Ilustrasi |
Oleh: Dwi Rahayuningsih,S.Si
(Praktisi Pendidikan dan anggota komunitas revowriter)
Mediaoposisi.com- Miris, begitu banyak beredar video kekerasan remaja di media sosial. Terlihat dalam video tersebut, seorang remaja putri dipukuli oleh 2 orang remaja putri lainnya secara bergantian. Jeritan dan erangan tak dipedulikan. Bahkan pukulan tersebut semakin membabi buta.
Video yang tidak diketahui sumber aslinya tersebut hanya merupakan sekelumit dari banyak kejadian serupa. Seperti tragedi Guru Budi yang dianiaya oleh muridnya hingga tewas, seorang kepala sekolah yang ditantang duel oleh muridnya, dan video-video serupa.
Hal itu menggambarkan bahwa remaja zaman now makin hari kian brutal. Jumlah remaja yang melakukan kekerasan semakin meningkat. Menurut KPAI, jumlah kekerasan pada remaja dari tahun ke tahun semakin meningkat. Tercatat pada tahun 2011 terjadi 2178 kasus kekerasan, 2012 terjadi 3512 kasus, 2013 terjadi 4311 kasus, 2014 terjadi 5066 kasus. (Harian Terbit, 14/6/2015)
Jumlah tersebut dipastikan lebih banyak lagi di tahun 2018, mengingat banyaknya beredar video kekerasan remaja. Hal ini menunjukkan remaja Indonesia menjadi remaja brutal.
Hilangnya Peran Orang Tua
Pemberdayaan Ekonomi Perempuan (PEP) yang menjadi program pemerintah dalam rangka untuk mensejahterakan dan meningkatkan kemandirian ekonomi perempuan disinyalir menjadi pemicu utama rusaknya generasi ini. Dengan kesibukan para Ibu dalam membantu ekonomi keluarga mengakibatkan abainya pengasuhan Ibu terhadap anak-anaknya.
Pengasuhan ini akhirnya dialihkan kepada orang lain, sehingga peran Ibu sebagai madrasah Ula dan al-ummu warabbatul bait tidak lagi ada. Anak-anak yang merasa terabaikan dan tidak mendapatkan perhatian orang tuanya akan mencari kasih sayang diluar. Ketika ada masalah, anakpun akan cenderung tertutup pada orang tuanya dan akan mencari solusi di luar rumah.
Ketika masa-masa menjelang baligh, dimana anak butuh bimbingan khusus namun hal itu tidak mereka dapatkan dari orang tuanya maka anak akan mencari sendiri dari lingkungan pergaulannya. Tak ayal banyak anak terutama remaja yang akhirnya terseret pada pergaulan bebas, narkoba, tawuran, dll. Wajar jika kian hari tingkat kriminalitas di kalangan remaja kian mengkhawatirkan.
Mudahnya akses bagi remaja untuk menikmati dunia luar seperti kafe yang menyediakan fasilitas wifi gratis serta tempat-tempat nongkrong lain menambah daftar panjang kerusakan remaja ini. Di tambah lagi masuknya paham liberal yang menjamin adanya kebebasan berperilaku, membuat remaja bebas melakukan apa saja tanpa pengawasan keluarga, masyarakat dan negara. Itulah pemicu awal terjadinya kekerasan pada remaja.
Aqidah Islam Sebagai Pondasi
Islam memandang bahwa keluarga adalah tempat untuk membina rumah tangga bahagia. Surga dan neraka dimulai dari rumahnya. Suami berperan sebagai pemimpin sekaligus pencari nafkah. Ia yang bertanggung jawab memenuhi kebutuhan istri dan anak-anaknya, sekaligus membimbing mereka ke jalan yang di Ridloi Allah.
Sementara Ibu berperan dalam urusan rumah tangga dan pendidikan anak-anaknya. Mengatur keuangan, membereskan rumah, memasak makanan untuk keluarganya serta memberikan pendidikan utama dan pertama bagi anak-anaknya.
Pendidikan aqidah dimulai pada masa anak-anak. Ibulah yang bertanggungjawab atas pembentukan pondasi iman ini sehingga kelak anak-anaknya akan menjadi pribadi yang Islami. Karena penguatan aqidah ini tidak akan diperoleh dalam pendidikan formal.
Aqidah ini yang berperan sebagai pondasi yang akan melahirkan pemikiran-pemikiran Islam diatasnya. Pendidikan Islam bertujuan untuk membentuk pola pikir Islam dan tingkah laku Islam. Sehingga terbentuklah individu berkepribadian Islam, yang tidak akan mudah tergerus oleh perkembangan zaman dan tidak mudah pula tergempur oleh pergaulan bebas.
Inilah bekal yang dibutuhkan anak sebelum orang tuanya melepas mereka ke tengah-tengah masyarakat. Kekuatan aqidah dan keyakinan yang kokoh akan mampu membentengi pribadi anak dari kejamnya paham sekuler.
Penerapan Islam Kaffah
Aqidah dan keimanan individu saja tidaklah cukup untuk memebentuk pergaulan remaja yang kondusif. Dibutuhkan kerjasama antara orang tua, guru, masyarakat dan negara dalam menyelesaiakan persoalan remaja. Setidaknya ada tiga pilar dalam mencetak generasi yang Islami dan bebas dari kekerasan.
a. Ketaqwaan Individu
Pengasuhan keluarga dengan menanamkan aqidah Islamiyah akan membentuk ketaqwaan yang kokoh. Menjadikan halal dan haram sebagai tolak ukur perbuatan. Sehingga anak memiliki pegangan yang kuat dalam bergaul.
b. Kontrol Masyarakat
Masyarakat adalah kumpulan dari individu-individu, pemikiran dan perasaan serta penerapan aturan yang sama. Ketika semua individu memiliki ketaqwaan yang tinggi, menjadikan halal dan haram sebgai tolok ukur kehidupannya, maka perasaan marah dan bencinya juga sama. Marahnya digerakkan dari pemikiran ketika melihat suatu kemungkaran. Benci ketika melihat kemaksiatan berkembang di tengah-tengah masyarakat.
Dengan demikian ketika ditemukan adanya pergaulan remaja yang tidak beres seperti, tawuran, minum-minuman keras, judi, pacaran, dll, maka masyarakat akan melakukan amar ma'rif nahyi munkar. Sebagaimana dijelaskan dalam sebuah hadist:
"Barang siapa melihat kemungkaran maka hendaknya dia merubahnya dengan tangannya, jika tidak mampu maka hendaklah merubanya dengan lisannya, dan jika tidak mampu hendaknya dengan hatinya. Yang demikian itu adalah selemah-lemahnya iman". (HR. Muslim)
c. Peran Negara
Negara wajib menerapkan aturan dan sanksi yang tegas terhadap perilaku kriminal. Dengan penerapan Islam secara kaffah, mulai dari Pendidikan, ekonomi, politik, keamanan, dll, maka perilaku generasi terutama remaja akan semakin terkendali.
Dengan keimanan yang dimiliki serta kontrol dari masyarakat, diikuti dengan penerapan aturan oleh negara akan membentuk masyarakat Islami yang jauh dari kemaksiatan. Jika dengan ketiga pilar tersebut masih ada remaja yang melakukan kekerasan, maka negara harus menindak secara tegas.
Jadi, orang tua terutama Ibu sangat berperan penting dalam membentuk generasi unggul. Yaitu generasi yang beriman, bertaqwa dan berakhlak mulia. Bukan remaja brutal seperti saat ini.