi.
Dia mengatakan bahwa dengan keluarnya regulasi Perpres yang baru disahkan, nampaknya desakan publik agar tidak gampang memberikan kelonggaran terhadap masuknya TKA hanya dianggap angin lalu oleh Pemerintah.
Padahal dengan keluarnya peraturan tersebut secara alamiah akan memperkecil kesempatan pekerja Indonesia.(Republika.co.id, 07 April 2018)
Kebijakan Yang Tidak Memihak Rakyat
Mudahnya ijin masuk Tenaga Kerja Asing di tengah beratnya problem ekonomi _termasuk pengangguran yang merajalela_ menunjukkan ketidakberpihakan penguasa terhadap hak-hak rakyat.
Perpres ini disahkan dengan dalih meningkatkan daya tarik investasi asing, sehingga memperluas kesempatan kerja dan mendukung perekonomian nasional.
Namun sejatinya, kebijakan ini justru mengesampingkan hak rakyat untuk mendapatkan pekerjaan.
Dengan hadirnya TKA yang dipermudah aksesnya oleh pemerintah, pekerja lokal harus bersaing dengan tenaga kerja asing yang akhirnya mereka tergeser.
Oleh karena itu, alih-alih menciptakan lapangan pekerjaan bagi pekerja lokal, investasi asing justru mempermudah TKA masuk ke Indonesia karena tidak sedikit yang mensyaratkan adanya TKA.
Inilah ciri khas rezim neoliberalisme yang lebih mengutamakan kepentingan asing daripada rakyatnya sendiri.
Dampak dari perpres ini bukan sekedar adanya persaingan tidak sehat, namun lebih dari itu, akan terjadi ketimpangan antara hak-hak tenaga kerja asing dengan pekerja lokal (adanya stigma bahwa pekerja asing lebih expert dan prestisius akan menyebabkan sistem penggajian yang tidak adil), memunculkan gap sosial, friksi budaya serta ketidakstabilan ekonomi bahkan politik.
Islam Menjamin Kesejahteraan Rakyat
Islam memerintahkan penguasa memenuhi hak-hak rakyat dengan sebaik-baiknya, menjamin kesejahteraan mereka, salah satunya dengan memberi jaminan keleluasaan berusaha/bekerja sehingga setiap umat memiliki jalan untuk memperoleh harta yang halal dan berkah
Untuk pemenuhan kebutuhan pokok yang berupa barang, negara memberikan jaminan dengan mekanisme tidak langsung, yakni dengan jalan menciptakan kondisi dan sarana yang dapat menjamin terpenuhi kebutuhan tersebut. \
Dalam konsep islam negara berkewajiban untuk memelihara dan menjaga hak-hak umat.Apa Saja hak-hak umat yang harus dipenuhi negara?pendidikan,kesehatan,dan keamanan adalah beberapa dari kewajiban negara dalam mengurusi umat.sekaligus memisahkan hak-hak kepemilikan individu,umum maupun negara.
Kebijakan Negara Islam terhadap Tenaga Kerja Asing
Islam sebagai aturan hidup yang sempurna, memiliki tata kelola terhadap tenaga kerja asing.Tenaga kerja asing adalah tenaga kerja dari luar wilayah Negara Khilafah. Negara asal mereka berada di luar wilayah hukum Negara Khilafah. Warga negara asing ada 2 macam :
Pertama, warga negara kafir harbi, baik secara nyata maupun tidak dalam memerangi kaum muslimin. Kedua, warga negara kafir mu’ahad, yaitu negara yang terikat perjanjian dengan khilafah dan atau kaum muslimin dan secara nyata tidak memerangi atau tidak sedang berperang dengan kaum muslimin.
Warga negara asing yang masuk ke dalam Khilafah harus mempunyai izin masuk, hanya untuk mu’ahad tidak membutuhkan visa khusus namun cukup menunjukkan kartu identitas saja, karena mereka mempunyai hubungan baik dengan khilafah, baik di bidang bisnis, bertetangga baik, perdagangan dan sebagainya.
Sedangkan untuk kafir harbi, mereka membutuhkan visa khusus. Hanya saja selain visa belajar, negara khilafah tidak mempunyai alasan yang kuat untuk memberikan visa lain.
Hal ini berarti tenaga kerja asing dari negara kafir harbi tidak mempunyai kesempatan dan tidak bisa untuk mendapatkan pekerjaan di dalam Negara Khilafah.
Jika warga negara asing ini melakukan tindakan yang meresahkan masyarakat, melanggar hukum baik dilakukan secara pribadi maupun umum dan mengancam kedaulatan negara, maka Negara Khilafah bisa membatalkan izin yang diberikan kepada warga asing tersebut.
Bahkan apabila mereka dicurigai bisa mengancam keamanan dalam negeri maka Negara Khilafah akan melakukan tindakan, yaitu bisa mematai-matai mereka.
Demikianlah kebijakan Khilafah dalam memperlakukan para tenaga kerja asing. Dengan kesempurnaannya, Islam mampu memberikan solusi terhadap segala problema kehidupan. Hal ini tentu akan tercapai jika Syariat Islam diterapkan secara kafah yaitu dalam bingkai Daulah Khilafah Islamiyah.[MO/un]